Untuk Satu Hati.

Empat bulan sudah Bang Noven dalam misi. Dalam kurun waktu tersebut dirinya hanya bisa menghubungi Irene beberapa kali saja. Kendala sinyal selalu menjadi penghalang bagi dirinya namun setiap melihat sang istri dalam keadaan sehat sudah cukup membuat hatinya tenang apalagi kini sudah waktunya untuk sang buah hati terlahir ke dunia.

Hatinya sempat risau karena dua hari yang lalu Irene mengeluh padanya jika perutnya sudah sering terasa sakit dan berat. Mungkin istrinya itu akan segera melahirkan. Bagi seorang tentara, hal ini sangat terasa sakit untuk dirasakan apalagi meninggalkan istri yang sedang mengandung dan akan melahirkan.

Tubuh lelah begitu terasa, nafas sudah putus sambung. Sedikit lagi perjuangan akan usai. Bang Noven mengarahkan anggota team nya untuk maju dan menyerang markas musuh. Tepat sesuai perkiraannya, di pagi buta minim anggota dari se**r***s itu terjaga, mereka terlelap dan terbuai dalam tidurnya. Hanya beberapa orang saja yang berjaga di Markas dan bisa di selesaikan dengan mudah. Pergerakan pun terjadi.

"Dua arah dan senyap..!!" Perintah Bang Noven pada anggota teamnya untuk membagi team menjadi dua dan sesuai briefing mereka menjalankan tugas masing-masing.

zzllpp..

Satu persatu para musuh di tumbangkan dengan mudah. Kecerdasan dan ketangkasan Letnan Novendra memang sudah sangat di akui negara.

Setelah habis anggota yang berjaga, mereka pun mundur teratur lalu meninggalkan granat asap yang membuat para musuh semakin tertidur.

"Calm down.. jangan melewati garis merah. Ambil senjatanya dan keluar dari zona tanpa jejak..!!" Perintah Bang Noven lagi. "Usahakan Mrs. Airin Smith keluar tanpa suara..!!" Perintah Bang Noven. Kali ini misinya adalah penyelamatan seorang warga negara asing yang bertugas meneliti kandungan emas sekaligus batubara di daerah tersebut. Daerah yang kaya tersebut di sinyalir juga mampu menambah devisa negara dari kekayaan alam tersebut.

Para anggota bisa mengikuti instruksi dengan baik. Misi penyelematan pun nyaris usai namun tiba-tiba saja Mrs. Airin Smith gugup, dirinya sangat ketakutan.

"Don't be afraid, we protect you..!!" Kata Bang Noven.

Bang Noven sudah meminta pergerakan agar lebih cepat karena helikopter sudah menunggu di tepi sungai tapi kemudian Mrs. Airin Smith mengatakan jika ponselnya tertinggal dan data tentang pertambangan tersebut seluruhnya berada di dalam ponsel.

"I'll take it. You wait for me in the helicopter..!!" Arahan Bang Noven untuk Mrs. Airin Smith. Bang Noven mengulang kembali dimana wanita tersebut meletakan ponselnya. "In a room containing lots of firearms??"

"Yes." Jawab Mrs. Airin Smith.

Bang Noven segera melangkah pergi, dirinya hanya punya waktu kurang lebih lima menit saja.

Kewaspadaan Bang Noven mulai menurun. Sebagai Dantim, dirinya memiliki tanggung jawab yang besar untuk melindungi anak buahnya, jam tidurnya pun tidak sebanyak anggota yang lain. Dirinya hanya ingin misi tersebut segera selesai karena rasa rindu di dalam hatinya sudah kian mendera. Hanya satu kali sepanjang masa pernikahannya, dirinya membelai dan mendekap hangatnya tubuh Irene dan kini gelora rindu membuatnya ingin segera pulang.

Perlahan tapi pasti Bang Noven masuk ke dalam ruangan tersebut, sepi namun terasa sangat berbeda. Ia segera mengambil ponsel dalam gudang senjata api lalu segera meninggalkan tempat namun naas, saat itu para musuh melihatnya dan memberinya hadiah tembakan peringatan.

Bang Noven berlari dan menepi dari kejaran musuh di balik semak dan rimbunnya hutan menuju helikopter. Disana para rekan team sudah menunggu dengan gelisah.

Langkah tersebut hampir mencapai tujuan, Para anggota melepaskan tembakan untuk melindungi Dantim.

Bang Noven melempar ponsel tersebut pada seorang anggota teamnya. "Terbang sekarang juga..!!" Perintah Bang Noven.

"Tidak Dantim.. kita berangkat bersama, pulang harus bersama..!!" Tolaknya.

"Jangan bodoh, saya akan mengalihkan perhatian mereka..!! Lebih baik satu terlambat pulang atau satu team akan habis tak bersisa. Jangan buat perjuangan kita sia-sia..!! Cepat kembali. Anak istri dan keluarga kalian menunggu di rumah..!!" Ucap Bang Noven lagi.

"Itu bahaya Dantim..!!!"

"Saya tau.. Cepaaaaat..!!!" Teriak Bang Noven.

Para anggota memberi hormat lalu segera naik ke atas helikopter.

Dari atas helikopter mereka bisa melihat Bang Noven berjuang sendiri melindungi nyawa mereka. Letnan Novendra mengarahkan para se******s menuju tepi sungai deras dengan jurang yang dalam.

"Apa perbekalan Letnan Novendra cukup?" Seorang anggota mempertanyakan kesiapan senjata milik Letnan Novendra.

"Beliau hanya membawa sebuah senjata laras panjang, sebuah granat, sebuah pistol dan satu dua box peluru." Laporan seorang anggota.

Hela nafas terdengar, namun mereka sudah tau pasti bahwa perbekalan senjata tersebut tidak akan cukup mengatasi banyaknya penyerangan.

Masih bergulat dalam pikirannya, dari udara terlihat ledakan dan pastinya hal tersebut mampu meleburkan musuh.

booooooooommmm..

"Letnan Noveeeen..!!!!!!!!" Seisi ruang helikopter melihat dengan jelas pria berpangkat Letnan satu itu tertembak berondongan peluru kemudian terpelanting ke dasar menuju jurang yang dalam.

//

"Aaaaaaaaaa...." Irene mengejan sekuatnya. Dalam bayangannya, ia merasakan dekapan Bang Noven dengan senyumnya.

"Alhamdulillah... Bayinya laki-laki Bu."

Kedua Opa bersujud syukur atas kelahiran putra pertama Letnan Noven namun kemudian ada satu rombongan datang menghadap kedua Opa.

"Selamat pagi.. mohon ijin komandan."

"Ada apa??" Tanya Papa Girish tak bisa menghilangkan rasa cemasnya.

"Ijin melaporkan, Letnan Novendra Mahameru telah gugur dalam tugas."

Papa Seno terhenyak sejenak, hatinya terus bertanya akankah saat ini putra kebanggaan nya telah gugur. Apapun yang pernah ada di dalam kehidupan ini, jelas ada rasa bangga tak terlukiskan dari seorang Ayah dan kini semua itu seketika patah, hatinya terasa remuk.

"Bagaimana kronologi nya?? Jangan asal menyimpulkan sebelum ada kabar lebih lanjut..!!! Lakukan pencarian..!!!!" Tegur Papa Girish tak kalah hancurnya. Meskipun Letnan Novendra hanya seorang menantu tapi tak pernah dirinya menganggap pria tersebut seperti orang lain. Beliau mencintai Letnan Novendra sudah seperti anak kandungnya sendiri.

"Ijin Komandan, pencarian tidak bisa di lakukan, medan yang sulit dan jalur yang ada telah tertutup dan di ledakan Letnan Novendra. Beliau masuk ke dalam jurang dan hanya sempat menitipkan sepucuk surat untuk Ibu Irene."

"Astagfirullah hal adzim.." kaki Papa Girish lemas saat menerimanya sampai Bang Enggano harus menahan tubuh komandannya.

"Bawakan saya air minum..!!" Perintah Bang Enggano.

Papa Seno perlahan ikut duduk di samping Papa Girish. Duka menyelimuti hati dua komandan.

"Aku harus bilang apa sama menantuku?" gumam Papa Seno.

.

.

.

.

Jangan spoiler please..!! Apapun pada akhirnya, tolong di terima ya..!!

NaraY.

.

.

.

.