Sebagai anak perempuan tertua di keluarganya, Ayesha di tuntut untuk segera mencari pasangan hidup. Namun, trauma di masa lalunya, membuat Ayesha tidak jua mencari jodoh di saat umurnya yang sudah mencapai 30 tahun.
Begitu pula dengan Azlan yang merupakan anak tunggal dari keluarga terkaya yang sampai saat ini masih melajang di karenakan sebuah penyakit yang di deritanya.
Bagaimana jadinya, jika kedua insan tersebut bertemu dan melakukan kesepakatan untuk menikah. Akan kah Ayesha menerimanya? atau malah tidak menyetujuinya, karena ia hanya ingin menikah satu kali seumur hidup dan tentunya ingin memiliki keturunan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rafasya Alfindra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dibalik musibah masih ada cinta di hati
"Bagaimana keadaanmu, Dek?" Ayesha meletakkan kantong kresek yang dibawanya tadi di lantai. Sebelum pulang ke rumah, Ayesha menyempatkan waktu untuk membeli obat dan makanan untuk Ayuna.
Tidak ada jawaban dari Ayuna sehingga membuat Ayesha penasaran dengan kondisi adiknya.
Ayesha menoleh. "Kau baik-baik saja kan Yuna?" Ayesha memastikan kondisi adiknya terlebih dahulu sebelum membersihkan tubuhnya. Dari pagi hingga menjelang maghrib, Ayesha baru pulang dari mengamen. Sulitnya mencari pekerjaan membuat Ayesha dengan terpaksa mengemis di lampu merah dekat dengan tempat tinggalnya. Ya, hanya itu yang bisa ia kerjakan untuk mnghidupi kehidupannya dan juga adiknya.
"Ayuna ...!" Ayesha memastikannya sekali lagi. Namun Ayuna hanya diam dengan mata tertutup.
Ayesha berjalan menghampiri Ayuna. Di tatap tubuh sang adik yang sudah kurus karena penyakit yang di deritanya.
"Yuna ...!"Ayesha memanggil-manggil adiknya, ia mengguncang tubuh sang adik. Namun tetap saja, Ayuna tidak jua bangun.
"Yuna jangan tinggalkan Kakak!" Ayesha semakin histeris, ia tidak tahu harus melakukan apa? Sanak saudara pun ia tidak punya, bahkan Ayah Bahri saja sudah tidak peduli dengannya.
Ayesha memastikan denyut nadi Ayuna terlebih dahulu. Ternyata denyut nadi Ayuna masih aktif, tapi kenapa Ayuna tidak jua kunjung sadar?
Ayesha semakin kelabakan, ia harus membawa adiknya kerumah sakit terlebih dahulu. Ia tidak ingin kondisi sang adik semakin memburuk dan nyawanya menjadi tidak tertolong.
Ayesha berjalan tertatih-tatih keluar dari rumah. Tubuh yang tadinya terlihat lelah, dengan terpaksa ia hilangkan rasa lelah di tubuhnya. Ayuna butuh pertolongan dan ia tidak ingin mengabaikan kondisi adiknya begitu saja.
"Pak ... tolong adik saya!" Ayesha menghentikan pengendara motor, namun pengendara motor tersebut sama sekali tidak berhenti.
Ayesha semakin histeris tidak ada satu pun yang mau membantunya. Sudah tidak terhitung pengendara mobil atau pun motor ia coba hentikan untuk meminta pertolongan.
"Siapapun tolong adikku!" Ayesha menangis di tepi jalan. Ia tidak tahu harus meminta bantuan dengan siapa lagi. Untuk menghubungi taxi ataupun ambulans ia tidak bisa, karena satu-satunya ponsel yang Ayesha punya saat itu malah diambil Kinanti.
"Apa yang harus aku lakukan?" Ayesha tidak mungkin membawa sang adik dengan berjalan kaki ke rumah sakit. Jarak tempuhnya terlalu jauh, jika Ayesha memaksakan membawa Ayuna ke rumah sakit. Tapi Ayesha juga tidak mungkin membiarkan adiknya begitu saja. Ayuna butuh pertolongan saat ini.
~
Di rumah sakit
"Pulanglah Nak, biar Mama yang menemani Papa disini!"
Azlan tentu menggeleng, ia tidak bisa meninggalkan Papa Rezel begitu saja. Kondisinya begitu memperhatinkan, bahkan penyakit yang di derita Papa Rezel pun sudah lama dialami hanya saja sang Papa berusaha menutupi rasa sakitnya itu di depan anak dan istrinya.
"Pulanglah Nak. Kamu perlu beristirahat, biar Mama yang menemani Papa disini!" Vira kekeh menyuruh puteranya untuk pulang, karena saat sang suami pingsan, puteranya baru saja pulang dari kantor bahkan Azlan belum sempat membersihkan tubuhnya terlebih dahulu.
"Tidak Ma ...! Azlan tidak bisa meninggalkan Papa." Azlan masih setia menatap kearah sang Papa meskipun Papa Rezel begitu enggan membuka kedua matanya, ucapan dokter Willi masih terbayang-bayang di ingatan Azlan. Mana mungkin, Azlan bisa beristirahat dengan tenang jikalau kondisi sang Papa sangat memperhatikan.
Azlan takut, saat ia pulang ke rumah sang Papa sudah pergi untuk selama-lamanya. Ia tentu tidak ingin itu terjadi dan oleh sebab itu, ia akan tetap berada di sisi Papa Rezel sampai sang Papa sembuh.
Vira seakan tahu akan kegelisahan Azlan, ia membiarkan puteranya untuk di rumah sakit tanpa memaksanya lagi. Puteranya begitu takut meninggalkan sang Papa yang saat ini dalam keadaan kritis. Bahkan dokter sudah menvonis umur Rezel sudah tidak lama lagi.
Ada kesedihan yang begitu mendalam di hati Vira. Kenapa saat ia memukul suaminya membabi butalah yang membuat Vira tahu penyakit Rezel? Bahkan saat ia merasakan kekecewaan yang begitu mendalam, disaat itu pula rasa cintanya di uji seperti ini.
Mungkin sebagian orang bilang, Vira terlalu bodoh masih mau merawat sang suami padahal Rezel sendiri sudah mengecewakan dirinya dengan bermain hati dengan wanita lain. Tapi pemikiran seperti itu secepatnya di tepis oleh Vira, walau bagaimana pun juga Rezel adalah suaminya, surganya.
Vira tentu sudah ikhlas memaafkan Rezel, ia tidak akan mengungkit kesalahan Rezel lagi asalkan Rezel segera sembuh.
"Assalamualaikum ..." Freya mendatangi rumah sakit tempat Rezel di rawat.
"Waalaikumsalam, Mama ..." Vira terkejut akan kedatangan Mama mertuanya. Karena sebelumnya Vira belum sempat mengabari Mama mertua tentang kondisi Rezel yang sebenarnya.
Ada perasaan bersalah di hati Vira. Vira takut Mama Freya tahu, jikalau dialah yang menjadi penyebab Rezel down dan pingsan. Padahal dokter Willi sudah bercerita penyakit Rezel yang sudah memasuki stadium 4. Penyakit gagal ginjal Rezel sudah di level kronis, meskipun Rezel sendiri tiap bulan sudah mengikuti terapi ataupun yang lainnya, sesuai anjuran dokter Willi. Namun tetap saja, penyakit itu tidak mudah pergi begitu saja dari tubuhnya.
Freya mendekat. "Bagaimana keadaan Rezel, Nak?" Rasa sayang Freya tetap sama kepada Vira. Puteri yang ia rawat sedari kecil sekarang merangkap sebagai menantunya.
Vira memeluk tubuh sang Mama mertua, ia menumpahkan air matanya disana. Sedari tadi ia butuh tempat sandaran untuk berbagi keluh kesahnya.
"Ma ... Bang Rezel, Ma!" Vira menangis terisak, ia seperti tidak bisa melanjutkan ucapannya. Bahkan tubuhnya seakan bergetar menahan isak tangis yang seakan meledak untuk di keluarkan.
"Yang sabar sayang, Allah tidak akan menguji hambanya jikalau hambanya sendiri tidak siap untuk di uji."
Azlan yang melihat sang Mama menangis di pangkuan Oma Freya hanya bisa tertunduk, ia ikut sedih dengan kondisi sang Papa. Tapi ia belum bisa menjadikan tubuhnya untuk jadi sandaran bagi sang Mama.
"Sudahlah Nak, kamu jangan terlalu bersedih. Kita hanya bisa berdoa untuk kesembuhan Rezel. Semoga putera Mama akan segera sembuh. Agar puteri Mama ini tidak sedih lagi." Freya mengecup pipi menantunya dengan penuh kasih sayang.
Azlan berdehem, disana ia hanya dijadikan obat nyamuk tanpa di pedulikan keberadaannya.
Freya mengurai pelukannya. "Oma malah gak lihat kamu sedari tadi." Freya tersenyum menatap cucu satu-satunya, ia tahu Azlan tidak bisa di sentuh jadi Freya tidak berharap banyak jikalau Azlan akan mencium tangannya secara takzim.
Azlan yang tidak banyak bicara hanya diam saja, ia berdiri dari tempat duduknya dan ingin pamit pulang ke rumah.
"Azlan pulang dulu Ma, Oma. Nanti, Azlan akan datang kesini lagi. Sepertinya, Mama sudah ada teman disini!"
"Iya, Nak. Kamu hati-hati di jalan, nanti kabari Mama kalau sudah sampai."
Azlan hanya mengangguk dan berlalu keluar. Ia mesti pulang ke rumah terlebih dahulu. Kulitnya terasa lengket sedari tadi. Jadi tidak masalah ia pulang dulu, karena ada oma dan Mamanya yang menjaga Papa Rezel.
Di jalan pulang, Azlan melihat wanita yang ia kenali. "Itu Bukannya ..."Azlan mengingat wanita yang berada di tepi jalan. Dari postur tubuhnya Azlan yakin, wanita itu adalah orang yang ia kenali.
siapa itu pengamen ?
semogga Marco menemukan Ayesha