BURUK RUPA JADI RATU TUAN KEJAM

Kania berdiri setelah mendengarkan namanya di sebut.

"Saya Kania."

"Ayo kamu ikut bapak."

Kania mengangguk lalu mengikuti pria itu.

"Dengar-dengar Kania itu hanya anak pungut tuan Ari laksono. Kedua orang tua angkatnya membuangnya karena malu memiliki anak yang berwajah buruk. Tidak seperti dulu di agung-agungkan karena pesonanya."

Bisik seorang mahasiswi yang duduk di belakang Erika dan Melinda.

"Kamu dengar dimana lagi kabar angin seperti itu? Awas loh, ini bisa jadi fitnah dan bisa dibawa kerana hukum atas dasar pencemaran nama baik."

"Siapa yang fitnah, Ibu angkatnya sendiri yang bicara seperti itu saat aku mengikuti ibuku ke acara arisan para ibu pejabat."

"Ternyata benar kalau Kania hanya anak pungut. Sungguh menjijikkan punya teman sepertinya. Sudah buruk dipungut pula." ucap Erika mendengarkan pembicaraan mereka.

"Jijik tapi menikmati. Setiap ada masalah keuangan arahnya pasti Kania bukan?"

"Jangan munafik Melinda, kamu juga sama sepertiku hanya pura-pura baik dengan Kania untuk menguras uangnya saja."

Keduanya cekikikan. Ternyata selama ini mereka berdua hanya memanfaatkan harta Kania saja dan berlindung dari kata sahabat.

Kania terus mengikuti dosen itu dan keduanya berhenti di depan ruang rektor.

"Masuklah, pak Anggoro menunggumu di dalam."

Setelah mengantarkan Kania, dosen itu pun pergi.

Dengan mengumpulkan segenap keberanian Kania mengetuk pintu.

"Masuk."

Sedikit demi Kania membuka pintu dan melangkah masuk.

"Duduklah."

Perintah pria berkumis tebal itu sambil menatap wajah Kania heran.

"Terima kasih pak."

Kania sedikit menarik kursi lalu duduk.

"Bapak memanggil kamu kemari karena ada sesuatu hal yang ingin bapak sampaikan padamu."

"Sampaikan saja pak biar Kania mendengarnya."

"Begini Kania, uang kuliahmu selama tiga bulan ini ditangguhkan. Kami sudah menghubungi tuan Ari tapi beliau tidak merespon sama sekali."

"Saya tahu itu pak. Kalau boleh, saya meminta keringan, saya janji akan segera melunasinya."

"Tidak bisa Kania. Ini universitas swasta terkenal dan terbaik di kota ini. Hanya anak orang kaya saja yang bisa kuliah disini. Apa tanggapan mahasiswa lain nantinya jika mengetahui kalau kamu tidak mampu bayar uang kuliah. Nama universitas ini bisa tercoreng."

"Saya benar-benar berharap pak, ini semester terakhir saya jadi saya harap pihak universitas bisa memahami kondisi saya."

Lama pak Anggoro berpikir hingga dia berdiri dan duduk di sudut meja kerjanya.

Perutnya yang buncit membuat kancing bajunya hampir saja terlepas.

"Aku bisa batu asalkan kamu mau."

Melihat tingkah pak Anggoro yang mulai menatapnya penuh nafsu Kania sedikit menggeser kursi duduknya.

"Apa itu?"

"Kamu bisa melayani bapak tiap bapak mau, maka kamu tidak usah lagi kuatir tentang biaya kuliahmu. Bagaimana?

Anggoro mencolek dagu Kania.

Kedua mata Kania melotot, andai posisinya seperti dulu mungkin sudah dia tampar mulut bandot tua itu.

"Bagaimana kalau putri bapak saja yang melayani bapak dan memuaskan bapak, anggap itu aku. Saya permisi!"

Kania langsung berdiri dan meninggalkan pak Anggoro yang begitu emosi mendengar ucapan Kania.

"Dasar buruk rupa, siapa juga yang mau bercumbu denganmu."

Kania keluar dengan membanting daun pintu.

"Kenapa tidak menerima tawaran pak Anggoro, selain kamu puas, uang kuliahmu juga bisa lunas dan kamu bisa mengikuti ujian semester akhir dengan baik. Betulkan Erika?

"Betul sekali..."

Melinda yang saat itu bersandar di dinding sambil melipat tangan dengan salah satu kaki diangkat kebelakang menginjak dinding di temani Erika

Ternyata sejak tadi Erika dan Melinda menguping pembicaraan antara Anggoro dan Kania.

"Bagaimana kalau kalian berdua saja yang melakukannya secara bergantian, lagian kalian berdua itukan sudah tidak suci lagi jadi tidak apalah sesekali menikmati rudal sang bandot."

"Pelankan bicaramu buruk rupa, kalau sampai ada yang dengar maka aku akan membuat wajahmu semakin hancur hingga tidak bisa lagi di kenali."

Amarah Erika dan Melinda berkobar mendengar balasan Kania.

"Punya malu juga rupanya dua lintah darat ini. Sekali lagi kalian menggangguku maka aku pastikan seluruh penghuni gedung ini tahu kalau kalian berdua ini sudah tidak suci. Satu lagi, aku tidak akan pernah takut dengan ancaman benalu seperti kalian ini. Paham!"

Kania menunjuk wajah Erika dan Melinda saling bergantian lalu pergi meninggalkan mereka.

"Sudah buruk, miskin lagi pake ngancam kami pula. Kemari kamu biar aku acak-acak wajahmu."

Erika mengejar Kania tapi segera di cegah Melinda.

"Ini bukan saatnya memberi pelajaran pada buruk rupa itu. Dia bisa saja membuka aib kita di sini. Kita tunggu waktu yang tepat lalu kita bereskan dia hingga dia tidak akan tahu dari mana matahari terbit dan tenggelam."

"Hem...kalian lagi apa disini?"

Pak Anggoro tiba-tiba keluar hingga Erika dan Melinda pergi.

Kania berjalan jauh, beban yang di tanggungannya hari ini cukup berat.

Kedua orang yang selama ini dianggapnya sahabatnya ternyata hanya memanfaatkan saja, ditambah lagi Ari menyetop semua biaya kuliahnya.

"Ya Tuhan, aku tahu Engkau tidak akan menguji umatmu lebih dari kemampuannya. Jika memang semua ini dari padamu, aku ikhlas menjalaninya, tapi aku mohon beri aku jalan keluar agar aku bisa melaluinya. Amin."

Kania duduk di sebuah taman sambil menatap bangunan pencakar langit yang ada di depannya.

Setelah merasa tenang Kania berdiri lalu melanjutkan perjalanannya pulang ke rumah.

Sementara itu di ruangan Abraham, tampak pria itu duduk di kursi kerjanya.

Entah kemana Medi saat itu hingga dia tidak terlihat seperti biasanya.

Tidak berselang lama kemudian terdengar ketukan dari daun pintu.

"Masuk."

Dua orang berbaju preman datang dan langsung menghadap Abraham.

"Apa ada yang ingin kalian laporkan?"

"Kami sudah menemukan data seperti yang tuan inginkan?

Namanya Kania lestari Laksono. Dia adalah mahasiswi

di sebuah universitas ternama di kota ini. Ayahnya bernama Ari Laksono sedangkan ibu kandungnya Tina Susliawati. Ari menikah lagi setelah Tina kecelakaan dengan Rita dan memiliki seorang putri yang mereka beri nama Rere mirnawati Laksono. Kania dulunya adalah primadona di kota ini, sifatnya yang arogan dan suka membully membuat para pria takut mendekatinya. Satu bulan lalu semuanya berubah, Kania mengalami kecelakaan hingga sebagian wajahnya rusak. Yang parahnya lagi, Ari membuangnya setelah tidak ada lagi yang bisa dia harapkan dari gadis itu. Itulah yang bisa kami laporkan mengenai gadis itu."

"Sekarang kalian pergi, nanti akan ku kabari lagi tugas apa yang harus kalian lakukan selanjutnya."

"Baik tuan, kami akan selalu menunggu tugas dari anda, kalau begitu kami permisi "

Keduanya membungkuk hormat lalu keluar ruangan.

"Primadona, arogan suka membully tiba-tiba jadi buruk rupa dan di usir. Mengenaskan juga nasibnya gadis itu. Tapi itu belum seberapa, akan banyak lagi pertunjukan yang akan dia dapatkan setelah ini."

Abrahan sedikit mengangkat ujung bibirnya. Sepertinya dia memiliki rencana bagus untuk Kania.

👉Terus ikuti kisah ini dan jangan lupa beri like, komen, vote agar penulis semakin bersemangat melanjutkan kisah Kania sampai tamat. Terima kasih 🙏.