Untuk Satu Hati.

Untuk Satu Hati.

1. Kenalan.

Riuh di depan teras mess perwira seakan tidak memahami perasaan pria yang tengah gundah gulana Sabtu pagi itu. Papa dan Mama tidak mengijinkannya menikah dengan gadis pilihannya, kekasih yang sudah empat tahun menemani harinya.

Keributan dengan Mamanya semalam membuatnya membuatnya memutuskan untuk kembali ke mess lebih cepat dari biasanya. Ia tidak bisa menerima perjodohannya dengan gadis kecil, putri komandannya yang sebenarnya juga putri dari litting Papanya.

"Nggak usah di pikir terlalu dalam Sob, yang penting judulnya tetap kawin, sama-sama bisa panjat pinang." Kata Bang Jay sahabat kental Bang Noven. Mereka seakan tidak dapat di pisahkan satu sama lain.

"Nggak mikir matamu... Aku nggak bisa mencintai perempuan lain selain Vindy." Jawab Bang Noven berang setiap bertemu wajah dengan sahabatnya itu.

"Kamu sudah tanya alasannya apa belum? Kenapa Bu Seno melarangmu memiliki hubungan dengan Vindy??" Tanya Bang Jay.

"Hanya bilang akhlaknya tidak baik. Tapi aku tidak pernah keburukan Vindy sedikitpun." Jawab Bang Noven.

"Tapi anak bungsunya Dan Girish tidak buruk Nov, dia juga cantik sekali meskipun lebih muda."

"Bukan muda lagi Jay, anak-anak banget. Masa iya aku kawin sama bocil. Nggak kebayang bagaimana rumah tanggaku." Oceh geram Bang Noven. "Kau tau.. Abang-abangnya itu seperti penjahat semua. Ingatkah kau dengan Bang Novra? B******n tengik, galaknya bukan main."

Sedari tadi Bang Jaya hanya tertawa melihat kekesalan Bang Noven. "Apa bedanya denganmu dan segala kelakuanmu? Bang Novra sama kamu itu sama-sama b******n tengik. Imbang kalian." Bang Jay terbahak-bahak dengan kekesalan sahabatnya.

Bang Noven langsung mengambil rokok dari saku bajunya lalu menyulut rokok tersebut. Wajahnya sangat masam. "Aku harus bagaimana Jay? Orang tua ngotot aku menikah sama anaknya Pak Girish."

Bang Jay menepuk pundak sahabatnya sebagai dukungan terbaik baik pria galau tersebut.

//

"Kalau Bang Novra tau dia itu laki-laki menyebalkan kenapa Abang nggak menolak??" Protes Irene.

"Apa ada yang bisa melawan keputusan Papa??" Kata Bang Novra. "Kamu jalani dulu..!! Kalau ada apa-apa, biar Abang yang turun tangan. Nanti kamu lihat dulu. Noven tidak buruk juga." Bujuk Bang Novra untuk pertemuan dan perkenalan mereka nanti malam sebelum melanjutkan pada sesi selanjutnya. Jauh dirinya datang hanya untuk acara besar adik bungsunya.

"Tapi Noven itu tua sekali Bang."

"Bang Noven. Biasakan panggil Abang." Tegur Bang Novra.

"Nggak aahh.. tua begitu. Apa Papa di guna-guna sampai Papa mau menikahkan Irene sama Om Noven?" Irene masih saja kesal dengan keputusan orang tuanya. Ia hanya duduk *******-***** ujung pakaiannya. Ingin rasanya berteriak kencang tapi semua pasti akan berakhir sia-sia.

Irene termenung mengingat Bang Dwipa. Ia masih sangat mencintai pria tersebut melebihi apapun, pria yang menemaninya mulai saat dirinya masih di bangku SMP hingga pria tersebut kini menjadi seorang tentara berpangkat Prada.

"Apa Papa memandang pangkat??" Celetuk Irene.

"Jangan bilang begitu, orang tua pasti inginkan yang terbaik untuk anaknya terutama putrinya." Kata Bang Novra. "Sudah sana bersiap. Calon suamimu akan segera datang. Jangan meninggalkan kesan buruk..!!" Pesan Bang Novra.

-_-_-_-_-

Mengenakan pakaian batik berwarna maroon, Bang Noven masih berwajah datar hingga membuat Papa dan Mamanya geram.

"Bisa tidak kalau wajahmu tidak di tekuk seperti itu. Irene itu cantik sekali Ven. Kamu tidak akan rugi." Bujuk Mama Laras.

"Iya, tidak kalah dari gadis yang kau puja-puja bagai berhala itu." Ejek Papa Seno.

"Papa jangan bilang begitu. Tidak ada gadis sebaik Vindy. Dia menemaniku dari titik nol hingga saat ini." Nada suara Bang Noven mulai meninggi dan Bang Galang mencekal lengannya.

Tau Abangnya sudah memberi peringatan, Bang Noven pun menahan diri. Ia mengepalkan tangan mencoba mendinginkan isi kepala dan hati yang tengah panas.

...

Seorang wanita keluar menyuguhkan hidangan untuk rombongan keluarganya. Bang Noven masih menyisir dan menerka mencurigai setiap wanita yang keluar dari balik tirai rumah besar itu.

'Yang mana yang namanya Diandra Sasikirana. Jangan-jangan dia gemuk, hitam. Astagfirullah.. beginikah rasanya tertimpa nangka busuk karena keinginan orang tua.'

"Mana calon mantuku Mas?" Papa Seno sudah tak sabar lagi ingin melihat calon menantunya.

"Iya ya, kemana dia. Sabar ya Mas Sen. Anakku itu sebenarnya kalem dan lembut, hanya agak sedikit aktif." Ujar Papa Girish mempromosikan putri kecilnya.

gubraaaakk..

"Gendhukk.."

"Suara opo Mas?" Tanya Papa Seno.

Papa Girish mulai cemas. "Ahahaha.. paling bibi menjatuhkan sesuatu.

"Walaah cah Ayu, kainnya sobek."

Papa Girish menggaruk kepala karena merasa tidak enak hati dengan litting yang juga sahabatnya itu.

Papa Seno pun akhirnya tertawa, sedikit aktif berarti putri sahabatnya itu sangat lincah. Ia tidak kaget karena sosok putri sahabatnya itu pernah di ceritakan sang istri padanya. Papa Seno tidak banyak tau tentang putri kecil sahabatnya, yang ia tau hanya Novra yang sangat tegas dalam hal apapun. "Ora opo-opo. Bagaimana pun putrimu, aku akan menyayanginya seperti aku menyayangi Anggun putriku." Janji Papa Seno.

Bang Noven semakin merasa tidak nyaman. Pikirannya berkelana membayangkan seperti apa rupa putri dari sahabat papanya. Ia mendekati Papanya.

"Pa.. bagaimana kalau tidak jadi saja. Aku cemas kalau dia itu tidak bisa di atur, bagaimana kalau bibirnya tebal dan lebar seperti tutup panci." Bisik Bang Noven.

"Kamu ini bicara apa? Nggak mungkin bibir anak Om Gi selebar tutup panci." Papa Seno balik berbisik.

"Aku nggak mau resiko beli kucing dalam karung Pa." Bang Noven semakin tidak tenang.

Tak lama tirai terbuka, ada seorang wanita keluar dan tersenyum manis. Bang Noven kembali resah namun akhirnya wanita itu duduk di samping Bang Novra yang sudah menatapnya penuh ancaman.

'B******n, kenapa Bang Novra terus melihatku begitu. Mana sih bocil biang masalah itu?????'

Tirai kembali terbuka, tiga orang gadis sama menunduk dan berjalan menuju ruang tamu rumah.

"Aaahh akhirnya....." Celetuk Mama Laras.

"Maaa.. yang mana ma??? kanan, kiri atau tengah????" Tanya Bang Noven cemas saat melihat gadis yang berjalan pada posisi tengah. Gadis berkulit sedikit gelap dengan bedak yang bisa di bilang kurang rata. "Maaa.. Ya Allah ma, aku mau pulang..!!" Pinta Bang Noven.

"Duduk Noven..!!"

"Heiii you..!!! Kau pikir aku suka denganmu??" Tegur gadis yang keluar paling belakang."

Untuk sejenak Bang Noven ternganga tapi kemudian duduk kembali dengan mode cool seakan tidak terjadi apapun.

"Ehem.." Bang Noven berdehem melonggarkan tenggorokan yang terasa tercekat. "Lebih baik kita tidak usah mengecewakan orang tua." Jawab Bang Noven.

"Basi lu." sergah Irene.

"Irene.. jaga bicaramu..!!!" tegur Mama Rinjani.

.

.

.

.

Terpopuler

Comments

Julia sweet

Julia sweet

tumben niy Thor biasanyà cerita ttg militer, army ganti anak santri..

2024-01-03

0

aurel chantika

aurel chantika

aku mampir mak

2023-12-29

0

aurel chantika

aurel chantika

sabar bang🤣🤣🤣

2023-12-29

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!