Sebuah pertengkaran hebat dalam rumah tangga mereka membuat Areksa memutuskan untuk pergi dan berakhir dalam sebuah kecelakaan yang membuatnya mengalami Amnesia Disosiatif. Dimana Areksa hanya melupakan semua yang berkaitan dengan istrinya yaitu Kiran dan malah hanya mengingat mantan kekasihnya Anya.
Tidak ingin menyerah begitu saja, Kiran menyarankan sebuah perjanjian kepada sang suami yang sudah dengan tega melupakan dirinya begitu saja. Dimana selama 3 bulan Kiran akan berusaha untuk mendapatkan cinta suami kembali dan memulihkan semua kenangan indah yang pernah mereka ukir berdua.
Akankah usaha Kiran akan berhasil memulihkan ingatan Areksa? Ataukah berhasil membuat suaminya kembali jatuh cinta lagi padanya? Apalagi dengan adanya kehadiran Anya sebagai orang ketiga di antara mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Phopo Nira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sebuah Permintaan Atau Syarat
“Haaaah, … Baiklah, kalau itu sudah menjadi keputusan akhir kalian berdua! kami hanya bisa menghargainya, tapi kami juga miliki sebuah permintaan atau lebih tepatnya syarat untuk mengijinkan kalian berdua berpisah,” ujar Papah Ibnu yang hanya bisa menghela napas berat dan mengalah dengan keputusan anak-anaknya.
“Maksud Papah?” tanya Reksa yang memiliki firasat buruk akan syarat yang di inginkan oleh Papahnya sendiri.
“Kalian boleh bercerai sesuai dengan keinginan kalian. Akan tetapi, seperti yang Papah katakan semalam padamu. Kau harus menyerahkan semua fasilitas yang kau miliki, seperti rumah ini, posisimu di perusahaan dan blackcard yang pegang,” ujar Papah Ibnu menegaskan di setiap katanya.
“Letakkan blackcard milikmu sekarang!” perintah Papah Ibnu.
Reksa pun meletakan dua blackcard yang selama ini dia miliki tepat di atas meja tanpa ada bantahan apapun darinya. Padahal hanya dua kartu yang menjadi andalah hidupnya selama ini, tapi Reksa tidak mengatakan protes sama sekali. Kemudian, Papah Ibnu melemparkan sebuah kartu kredit biasa yang limitnya hanya beberapa puluh juta saja.
“Kau gunakan kartu ini saja,” ujar Papah Ibnu.
“Terima kasih, Pah!” ucap Reksa yang terdengar enggan mengatakan itu.
“Kiran, kau bisa gunakan kedua kartu itu!” Papah Ibnu memberikan dua blackcard itu kepada menantunya.
“Tidak, Pah! Kiran tidak membutuhkan semua ini, termasuk rumah ini! Sebaiknya berikan kembali saja pada Mas Reksa. Sungguh aku tidak membutuhkan semua ini, Pah!”
Kiran menolak semua itu secara halus. Tentunya Kiran sangat terkejut di berikan fasilitas mewah sebanyak ini. Padahal jika dia nantinya resmi bercerai dengan Reksa, Kiran bukan lagi menantu dalam keluarga itu.
“Ini salah satu syarat dari Papah dan Mamah, jika kalian tetap bersikeras untuk bercerai. Gunakan semua ini untuk segala keperluanmu,” desak Mamah Syifa yang menyerahkan dua blackcard itu kepada Kiran secara langsung.
“Tapi Mah, _...”
“Terima saja, Kiran!” potong Papah Ibnu yang memaksa Kiran untuk tetap menerimanya.
“Dan Papah ada sebuah permintaan khusus untukmu, Kiran!” ujar Papah Ibnu dengan raut wajahnya yang terlihat semakin serius ketika mengatakannya.
“Apa itu, Pah?” tanya Kiran antara ragu dan penasaran, sebenarnya dia juga takut kau mertuanya itu memintanya melakukan hal yang tidak dapat dia perkirakan.
“Gantikan posisi Reksa sebagai Ceo di perusahaan Damarwangsa Group, Kiran!” ujar Papah Ibnu yang berhasil membuat Reksa dan Kiran sangat terkejut begitu mendengarnya
“Papah!”
Kiran dan Reksa bereaksi secara bersamaan mendengar permintaan Papahnya yang menurut mereka sangat tidak masuk akal. Kiran memang pernah bekerja di perusahaan ayahnya, sebelum perusahaan itu di satukan dengan Damarwangsa Group.
“Bagaimana bisa Papah menyerahkan posisi sepenting itu padanya?” protes Reksa yang tidak setuju akan permintaan Papahnya itu.
“Reksa bisa mengerti jika Papah ingin Reksa mundur dari posisi itu, karena kesalahan Reksa dan janji yang sudah Reksa buat dengan Papah! Reksa juga akan mengerti jika posisi itu akan di berikan kepada Seno. Reksa tidak akan masalah dengan itu semua? Tapi tidak menyerahkannya kepada dia, Pah?”
Reksa menyampaikan alasan dirinya sampai bisa memprotes keputusan Papahnya.
“Tentu saja bisa! Kau saja bisa menceraikan istrimu dengan mudah, lalu apa susahnya Papah menyerahkan perusahaan pada Kiran,” ujar Papah Ibnu dengan santainya.
“Pah, jika kami nanti sudah resmi bercerai dia bukan lagi menantu Papah, _....”
“Memang benar jika kalian sudah resmi bercerai, Kiran sudah tidak menjadi menantu kesayangan Papah dan Mamah lagi. Akan tetapi, dia akan selamanya menjadi anak kesayangan Papah dan Mamah,” potong Mamah Syifa yang berhasil membuat membuat Reksa terdiam.
“Pah! Mah, _....”
“Hargai keputusan kami juga sama seperti kami menghargai keputusan kalian,” potong Papah Ibnu ketika Kiran ingin menolaknya lagi.
“Mulai besok datanglah ke perusahaan untuk menggantikan posisinya, Kiran! Hanya itu permintaan dari Papah dan Mamah,” ujar Papah Ibnu yang membuat Kiran tidak memiliki pilihan lain selain menganggukkan kepalanya.
“Bagus, Nak! Papah lebih mempercayakan perusahaan padamu di bandingkan dengan anak bodoh ini,” imbuh Papah Ibnu yang dengan sengaja menyindir Reksa, sedangkan Reksa hanya membuang muka kesal akan sikap kedua orang tuanya.
“Dan untukmu Reksa! Papah hanya akan memberimu satu kesempatan untuk tetap bekerja di perusahaan yaitu sebagai sekretaris yang akan membantu Kiran. Namun, jika kau keberatan tidak masalah! Keluar secepatnya dari perusahaan, masih ada Seno yang akan membantu Kiran di sana!” Papah Ibnu tampak enggan mengatakan itu kepada putranya sendiri.
“Dan satu hal lagi, biarkan Papah saja yang mengurus surat perceraian kalian agar, _....”
“Tidak, aku yang akan mengurusnya sendiri! Kalau tidak ada yang perlu di bicarakan lagi, maka aku akan pergi sekarang!” potong Reksa yang sudah tidak tahan dengan kedua orang tuanya yang sangat jelas menyudutkan dirinya.
“Mas, kita sarapan bersama dulu!” seru Kiran yang merasa kasihan pada suaminya itu.
“Tidak perlu!” tolak Reksa sekenanya yang tanpa sadar melampiaskan kekesalannya kepada Kiran.
“Kiran, biarkan saja dia pergi!” ujar Papah Ibnu yang menyadari raut wajah kesedihan Kiran akan penolakan Reksa.
“Tapi Pah, _....”
“Tidak, Kiran! Biarkan saja dia pergi, lagi pula dia masih memiliki uang, mobil dan sebuah apartemen kecil. Jadi, dia tidak akan kelaparan ataupun luntang lantung di jalanan,” ujar Papah Ibnu yang membuat Kiran tidak bisa berbuat jauh lagi.
Sepanjang hari Kiran berusaha membujuk kedua orang tua Reksa untuk mengembalikan semuanya yang telah dia dapatkan dari perceraian itu. Akan tetapi, baik Papah Ibnu dan Mamah Syifa yang sudah terlanjur kecewa dengan putranya sulung itu.
...****************...
Lain halnya dengan Reksa sendiri yang kini sudah berada di apartemen kecilnya. Sebuah apartemen yang berhasil dia beli dengan menggunakan hasil kerja kerasnya sendiri selama masih masa kuliah. Dimana dirinya berkuliah sambil bekerja, karena dia ingin menjadi pria mandiri.
“Haaah, … Kenapa semuanya menjadi seperti ini? Mengapa aku menjadi ragu setelah apa yang aku inginkan sebentar lagi akan menjadi kenyataan? Dan kenapa ingatan tentang Kiran perlahan mulai muncul kembali, tapi hanya sebuah serpihan yang bisa di baca dalam berbagai arti?” gumam Reksa sembari merebahkan tubuh lelahnya di atas kasur.
“Papah dan Mamah begitu menyayangi Kiran! Begitu juga dengan Reksa bahkan orang-orang kantor juga begitu. Apakah memang aku yang salah mengartikan hubunganku dengan Kiran selama ini?”
Pertanyaan demi pertanyaan terus bermunculan di kepala Reksa, tetapi tidak ada satu pun jawaban yang dia dapatkan. Sambil berbaring, Reksa menatap langit-langit apartemennya dan tiba-tiba wajah Kiran muncul di sana yang sontak saja membuat Reksa terkejut sendiri.
“Astaga, apa itu barusan yang aku lihat!”
Reksa langsung bangkit dari posisi tidurnya, karena saking terkejutnya dengan kemunculan wajah Kiran.
Bersambung, ....