* * *
Gadis cantik dengan mata teduh, hidung mancung dan kulit putih selembut sutra itu bernama Maria Shanna. Wanita berusia 22 tahun yang dulunya menjalani hidup bak seorang putri ...
Namun, dalam sehari gelarnya berubah menjadi Mommy, Daddy dan juga kakak untuk kedua adiknya. karena kedua orang tuanya meninggal akibat kecelakaan tragis.
Shanna yang saat itu masih duduk dibangku SMA kelas dua dipaksa kuat untuk menjadi sandaran bagi adik-adiknya.
Kehidupan Shanna dan kedua adiknya berubah 360 derajat ...
Hingga empat tahun berlalu, Shanna akhirnya bertemu pria bernama Dave Abraham, seorang CEO dan juga ketua mafia.
Pria dingin dan angkuh yang memintanya menjadi istrinya karena kesalahan yang mereka lakukukan membuahkan hasil ...
Tanpa Shanna ketahui, Dave menikahinya hanya untuk mendapatkan hak atas bayi yang dikandungnya ...
Bagaimana kelanjutan kisahnya?
Mampukah Shanna membuat Dave bertekuk lutut di hadapannya?
* * *
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sgt, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28
*
*
*
Nora berlari begitu melihat sosok sahabatnya yang saat ini tengah memeluk makam mommynya dengan posisi tubuh tertelungkup. Wanita itu memeluk Shanna dari arah belakang, menyalurkan kehangatan agar sahabatnya tidak merasa sediri.
"Ann. Tenanglah, ada aku disini, aku bersamamu." lirihnya berusaha menenangkan Shanna.
Shanna mengangguk pelan, ia bangun meluruskan tubuhnya masih dengan posisi duduk, membalas pelukan Nora hingga berakhirlah keduanya menangis bersama dengan saling berpelukan. Nora terus memberi usapan lembut pada pundak Shanna.
Walau sebenarnya ia sendiri bingung dengan apa yang terjadi pada sahabatnya itu. Tetapi, dengan menyaksikan kondisi Shanna yang saat ini sangat memprihatinkan sudah mempu membuat Nora ikut merasakan kesedihan.
* * *
"Kita pulang yaa, kau sangat pucat, kau pasti belum makan apapun." Nora membuka suara, berusaha membujuk Shanna agar sahabatnya itu mau diajak pulang, melihat hari sudah menjelang sore. Karena sejak tadi keduanya masih saja dengan posisi berpelukan dan tanpa sepatah katapun. Nora memilih untuk tidak bertanya terlebih dahulu.
"hiiks ... hiiks ... hiiks, aku hamil Ra."
"huu ... huu... Bagaimanan ini?" Shanna justru semakin mengeratkan pelukannya. Nora hanya diam terpaku, lidahnya kelu tak mampu berucap sepatah katapun. Masih mencerna apa yang didengarnya dari bibir Shanna.
"Ann, apa kau sakit? Kita ke dokter ya?" akhirnya Nora membuka suara, mengurai pelukannya, lalu memberikan usapan pada wajah cantik yang dipenuhi air mata itu, ia berfikir bahwa sahabatnya ini sedang sakit hingga berbicara melantur.
Shanna menggeleng pelan, mendongakkan wajahnya menatap Nora. "aku hamil Raa, aku hamil, di perutku ada dua janin." Wanita malang itu kembali berkata lirih terdengar seperti sebuah bisikan disertai isakan, ia sudah tak mampu lagi berbicara, air mata semakin deras membasahi pipinya, meluapkan segala keresahan hati pada satu-satunya sahabat yang ia miliki.
Sementara Nora, ia merasakan telinganya berdengung, shock dengan apa yang didengarnya, segala pertanyaan tiba-tiba memenuhi isi kepalanya.
Apa yang telah terjadi pada sahabat yang ia tau tidak pernah menjalin kasih dengan pria manapun itu, apa Shanna tidak memberitahu nya jika ia sudah memiliki kekasih? Atau ada hal lain yang telah terjadi?
Nora memilih menyimpan segala pertanyaannya nati saja, saat ini ia harus memastikan Shanna kembali tenang dan kondisinya segera stabil.
"Tenanglah Ann, ada aku di sisimu, kau tidak sendiri, aku akan selalu bersamamu. Kita pulang yaa, sebentar lagi akan hujan, kau tidak lupa kan kalau kau akan sakit jika basah oleh air hujan?" Nora memegangi bahu sahabatnya, berusaha membantu Shanna untuk berdiri dan berjalan menuju mobil.
* * *
Sepanjang jalan menuju apartemen tidak ada pembicaraan apapun antara mereka, keduanya sibuk dengan pikirannya masing-masing, hanya sesekali Nora memberi usapan lembut pada bahu sahabatnya itu untuk memberi ketengangan.
Nora memutuskan membawa Shanna ke apartemennya, melihat kondisi Shanna yang sedang berantakan tentu saja akan membuat Shannon kepikiran.
* * *
"hay cantik, kau sedang apa?"
"Kak Nora, apa kakakku ada bersama kakak? kak Shanna belum pulang aku sangat mengkhawatirkannya." Tanpa menjawab pertanyaan sahabat kakaknya itu, Shannon langsung menyerang Nora dengan pertanyaan. Pasalnya hari sudah menjelang malam dan kakak nya belum pulang.
Nora menghembuskan nafas panjang, dugaannya benar. Ia melihat sekilas kearah Shanna yang masih duduk termenung disamping kemudi, tengah bersandar pada kaca mobil dengan tatapan kosong.
"sayang, kau tenang saja. Kakakmu baik-baik saja, hari ini kami sedang ada perjalanan bisnis, kemungkinan akan menginap diluar. Jadi, kau tidak perlu menunggu ya ..."
"Jangan lupa makan dan minum obatmu, setelah itu segera beristirahat." Jawab Nora berbohong, ia tidak memiliki jalan lain selain melakukan kebohongan.
"Benarkah?" suara Shannon terdengar murung.
"Bisakan aku berbicara sebentar dengan kakakku? Aku tidak bisa menghubunginya kak, teleponnya tidak aktif, aku ingin mendengar suara kak Shanna dulu."
Nora kembali melirik sekilas pada Shanna yang tengah terisak tanpa suara, tentu saja karena mendengarkan suara adiknya dibalik telepon yang sedang di spiker itu.
"sebentar lagi ya sayang, sekarang kak Nora sedang pergi keluar membeli makanan. Setelah sampai di hotel kakak akan langsung memberitahu kakakmu untuk segera menghubungimu." Nora kembali berbohong.
"Baiklah, terimakasih kak Nora. Tolong beritahu kakakku bahwa aku sudah makan dan meminum obat."
"oke sayang, byeeee ..." Nora segera memutus sambungan teleponnya, hingga sedetik kemudian disusul tangisan pilu kembali pecah dibibir Shanna.
Nora yang tidak bisa berbuat apa-apa hanya mampu memberi usapan demi usapan lembut pada lengan sahabatnya itu, ia benar-benar tidak paham atas apa yang tengah terjadi, ingin segera tiba di apartemen untuk menginterogasi Shanna begitu kondisinya membaik.
*
*
*
Di mansion Abraham ...
Semenjak kembali dari perusahaan, Dave hanya mengurung diri di ruangan kantor pribadinya yang berada di mansion. Dulu, ruangan itu adalah milik Daddynya.
Pria itu duduk termenung bersandar pada kursi kebesarannya, satu tangan memijat pelipisnya yang tidak sakit, sementara tangan lainnya sesekali mengetuk-ngetukkan telunjuk pada meja besar yang berada tepat di hadapannya.
Layar ponsel dihadapannya masih menyala, menampilkan sebuah gambar seorang wanita yang tengah duduk menunduk disamping sebuah pusara, yang ia ketahui bahwa itu adalah makam dari mommynya Shanna.
Ya, wanita yang tengah duduk pasrah itu tidak lain adalah Shanna.
Saat diperjalanan pulang, Dave mendapatkan kiriman foto dari salah satu anak buah yang ia perintahkan untuk mengawasi gerak-gerik wanita yang tengah mengandung benihnya itu.
Tidak ada satupun yang luput oleh pengawasannya, hingga Shanna sampai di Apartemen Nora yang ia ketahui adalah sahabat Shanna.
Meskipun foto yang dilihatnya tampak jauh, hingga tidak bisa dengan jelas melihat aktivitas Shanna, sedikit banyak ia tahu jelas perasaan wanita itu saat ini.
Pria itu tak bisa tenang memikirkan kondisi bayi yang dikandung Shanna, jika wanita itu terus-terusan dalam kondisi seperti itu sudah pasti akan berdampak buruk pada janin yang dikandungnya.
"apa yang harus ku lakukan? Aku tidak bisa menikahinya, itu tidak mungkin. Aku hanya akan menikahi wanita yang kucintai, tentu saja wanita itu hanya Laura." batinnya.
"di mana kau sayang? Sebenarnya apa yang sedang terjadi padamu? Apa kau sengaja, atau memang kau menjadi korban atas masalahku? Jika begitu, kenapa mereka belum juga menghubungiku untuk mengancam?" Rupanya Dave mulai terpengaruh oleh perkataan Mike. Ia merasa aneh, jika memang Laura diculik oleh musuh-musuhnya, lalu kenapa mereka belum menghubunginya untuk membuat perhitungan.
Pasalnya ini sudah dua bulan semenjak kekasihnya itu menghilang, tetapi Laura belum juga ditemukan. Kepergiannya seperti sudah direncanakan, hingga sangat sulit bagi mereka menembus titik keberadaannya.
Segala cara telah dikerahkan untuk menemukan kekasihnya itu. Satu bulan yang lalu ia rela meninggalkan pekerjaan untuk terbang ke New York demi mencari secara langsung keberadaan Laura.
mengerahkan beberapa anak buahnya pada setiap kota hingga Negara-Negara yang kemungkinan didatangi oleh sang kekasih, bahkan kemampuan IT dari Jack dan juga Mike tak mampu menemukan Laura. Padahal kedua orang kepercayaannya itu sudah tak bisa diragukan lagi skill nya dalam bidang IT.
Dave masih terus berperang dengan fikirannya, hingga suara ketukan dari arah pintu memutus lamunannya.
"masuk!"
ceklek...
seorang maid berumur sekitar tiga puluh tahun terlihat masuk dan berjalan keahar Dave. "maaf tuan, nyonya meminta anda turun untuk makan malam." Ucap maid itu begitu sampai tak jauh dari tempat tuannya duduk.
Seperti biasa, pria kutub tak tersentuh itu tidak menghiraukan ucapan ART nya. Ia berjalan acuh melewati begitu saja wanita yang tadi memberi pesan dari sang mommy.
"ckckck" maid itu bedecak heran "aku yakin tuan Dave tidak akan mengenali kami jika bertemu di luar mansion. Dia boss paling sombong yang pernah kutemui, untung saja tampan." gumamnya sambil menggeleng pelan begitu sang boss berjalan menjauh dari tempatnya berdiri. Sudah hal biasa bagi para pekerja di mansion Abraham menghadapi sikap majikan mereka yang bernama Dave. Hanya bisa menatap wajah majikannya dari kejauhan, karena saat berdekatan mereka hanya mampu menunduk. Sedangkan Dave? Pria dingin itu bahkan tak menganggap ada orang di hadapannya.
Sangat jauh berbeda dengan Natasya sang adik, yang jika berbicara harus sambil menatap kearah wajahnya.
*
*
*
Maaf jika masih sangat banyak kekurangan dari tulisanku ya teman-teman🙂
hehe, maklum ini tulisan pertamaku.
mohon kritik dan saran yang positivenya yaaa😁
semoga dilancarkan segala urusannya...
ditunggu bab selanjutnya...
di tunggu kelanjutan karya terimakasih