NovelToon NovelToon
Rumah Rasa

Rumah Rasa

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen Angst / Teen School/College / Keluarga / Persahabatan / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: pecintamieinstant

Rumah Rasa adalah bangunan berbentuk rumah dengan goncangan yang bisa dirasakan dan tidak semua rumah dapat memilikinya.

Melibatkan perasaan yang dikeluarkan mengakibatkan rumah itu bergetar hebat.

Mereka berdua adalah penghuni yang tersisa.

Ini adalah kutukan.

Kisah ini menceritakan sepasang saudari perempuan dan rumah lama yang ditinggalkan oleh kedua orang tua mereka.

Nenek pernah bercerita tentang rumah itu. Rumah yang bisa berguncang apabila para pengguna rumah berdebat di dalam ruangan.

Awalnya, Gita tidak percaya dengan cerita Neneknya seiring dia tumbuh. Namun, ia menyadari satu hal ketika dia terlibat dalam perdebatan dengan kakaknya, Nita.

Mereka harus mencari cara agar rumah lama itu dapat pulih kembali. Nasib baik atau buruk ada di tangan mereka.

Bagaimana cara mereka mempertahankan rumah lama itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon pecintamieinstant, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 12

Begitulah sekiranya Gita menyembunyikan hal yang terjadi di hidupnya di sekolah sebelum dapat menjejakkan kaki diatas karpet merah. Ucapan "welcome" adalah kata penyemangat karena dia tidak pernah disambut hangat kembali di rumah tua ini.

Meskipun dia paham tiada yang bisa memahami hidupnya di rumah, setidaknya ada yang membiayai pendidikan. Sang Kakak menjadi penyelamat ketika adiknya hampir berputus asa sebelum masa pendaftaran sekolah.

Sebagian lampu lantai pertama telah dinyalakan hangat, memunculkan furniture yang terpajang diam. Pintu per pintu sengaja ditutup rapat agar tidak menjadi kesalahpahaman bahwa anak ini akan melakukan kesalahan lagi.

Tirai dibuka lebar, jendela kusam adalah kunci melihat jawaban diluar. Pemandangan genteng-genteng rumah berjajar, berada tak nyaman. Tiang penyanggah kabel untuk menonton tv sekiranya mengganggu keindahan burung-burung yang akan melintas.

"Saatnya bekerja," Dengan seragam yang dipakai lama dan gulungan panjang akhirnya dilipat keatas, Gita mempersiapkan diri.

Dia berusaha keras untuk menciptakan karya terbaiknya. Siapa lagi kalau bukan demi Kakaknya. Paling sebal ketika sudah berganti topik tentang kebersihan rumah, kebersihan kamar, selalu membandingkan dengan rumah-rumah lain yang lebih keren, bersih, wangi, rapi. Debu pun bisa menangis karena ucapannya.

Sebilah kayu berserabut di ujung, dibawa paksa. Menyisir area terdalam, digiring hingga mencapai ujung terluar ruangan yakni teras rumah yang berhubungan garasi kecil. Kosong, layaknya hati Gita yang tidak dipedulikan.

Kaos kaki putih semakin lama mengendap hitam, tidak diurus ketika mengenakan di dalam ruangan. Gita sadari setelah sebelah kiri kakinya merasa gatal. Membuang benda kumuh itu, berakhir lega.

Gita meneruskan perjuangan membersihkan tempat tinggalnya.

Tetapi itu tidak akan bertahan lama. Anak itu mudah sekali tergiur dengan tawaran teriakan Mamang gerobak. Waktunya selalu pas, datang ketika Gita lupa membeli makanan sewaktu sekolah dan sekarang sudah berganti waktu di sore hari.

"Mang, beli!" Target gerobak mie ayam adalah sasaran pas setelah sekali gerobak itu berjalan, mamang memberhentikan barang dagangan.

Gita berlari menuju dapur untuk mengambil mangkok kaca, bergerak cepat menuju pintu yang tidak ditutup.

Pagar dibuka setengah, Mamang mie ayam bersiap meracik menu bagi pelanggan pertama setelah mangkok terbaru telah diletakkan di meja saji.

"Pakai sambal, Neng?" Tawaran Mamang gerobak membuatnya menoleh untuk menjawab. "Pakai, Mas. Sedikit saja."

"Oke," ucap penjual muda bertopi, langsung meracik pesanan pelanggan muda yang menunggu hasilnya.

Sesekali Gita melihat para pengendara bermotor melewati depan rumahnya, menatap padanya.

Asal knalpot mengambang bebas mengudara, merugikan udara di tempat asalnya, membuat mudah terbatuk. Namun ia hiraukan karena sekarang semangkok mie ayam telah diberikan padanya.

Uang diberikan sengaja. Hasil itu diperoleh setelah penjualan gelang akhirnya laku keras. Selebihnya, kembalian itu ditabung dalam toples plastik diatas kulkas.

"Terima kasih, Mang," Gita menyoraki penjual mie ayam yang melanjutkan perjalanan dalam ekspedisi mencari pelanggan berikutnya.

Gerbang menutup kembali, menyusul pintu utama setelah Gita memasuki ulang ke ruangan yang lebih dalam. Semangkok mie ayam telah disantap pada sesi meja makan di ruang tengah.

Sekali suapan menggugah selera untuk meneruskan, menghabiskan seporsi makanan yang cukup untuk beberapa jam ke depan.

Gita mencerna hidangan panas, pelan-pelan. Seterusnya dilakukan sampai habis menuju dasar mangkok. Sebagai rasa bersyukurnya karena ia masih sanggup diberikan rezeki oleh Yang Maha Kuasa.

Rasa bersyukur membuatnya tersenyum.

...***...

Malam tiba, kalut dingin merebak sampai ke satu rumah, yakni rumah Gita.

Tontonan TV menjadikan area keluarga menjadi hidup. Sejak lama tidak pernah digunakan karena tidak ada tontonan bagus, selain itu hidupnya sepi dan hanya mengandalkan ponsel sebagai wadah hiburannya.

Anak terkahir di keluarga ini tidak berbicara selama sang pembawa berita sibuk membawa beritanya, menyorot ke video yang diputarkan.

Gerakan mata cepat, menangkap momen bagus tentang apa yang dibicarakan. Berita kecelakaan, bencana hebat yang melanda wilayah, hilangnya orang-orang, politik tanpa pernah berhenti, itu semua selalu ditayangkan. Kartun-kartun lucu tetap ditonton untuk membuatnya tertawa.

Mata itu dialihkan lagi kepada jam dinding, menunjukkan pukul lima sore.

"Semoga saja dia tidak terlambat pulang." Keresahan hatinya memuncak setelah memperhatikan berita tentang kecelakaan di TV tadi.

Gita memandang dari jendela, menghadap garasi kecil kosong. Motor dan motor selalu berlalu lalang mengganggu pandangan.

Karena tidak ada tanda-tanda suara motor akan menuju ke rumahnya, Gita pergi mengambil air. Membereskan semua kekacauan dalam tubuhnya, termasuk rasa capek setelah beberes rumah.

Air dingin menyejukkan, diikuti gumpalan sabun telah ditiupkan lucu. Terbang lalu jatuh terbawa air. Buntalan handuk dipasang di kepalanya, baru saja setelah keluar dari kamar mandi.

Saat yang tepat, suara motor akhirnya mendekat. Mesin-mesin yang bekerja untuk membawa satu penumpang telah dimatikan. Pijakan motor diturunkan, disusul manusia ber-helm membuka penutup wajah.

Pintu dibuka dengan mengandalkan kunci cadangan, memperlihatkan wajah aslinya kepada Gita di dalam. "Kakak pulang."

"Tumben kamu sudah mandi. Biasanya ada di kamar pakai baju sekolah. Bangun saja, kalau ada yang mengingatkan. Jarang mandi pula."

"Namanya juga perubahan diri." Gita memutar dirinya, semakin malas menghadapi sang Kakak yang berdiri di depan pintu.

Langkah pertama digerakkan oleh anak perempuan pertama. Menyadari lantai satu berbeda dari pandangan matanya, dia tersenyum merekah. "Kamu bersihkan sendiri, Dek?"

"Iya, kenapa?" tanya Gita seperti menyulut Kakaknya yang terkesan memandang rendah lantai pertama. "Biasanya tidak pernah bersih-bersih, sekarang rajin membereskan rumah, kan? Aku sudah tau ucapanmu, Kak," sindir Gita.

Anak itu menaiki tangga menuju kamar pribadi. "Sudahlah, Kak. Gita lelah, mau tidur."

Lambaian tangan terkahir diberikan kepada Kakaknya. Mengamati Adiknya yang tidak menolehnya lagi.

"Hei, Kakak belum selesai bicara. Ada martabak, mau tidak?" Suara kresek plastik mengakibatkan kaki Gita berhenti.

"Ma-mau!" Gita membalik keadaan, mengarah tujuan utama untuk mendapatkan hadiah baru.

Meraih tangan mendapatkan satu kresek, diletakkan pula diatas meja. Membuka bungkusan kertas penyet karena uap panas yang tertahan. Berlari mengambil satu piring untuk dirinya sendiri.

"Soal makanan saja langsung cepat ditanggapi." Nita tidak menyangka bahwa Adiknya sangat napsu akan makanan apa saja yang dilihatnya.

Gita tertawa. "Daripada omongan tetangga yang harus ditanggapi tentang kapan nikah, kapan punya anak, lebih bagus pilih makanan. Kenyang lama."

Mendengar kejutan jawaban sang Adik, Nita tertawa menggeleng. "Kamu ini sudah tau tentang persoalan orang dewasa, ya?"

"Tidak juga," suara Gita menjadi datar biasa. "Kalau Kakak tidak mau semuanya, Gita habiskan, ya?"

Karena suara Gita yang mengancam akan menghabiskan makanan yang sempat dibeli, Nita berlari meraih kotak martabak.

Gita harus melepaskan apa yang dimiliki.

"Hei, jangan habiskan semuanya, kamu ini. Sisakan untuk kakak juga, dong. Untuk makan malam juga. Jangan seenaknya. Kalau kurang, beli aja sendiri. Tapi jangan pakai uang toples. Pakai uang tabunganmu. Masih ada, kan?"

"Masih." Anggukan kepala meyakinkan ditunjukkan kepada Kakaknya.

"Berapa tabungan yang kamu punya? Pasti tidak ada karena kamu selalu jajan di sekolah. Boros di luar. Beli barang yang tidak perlu."

"Hei, jangan salah, Kak. Gita punya penghasilan sendiri."

"Penghasilan? Dapat darimana?"

"Berjualan gelang."

1
S. M yanie
semangat kak...
pecintamieinstant: Siap, Kak 🥰👍😎
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!