Gus Shabir merasa sangat bahagia saat ayah Anin datang dengan ajakan ta'aruf sebab dia dan Anin sudah sama-sama saling menyukai dalam diam. Sebagai tradisi keluarga di mana keluarga mempelai tidak boleh bertemu, Gus Shabir harus menerima saat mempelai wanita yang dimaksud bukanlah Anin, melainkan Hana yang merupakan adik dari ayah Anin.
Anin sendiri tidak bisa berbuat banyak saat ia melihat pria yang dia cintai kini mengucap akad dengan wanita lain. Dia merasa terluka, tetapi berusaha menutupi semuanya dalam diam.
Merasa bahwa Gus Shabir dan Anin berbeda, Hana akhirnya mengetahui bahwa Gus Shabir dan Anin saling mencintai.
Lantas siapakah yang akan mengalah nanti, sedangkan keduanya adalah wanita dengan akhlak dan sikap yang baik?
"Aku ikhlaskan Gus Shabir menjadi suamimu. Akan kuminta kepada Allah agar menutup perasaanku padanya."~ Anin
"Seberapa kuat aku berdoa kepada langit untuk melunakkan hati suamiku ... jika bukan doaku yang menjadi pemenangnya, aku bisa apa, Anin?"~Hana
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Dua Puluh Delapan
"Aku tak mau makan. Aku hanya ingin kita berpisah saja," balas Hana.
Jawaban dari wanita itu cukup membuat Gus Shabir terkejut. Kenapa tiba-tiba sang istri minta pisah?
"Hana, apa kamu sadar dengan ucapanmu itu. Apa kamu tahu arti ucapanmu itu?" tanya Gus Shabir masih tak percaya dengan pendengarannya.
"Justru aku merasa inilah keputusan yang paling sadar aku lakukan. Selama ini aku selalu dibutakan oleh cintaku padamu sehingga menyakiti hati orang yang tak bersalah," ucap Hana.
Hana merasa mungkin ini keputusan terbaik. Dia telah mencoba bertahan satu tahun, tapi sepertinya sia-sia. Selama ini hanya dia yang berjuang. Namun, Shabir hanya berjalan di tempat.
"Apa yang kamu lakukan jika kamu lelah dengan keadaan tapi kamu dituntut harus tetap bertahan? Kadang kita merasa lelah pada diri sendiri tanpa alasan yang jelas. Itu hanya karena kita jenuh dengan keadaan. Berjuang secukupnya, cinta sewajarnya. Sakit tidak perlu di bikin sendiri ya. Jika berjuang selalu tak dianggap, coba berpaling, supaya kehadiran kamu bisa dia lihat."
"Hana, kita sudah bicarakan ini kemarin, jika aku telah memilih tetap bersamamu. Apakah kamu masih berpikir jika aku masih mengharapkan Anin?" tanya Gus Shabir.
Hana memandangi pria itu dengan mata menyala. Pertanyaan Gus Shabir membuat emosinya meninggi. Selama ini dia selalu mengalah dan berkorban. Rasanya cukup sampai di sini perjuangannya.
"Kamu memang memilih bertahan denganku! Tapi hatimu berkata lain, Mas. Aku melihat masih banyak cinta untuk Anin di matamu. Jika kamu tetap bersamaku, itu hanya formalitas pernikahan. Semua untuk menutupi kesalahanmu. Jika kita berpisah pasti orang tuamu akan bertanya penyebabnya. Kamu tak mau nama baikmu sebagai Gus tercemar. Padahal banyak kesalahan yang kamu lakukan. Kamu bertahan karena tahu Anin tak akan mungkin kamu dapatkan!" ucap Hana dengan nada sedikit emosi.
Gus Shabir memandangi istrinya tak percaya. Hana yang biasanya menerima apa pun yang dia lakukan kali ini sangat berbeda. Apakah ini wujud aslinya? Tanya pria itu dalam hati.
Hana mengambil tas koper dan membuka lemari. Memasukan pakaiannya. Hal itu makin membuat Gus Shabir terkejut.
"Kamu mau kemana? Jangan bercanda Hana!"
Hana menghentikan kegiatannya. Memandangi suaminya itu dengan intens.
"Aku tak bercanda. Cukup sudah kebodohanku selama ini. Mencintai kamu seorang diri. Akan ada waktu ketika orang yang sabar menjadi muak, orang yang peduli menjadi masa bodoh, orang yang setia menjadi angkat kaki. Itu adalah ketika sifat sabar, peduli, dan setianya tidak dihargai," ucap Hana.
Gus Shabir mendekati Hana. Memeluk tubuh istrinya erat, tapi wanita itu tak membalasnya.
"Hana, maafkan aku. Aku janji akan melakukan apa pun, agar kamu tetap bertahan di sini. Aku mengaku salah. Maafkan aku," ucap Gus Shabir.
"Ada saatnya seseorang yang benar–benar tulus itu memilih untuk pergi menjauh saat ketulusannya tidak pernah dihargai sedikit pun, Mas," balas Hana.
Hana melepaskan pelukan Gus Shabir. Menutup tas koper dan langsung berdiri. Saat kakinya baru melangkah, pria itu menghentikan dengan memeluk tubuhnya dari belakang.
"Jangan pergi, Hana. Apa kata Abi dan Umi jika tahu kamu pergi. Ingat ada anak kita di rahimmu saat ini. Jangan terbawa emosi hingga memutuskan sesuatu yang akan kamu sesali nantinya," ujar Gus Shabir.
"Mas, kau hanya memikirkan dirimu sendiri. Kau takut berpisah karena tak ingin Abi dan Umi marah denganmu, bukan karena menginginkanku," ucap Hana. Dia menjeda ucapannya. Menarik napas dalam sebelum melanjutkan ucapannya lagi.
"Hal yang paling aku sesali adalah jatuh cinta kepadamu hanya untuk kemudian memutuskan silaturahmi dengan keluargaku. Gara-gara mempertahankan kamu dan cintamu, aku kehilangan segalanya. Aku jadi manusia yang tak tahu diri. Menjauhi orang yang tak bersalah. Padahal semua ini kesalahanmu. Kamu yang memutuskan menikah denganku tanpa mencari tahu siapa wanita yang kau nikahi. Tapi kesalahanmu aku balas dengan menjauhi keluargaku. Aku dibutakan cintaku padamu!" seru Hana dengan penuh penekanan.
"Aku tak pernah meminta kamu menjauhi keluargamu, Hana," ucap Gus Shabir dengan suara lembut.
Namun, kelembutan suaranya tak mampu juga membuat Hana tersentuh. Dia bahkan bertambah meradang.
"Kamu memang tak memintanya. Semua karena kebodohanku. Ketakutan ku kehilangan kamu dan juga karena cinta buta ku. Sekarang aku ingin mengakhiri semuanya," ucap Hana.
Hana menyeret tas koper berisi pakaiannya menuju ke luar. Dia telah memesan taksi online. Melihat kesungguhan istrinya untuk meninggalkan dirinya, Gus Shabir jadi terkejut. Dia berdiri dan langsung mengejar istrinya.
"Hana, aku mohon! Jangan terburu-buru mengambil keputusan. Aku janji akan berubah. Katakan saja apa yang kamu inginkan."
"Sebaiknya kita berpisah dulu, Mas. Semua untuk menguji seberapa mampu kita hidup sendiri. Beberapa orang berpikir bahwa mempertahankan hubungan dengan orang yang dicinta membuat kita kuat, tapi terkadang justru dengan melepaskan orang tersebut hubungan kita menjadi lebih kuat. Jika memang saat kita berpisah kamu merasa aku sangat berarti, jemputlah aku. Begitu juga sebaliknya, jika memang aku tak sanggup tanpamu, aku akan datang kembali. Dan jika ternyata kita mampu hidup sendiri, mungkin memang pertemuan kita sampai di sini," ujar Hana mantap.
Dia lalu berjalan menuju halaman rumahnya. Taksi online yang di pesan telah menunggu. Hana melangkah pasti menuju mobil. Gus Shabir hanya mampu memandangi kepergian sang istri. Menahan Hana sudah tak bisa dia lakukan.
...----------------...
kurang slg memahami
gk da manusia yg sempurna
tp cinta yg menyempurnakan.
bukan cr siapa yg salah di sini
tp jln keluar bgaimna mmpertahankan pernikahan itu sendiri.
Coba lebih memahami dari bab" sebleumnya , Anin bilang kalau kasih sayang aisha trhdp Anin dan Hana itu sama ,jika Anin dibelikan mainan maka Hana pun turut dibelikan.memang dalam hal materi oleh Gibran dan Aisha mereka tidak membedakan ,tetapi dalam hal kasih sayang mereka tetap membedakan ,bahkan Syifa juga pernah bilang kalau dia lebih sayang Anin drpda Hana .Nah poiinnya adalah kenapa Hana bersikap seperti itu terhadap Anin ,karena dia belum pernah merasakan kasih sayang yang begitu besar dari orang terdekatnya .Jadi wajar saja semenjak dia menikah dia mempertahankan suaminya karena hanya dia yang memiliki ikatan paling dekat dengan Hana . Hana hanya ingin ada seseorang yang mencintai ,menyayanginya dengan besarnya ,maka dari itu dia mepertahnkan suaminya .
Hana memiliki trauma akan dkucilkan oleh orang" disekitarnya .
yang melamar kan Hana duluan 😃