Buat yang gak suka gerah, harap melipir!
Bukan bacaan untuk anak yang belum cukup umur.
Ketika Aishe didorong ke laut oleh Farhan tunangan tercintanya, semua rasa cinta berubah menjadi tekad untuk membunuhnya.
Aishe tidak pernah berpikir bahwa Farhan hanya mencintai uangnya, dan tega berselingkuh bahkan mendorongnya ke laut.
Ketika ombak menelan tubuh Aishe, dirinya berpikir akan mati, namun keberuntungan berpihak padanya. Aishe terdampar di sebuah pulau kosong selama 59 hari hingga suatu hari dia diselamatkan oleh Diego, seorang pengusaha yang tampan namun lumpuh.
Dengan kekuatan dan kekayaan Diego, Aishe memiliki identitas baru dan wajah baru, dia bahkan menjadi sekretaris pribadi Diego. Diego, pria yang kaya dan berkuasalah yang dapat membantunya membalas dendam pada Farhan.
Setelah balas dendam selesai, senyuman menyeramkan muncul di wajah Diego, yang membuat jantung Aishe berdegup kencang menunggu kalimat selanjutnya.
"Sekarang giliranmu untuk membalas budi padaku."
Aishe menatap pria yang mendekat di depannya, dalam hati dia berkata, "Lolos dari mulut buaya, malah masuk ke mulut singa."
Ini bukan novel garis lurus yang bisa diambil banyak pelajarannya. Jadi kalian bisa berhenti jika alir terasa berputar-putar, membosankan, jelek dan yang lain.
Silakan kembali tanpa meninggalkan kesan buru di komentar.
Selamat membaca.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KAY_21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
Menyisir sedikit ke sisi utara Istanbul. Ada sebuah distrik bisnis yang di sebut Levent. Terletak di sisi Eropa dari kota tersebut, Levent merupakan bagian dari munisipalitas Beşiktaş yang berada di utara Tanduk Emas, di pesisir barat selat Bosphorus.
Disebut dengan distrik bisnis, karena banyak gedung-gedung perkantoran, hotel mewah bintang 4 dan 5, mall pusat berbelanjaan elit, serta masih banyak lagi. Salah satu gedung yang berdiri di sana adalah BIN bank, milik Diego.
BIN bank, menjadi salah satu gedung tertinggi dan terbesar di Levent. Memiliki 54 lantai, dengan ketinggian 238 meter, 261 meter termasuk puncak menara. Meski bukan menjadi gedung tertinggi di Istanbul, tetapi BIN menjadi gedung tertinggi di distrik Levent, dan menduduki posisi ke-4 di Istanbul.
"A-apa? Jadi office girls? Anda tidak salah?" tanya Aishe heran sekaligus kaget, saat Ashan membicarakan pekerjaannya di kantor.
Dia sempat berpikir, dengan pengalaman kerjanya selama 6 tahun lebih di dunia pemasaran, ia mungkin akan di tempatkan di bagian marketing. Namun, apa yang terjadi justru di luar nalarnya.
Gila! Pengalaman kerja yang memungkinkan, tapi aku justru dijadikan sebagai office girls.
"Tidak ada yang salah. Tuan Diego berpesan seperti itu. Kamu mau menanyakannya langsung, Nona?"
"Tidak, tidak." Aishe melambaikan tangannya. "Tidak perlu bertanya lagi. Dia sudah pasti benar."
"Baik, kalau begitu Anda bisa mulai bekerja besok. Tidak masalah kan?"
"Tidak masalah."
Aishe kembali ke rumah usai melapor ke humas dan mengurus kartu pass. Ia melempar tasnya begitu saja, lalu merebahkan dirinya di ranjang. Manik mata berwarna amber, fokus menatap langit-langit berwarna putih. Pikirannya melayang, menerka beberapa hal tentang keputusan Diego.
Argh! Lelaki itu memang sulit di tebak!
Rutinitasnya kembali setelah merebahkan diri beberapa saat. Membersihkan rumah, kemudian menyiapkan makan malam. Semua nampak seperti biasa, tetapi saat dia ingin pergi ke kamar Diego, Ashan menghentikan langkahnya.
"Tuan menyuruh Anda menikmati makanannya sendiri."
"Hah?" Aishe tersentak heran. "Apa ada masalah?"
Ashan menggeleng dengan wajah datar. Melihat ekspresi datar tangan kanan Diego, membuat Aishe paham satu hal penting. Bahwa, apapun itu, itu bukan urusannya.
Aishe kembali ke meja makan dan menikmati makan malamnya sendiri untuk pertama kali sejak ia dibawa Diego.
Apa dia sakit?
Aku bahkan tidak melihatnya sejak tadi pagi.
Sudahlah, kenapa aku harus pusing?
Gemuruh petir tiba-tiba menggelegar cukup kuat. Kilatnya bahkan menyambar jelas di gelapnya cakrawala. Hujan perlahan turun diawali rintik-rintik, padahal saat itu pertengahan musim panas. Katanya, iklim dunia sedang tidak baik-baik saja pada saat ini. Hingga tiba-tiba bisa menangis di tengah musim panas.
Aishe terlihat tidur meringkuk di ranjang empuk miliknya. Bulir keringat keluar dari celah pori-pori sebesar biji jagung. Tangannya mengepal sarung bantal berwarna biru muda sambil sesekali merintih, "Jangan."
Semakin lama, cengkraman dan rintihannya semakin kuat. Hingga, dia tersentak kaget dan membuka mata. Napasnya berat dan tak beraturan.
Sial! Mimpi yang sama.
Sudah sebulan berlalu sejak ia dibawa kembali oleh Diego. Sejak itu pula, dia selalu mengalami bermimpi buruk. Memimpikan malam terakhir di kapal pesiar, hingga 59 hari kelam di pulau tak berpenghuni.
Baru satu bulan, sepertinya aku harus lebih sabar lagi.
Aishe turun dari ranjangnya, pergi ke kamar mandi dan membasuh muka. Tepat saat dia menghadap cermin yang tertempel di dinding wastafel, ia melihat bekas luka di pipi yang masih tampak samar. Perlahan, ia memegang bekas luka dan tersenyum dengan sinis.