Cintanya pada sang istri. Celia memilih berselingkuh dengan pria lain karena tidak tahan dengan profesinya sebagai seorang tentara yang terkadang harus pergi memenuhi tugas negara demi menjaga Ibu Pertiwi.
Dengan teganya sang istri telah meninggalkan putri kecilnya yang masih berusia kurang dari tiga tahun. Kalut dan hancur ia rasakan saat itu, saat melihat buah hati kecilnya kehausan dan kelaparan karena Mamanya meninggalkannya begitu saja.
//
Hatinya terasa begitu sakit saat ia tidak tau harus membeli susu apa yang terbaik bagi putrinya dan saat itu dirinya bertemu dengan seorang wanita yang tengah duduk sendiri di tepi jalan, sedang menangis.
"Maaf.. boleh saya duduk disini?"
Wanita itu segera menghapus air matanya dan melihat sosok batita yang ada dalam gendongan.
"Silakan Pak..!!"
( Skip jika tidak tahan konflik. Jika terganggu dengan setiap hadirnya novel baru NaraY.. tolong jangan mampir. Terima kasih banyak 🙏 )
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NaraY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28. Hancur.
Tidak untuk dicontoh dan harap memaklumi. Jangan membawa pihak terkait. Disini hanya sebuah cerita, murni pengembangan dan pemikiran author. DI LARANG KERAS MENGAMBIL INTI CERITA..!!!!!!!
🌹🌹🌹
"Tanyakan pada hatimu nak, apa sungguh benar seorang ibu ingin membuang bayi yang ada di dalam kandungan?"
"Ayahnya menuduh anak ini bukan darah dagingnya, juga ayahnya yang telah membunuh kakek dari anak ini." Isak Rhena masih tidak bisa memaafkan Bang Arma.
"Mungkin ayahnya melakukan kesalahan yang sangat besar. Tapi apakah ayah dari anak itu pernah memukul? Tidak membahagiakan selama pernikahan? Sekasar apa ayahnya?"
Rhena terdiam sejenak mendengarnya, Bang Arma tidak pernah kasar padanya, selalu memberikan apa yang ia butuhkan. Semalam saat kabur, ia menyelinap mengambil mengambil sertifikat dan uang hasil kerjanya selama ini. Ia tidak ingin membawa harta apapun pemberian Bang Arma termasuk uang lima puluh juta rupiah itu.
"Kami sudah bercerai Mak." Jawab Rhena menutup percakapan.
//
"Armaaa.. jangan begini Ar..!!! Abangmu ini sedih sekali. Nanti kita cari Rhena sama-sama ya..!!" Bujuk Bang Renash melihat adiknya sudah seperti orang gila yang tidak berakal. Ia sampai harus menampar wajah Bang Arma karena sempat merebut pistol Pak Dewa untuk bunuh diri.
"Kamu jangan ikut terbawa arus Ren. Mental Arma sedang down. Biarkan Arma dulu, dia butuh waktu, butuh tenang dulu agar pikirannya kembali jernih." Kata Pak Dewa yang pernah mengalami hal seperti ini saat kehilangan istrinya dulu. "Tidak ada yang paham bagaimana sakitnya kehilangan kecuali kamu pernah mengalaminya Ren."
Bang Renash merenggangkan dekapannya dan membiarkan Bang Arma menangis sejadi jadinya, mengobrak abrik apa yang ada hingga selang infusnya terlepas. Bang Renash mengalihkan pandangannya tak sanggup melihat adik satu-satunya tertimpa masalah saberat ini.
Bang Arma terduduk lemas memeluk lututnya. "Rhenaaaaaaa.. pulang dek. Abang nyesel. Pulang ya sayaaang..!!" Ratapnya membuat seisi ruangan menjadi pilu.
"Anin.. suntikan penenang lagi. Saya nggak tega lihat Arma." Pinta Bang Renash.
"Tidak bisa Bang, Abang tanda tangan dulu di surat pernyataan, semua memiliki ambang batas..!!" Tolak dokter Anin.
"Saya yang akan tanggung jawab. Arma bisa gila kalau begini terus."
"Tapi Bang..!!"
"Saya nggak mau berlutut di kakimu Anin.. tolong..!!!!" Ucap tegas Bang Renash.
\=\=\=
Dua bulan berlalu.
"Sah.."
"Alhamdulillah..!!"
Dengan saran dari Pak Dewa akhirnya Bang Ojaz menikah setelah berkas pengajuan nikah usai.
braaakk..
Suara ribut terdengar di luar area gedung di Batalyon tempat Bang Ojaz dan Astarika menikah.
"Suara apa itu?" Tanya Bang Ojaz usai melangsungkan ijab qobul.
"Ijin Dan, Kapten Arma mabuk." Bisik Pratu Wahyu.
"Astagfirullah..!!" Secepatnya Bang Ojaz berdiri. Sampai hari ini dirinya masih terus merasa bersalah dan ikut menanggung hancurnya hidup Bang Arma.
"Kangmas mau kemana?" Tanya Rika.
"Dinda tunggu disini ya, si Arma mabuk." Jawab Bang Ojaz.
"Maaaass.. tusuk penthulnya tersangkut..!!" Pekik Rika.
Bang Ojaz sedikit menunduk lalu melepas kerudung penutup kepalanya dan berlari menolong Bang Arma.
:
"Kali ini mabuk minuman??????" Tanya Bang Renash kaget. "Ku kira dia mabuk seperti biasanya. Sejak kapan Arma kembali mabuk-mabukan begini????"
Anggota yang menolong Bang Arma pun ikut bingung sebab pria yang sudah berpangkat Kapten itu sangat taat dalam beribadah dan hampir tidak pernah terdengar bermasalah dengan benda-benda haram.
"Semalam kamu ikut Arma khan? Kemana dia pergi?" Selidik Bang Renash.
"Ijin.. hanya keliling di kota saja mencari ibu dan ngopi di pinggir jalan. Keadaan Kapten Arma tetap sama.. banyak melamun, merokok." Penjelasan dari Pratu Wahyu.
"Kamu yakin??"
"Siap..!!"
"Atasanmu itu pemegang penghargaan taktik terbaik, apa kamu yakin tidak kecolongan????" Bentak Bang Renash.
"Siap salah..!!" Tak ada yang bisa Pratu Wahyu katakan lagi karena dirinya pun mengakui kelihaian seorang Kapten Arma.
:
"Cepat buka mata atau Abang hantam wajahmu..!!" Ancam Bang Renash.
Perlahan Bang Arma membuka matanya usai sadar total dari mabuknya.
"Kamu boleh terpuruk tapi jangan membuatmu bodoh Ar..!!! Kamu punya masa depan. Apa wanita di dunia ini hanya Rhena??"
"Bagaimana kalau kau mengalami masalah sepertiku? Bagaimana kalau aku memintamu berpisah dengan Geeta?? Kau sanggup????" Bang Arma balik bertanya. "Iya, bagiku wanita di dunia ini hanya Rhena, bahkan Geeta tak ada apa-apanya di banding Rhena.
"Jangan bawa nama gheeta..!!!!!" Bentak Bang Renash.
"Dan kau jangan pernah sekalipun menganggap istriku buruk..!!!" Bang Arma balik membentak Abangnya.
Tak ingin keadaan semakin buruk, Bang Renash keluar dari rumah Bang Arma.
Selepas Abangnya pergi, Bang Arma mengambil sesuatu dari kantongnya kemudian membakar dan menghisapnya.
Sejak hari naas itu, setiap mengingat Rhena, air matanya selalu mengalir.
'Aku ikhlas menghancurkan diriku yang tidak berguna ini. Biarkan aku mati untuk menebus semua kesalahanku..!!'
D**ah nafas kelegaan begitu menenangkan, untuk sejenak pikirannya melayang terbang. Terbayang paras wajah Rhena.
~
Bang Renash ikut naik darah menghadapi tingkah adiknya belakangan ini. Entah kenapa tingkat emosional Bang Arma semakin tidak terkendali. Sering bersinggungan dengan warga sipil, balap liar, berkelahi dan segala tindakan yang tidak bisa ditoleransi.
Teguran demi teguran tidak di indahkan Bang Arma. Rasa takutnya seakan hilang.
"Kamu kenapa Ar? Abang pusing mikir kamu..!!"
Mbak Geeta mengambilkan air minum untuk suaminya usai menyuapi Wibi dan Riri. Perutnya yang sudah mulai besar membuatnya sering merasa lelah.
"Bagaimana keadaannya Mas?"
"Semakin parah dek. Nggak bisa di kendalikan. Rhena ada dimana ya? Kalau Rhena tidak segera di temukan dia bisa mati patah hati atau yang paling parah, dia bisa mati di keroyok warga." Kata Bang Renash.
"Sabar ya Mas, kasihan juga Geeta lihatnya." Geeta beringsut di dada Bang Renash, sudah beberapa waktu ini suaminya itu kurang memperhatikan dirinya. "Maas, Geeta kangen."
"Mas minta maaf sudah mengabaikanmu." Bang Renash mengecup kening Geeta. "Sekarang waktunya memanjakanmu." Bang Renash mengangkat Geeta dan masuk ke dalam kamar.
.
.
.
.
Allahuakbar tumbukan kamper /Grin/