"Apa yang Dipisahkan Tuhan takkan pernah bisa disatukan oleh manusia. Begitu pula kita, antara lonceng yang menggema, dan adzan yang berkumandang."
- Ayana Bakrie -
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Venus Earthly Rose, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sabtu 19 November 2016
Andra bilang ia sering ke gereja akhir-akhir ini. Sehari setelah persidangan perceraian orang tuanya, ia kembali ke Jakarta. Tak ingin lama-lama di Semarang. Ia butuh waktu untuk memulihkan diri. Butuh waktu untuk mengeringkan lukanya dan menghapus duka. Ia hanya mencurahkan perasaannya kepada Tuhan. Duduk diam berjam-jam di dalam gereja, berkomunikasi dengan Tuhan. Sambil tangannya tak henti menggenggam rosario. Hanya dengan mengingat Tuhan ia merasa lebih baik. Hatinya terasa tentram, damai, ia bilang mungkin jika diperbolehkan ia ingin tidur di gereja. Gereja menjadi tempat ternyaman baginya. Ia memperbanyak doanya. Berharap semua bisa ia lewati. Ia hanya akan bergantung kepada Tuhan setelah ini.
Sepulang sekolah saat jam menunjukkan pukul lima sore, ia akan bergegas pulang dan mandi, makan, lalu menuju gereja yang letaknya tak jauh dari rumahnya. Ia kini tak tinggal di apartemen seorang diri lagi, ia tinggal bersama dengan kedua kakaknya. Ia tahu meskipun kakaknya sedang tak di Indonesia, mereka akan pulang ke rumah itu, rumah mereka. Ia akan duduk termenung di dalam gereja, terkadang berbicara dengan pastur tentang permasalahannya. Ia hampir setiap hari datang ke sana. Menghabiskan waktunya.
Andra bilang, hidupnya memang sedang tidak baik-baik saja, lukanya masih basah, dukanya belum hilang. Namun dia takkan menyerah, ia tahu ia bisa melewati ini semua, bisa menghadapinya. Hidup takkan mengasihani kita saat kita terpuruk, hidup tak peduli itu, maka kita yang harus bangkit dan menolong diri kita sendiri. Kita yang bisa memastikan bagaimana hidup kita ke depannya, kita yang berjuang untuk itu. Andra sedang berusaha bangkit.
Aku masih sama. Kehidupan ku berjalan, terus berjalan. Setiap hari masih muncul permasalahan yang selalu tak diduga meskipun tak seberat apa yang sedang dihadapi Andra. Hari-hariku masih sama di sekolah, aku sibuk dengan kegiatan di kelas baruku. Dari mulai UTS, dan kampanye Steven yang mencalonkan diri menjadi ketua OSIS, dan rivalnya adalah Eve. Ya, sungguh luar biasa. Tiba-tiba terjadi perang dingin di kelas kami. Aku? Tentu tak mencalonkan diri, menjadi anggota organisasi terlalu merepotkan. Aku ingin menikmati masa SMA yang langsung pulang ke rumah setelah jam pelajaran berakhir.Aku tergabung di klub sastra sekarang, namun kegiatan kami tak pernah sepulang sekolah, kegiatan kami selalu di jam istirahat di hari Kamis sampai Sabtu. Aku ketua klub itu, hehehe. Kegiatan kami seputar membahas lomba-lomba sastra yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat. Itu menyenangkan bagiku.
Aku tak tahu harus masuk ke tim sukses siapa, Eve teman sebangku-ku, Steven sahabatku. Kedua orang ini sangat berambisi untuk menjadi ketua OSIS. Jadi terkadang saat kami sedang makan bakso di kantin, aku akan pindah menjauh ketika mereka mulai berdebat tentang visi dan misi mereka sebagai ketua OSIS. Baksoku terkadang hampir tumpah karena mereka mulai memukul-mukul meja. Iya, Steven bisa mendebat Eve, ia tak mau mengalah meskipun ia menyukai Eve. Aku akan golput saat hari pemilihan tiba, takkan memilih salah satu dari mereka.
Kelasku dijuluki sebagai mini Eropa, ide Eve untuk memberikan aksen interior warna putih dilengkapi tanaman menjalar plastik. Kami meminta izin untuk mengecat meja guru menjadi putih dan diizinkan wali kelas kami. Kami juga menghias tembok kelas kami dengan beberapa lukisan cat minyak, ya hasil karya Eve dan anggotanya. Kelas kami terasa begitu bersih dan wangi karena dilengkapi juga dengan pengharum ruangan yang sehari disemprot lima kali karena para siswa di kelas kami selalu berkeringat. Alhasil kami selalu membeli pengharum ruangan seminggu sekali. Uang kas kami berjalan dengan lancar karena Wali kelas kami yang sekarang lebih galak dari yang dulu, namun beliau sama baiknya. Semua guru punya cara mendidik mereka untuk muridnya, semua mereka lakukan demi yang terbaik bagi murid-murid mereka. Beliau selalu berbicara datar, namun cenderung ketus, dan beliau sangat perhatian kepada murid-muridnya. Misalnya saja, minggu lalu Steven sakit, mengetahui hal itu, kami semua diminta berunding dan perwakilan Kelas wajib menjenguk, padahal Steven hanya sakit masuk angin, dia bahkan bisa makan dua porsi ayam geprek saat kami tiba di rumahnya.
Tentang permasalahan Afrizal dan gengnya yang telah lalu, para fansnya masih sering melihat sinis kepadaku dan aku tak peduli. Mereka hanya melihatku dengan tatapan tak suka dan terkadang sengaja tertawa terbahak-bahak sambil melirikku saat aku lewat di depan mereka. Aku mulai terbiasa. Meski terkadang aku ingin melempar mereka dengan kursi.
Tentang Brian, dia pindah sekolah karena terlibat tawuran dengan sekolah tetangga beberapa minggu lalu. Ia mendapat hukuman skorsing selama dua minggu dan saat masuk sekolah, ayahnya memindahkan dia ke sekolah di Bogor, di tempat neneknya. Jangan tanya betapa uring-uringan Brian saat menceritakan itu. Brian bilang dia menjadi tak bisa menyalurkan hobi tawurannya di sekolah yang baru. Aku bersyukur atas hal itu. Namun dia tetap punya banyak pacar di sekolahnya yang baru. Dasar pujangga buaya. Brian bilang dia mulai sadar jika tawuran tidak menyenangkan dan dari awal aku bingung apa yang menyenangkan dari tawuran. Brian masih ceria seperti biasa, namun dia kemarin tiba-tiba bertanya kepadaku apakah orang tua Andra bercerai, dan ku jawab iya, hanya itu. Dia bilang Andra menceritakannya namun ia kira Andra bercanda karena Andra menceritakannya sambil tertawa. Aku tak menceritakan lebih tentang apa yang dialami Andra. Aku dan Bri sempat terdiam beberapa saat ketika membahas tentang Andra. Aku tahu sepertinya Bri juga tahu jika Andra sedang sangat bersedih dan dia sedang menutupinya. Bri seperti kebanyakan anak laki-laki pada umumnya. Dia tak pandai mengungkapkan perasaannya dengan kata-kata dan memilih untuk mengungkapkan dengan perbuatan. Aku tahu dia pasti ingin memastikan Andra baik-baik saja. Bri bilang besok mungkin dia akan main ke Jakarta dan menemui Andra jika diizinkan oleh ayahnya. Aku mendukung keputusan Bri. Jika jarak tempatku dan Andra dekat, aku juga ingin datang dan menghiburnya. Namun kami terpisah jarak ribuan kilometer dan yang bisa ku lakukan saat ini hanya menghiburnya lewat layar ponsel. Aku harap apa yang ku lakukan bisa meringankan duka Andra. Aku selalu mencoba memastikan jika dia baik-baik saja dan dia akan bilang jika dia selalu merasa lebih baik setelah bercerita denganku. Aku harap Tuhan segera menyembuhkan lukanya dan mencabut duka yang sedang bersemayam di hatinya.
Kehidupan memang kejam, tak peduli apakah kita sedang terpuruk atau kita sedang kuat atau juga kita sedang bahagia. Kehidupan akan terus berjalan, pagi akan terus datang dan malam akan terus menghampiri. Hari esok akan terus datang dan berganti dengan hari-hari selanjutnya. Hidup terkadang membuat kita tertawa dan terkadang membuat kita menangis karena dirundung duka. Itulah hidup. Andra pernah bilang, jika kita melihat dunia dengan sudut pandang melihat dunia sebagai hamparan bunga, maka kita akan melihat dan menerima semua kenyataan hidup dengan senang hati, dia bilang apa yang dia alami seperti dia sedang menerima bunga yang belum mekar atau bahkan bunganya layu, jadi dia sedang berusaha untuk merawat bunga itu agar tumbuh dengan indah. Meskipun ia tahu tidak akan mudah. Dia yakin dia akan bahagia karena dia yang menentukan sendiri jalan hidupnya. Bagiku, hidup seperti roda yang berputar, terkadang ada di atas terkadang ada di bawah.