"Lepaskan aku, dasar pemaksa!" Nayla.
"Seharusnya kau senang karena menikah dengan pria tampan, kaya dan mapan sepertiku!" Reinhard.
Nayla, gadis polos dari desa yang terpaksa menikah dengan seorang mafia kejam, psikopat dan menyebalkan demi membayar hutang kedua orangtuanya.
Namun siapa sangka di balik sikap kejam Reinhard, pria itu menyembunyikan banyak luka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28
Nayla menyusul Rein yang saat ini berada di ruangan pribadinya. Ia ingin menanyakan maksud dari ucapan Rein yang memintanya mengugurkan kandungan.
Ceklek!
"Jika kedatangan mu kemari ingin membahas soal bayi itu, maka pergilah. Karena aku tidak peduli padanya," usir Rein. Padahal Nayla sama sekali belum mengatakan apapun padanya. Tapi pria itu sudah melukai perasaannya.
"Dia tidak bersalah, kenapa kau menyuruhku untuk--"
"Bukankah kau juga tidak menginginkan nya, jadi untuk apa dipertahankan. Anggap saja itu sebuah kesalahan. Aku menikahi mu bukan untuk melahirkan seorang anak!" Rein mendekati Nayla dan menatap tajam wanita yang sedang terdiam menunduk di hadapannya itu.
Hati Nayla semakin sakit mendengar setiap kalimat yang keluar dari bibir Rein. Bagaimana bisa seorang ayah tega ingin menghabisi darah dagingnya sendiri.
"Akan lebih baik jika bayi itu di musnahkan! Aku tidak mau, anak itu nanti jadi alasan mu untuk meninggalkanku suatu saat nanti dan--" Rein membelakangi Nayla tana melanjutkan kalimatnya. Tangannya terkepal erat, rahangnya mengeras.
Bukan tanpa alasan Rein meminta Nayla melakukan itu. Dia seorang mafia, sudah pasti musuhnya ada dimana-mana. Apalagi kalau mereka tahu, Rein mempunyai seorang istri yang sedang mengandung.
"Aku tidak ingin mereka menyakitimu, itu saja," lirihnya.
Tidak tega melihat keadaan Rein yang terlihat merasa bersalah, membuat Nayla tersentuh. Ia mendekati pria itu dan mengangkup wajahnya.
"Kenapa kau menyentuhku! Menjauhlah! Kau bisa muntah dan mual lagi nanti!" Rein mendorong Nayla, tapi wanita itu masih tetap di posisi yang sama.
"Sebenarnya masih sedikit mual, tapi aku menahannya karena aku juga merindukanmu!" lirih Nayla. "Satu minggu kau mengabaikan aku, bahkan tidak memberiku kabar sama sekali."
"Apa kau sudah mulai membuka hatimu untukku Ay?" tanya Rein menatap dalam manik mata Nayla.
"Entahlah, hanya saja aku merasa nyaman saat berada di dekatmu. padahal, awalnya aku begitu membencimu. Kau menyebalkan, pemaksa, kasar danphh--" kalimat Nayla terhenti saat Rein membungkam bibirnya.
Hanya sebuah ciuman tanpa luma-tan. Tidak lebih dari itu. Namun berhasil membangunkan sisi lia milik Rein.
"Lalu kenapa kau terus mencaciku? Apa yang kau rindukan dari pria menyebalkan, pemaksa, dan kasar sepertiku, hum?" tanya Rein seraya mengusap lembut wajah istrinya.
"A-aku merindukan semua yang ada pada dirimu," Nala menyentuh mata, bibir dan terakhir sesuatu di bawah sana yang sudah membesar.
"Jangan menggodaku Ay, kau tahu aku sedang tidak ingin melakukannya!" bohongnya. Padahal, ia ingin sekali menerkam Nayla kalau saja wanita itu sedang tidak hamil.
"Tapi tadi aku benar-benar jujur Rein."
Greb!
Rein membopong Nayla, membuat wanita tersebut terkejut dengan perlakuannya yang selalu tiba-tiba seperti ini.
"Kalau begitu, kita lakukan sekarang! Aku sudah tidak tahan."
"Lalu bayi kita, apa kau masih berniat untuk--"
"Tidak! Asal kau berjanji satu hal. Jangan pernah meninggalkanku, maka akan kuijinkan kau melahirkannya," jawabnya tegas. "Apapun yang terjadi, tetaplah berada di sisiku. Hanya kaulah yang saat ini aku miliki."
"Aku janji." Nayla tersnyum bahagia. "Jadi, kita akan membesarkan bayi ini bersama-sama 'kan?!"
Rein menjawab dengan anggukan lemas. Ia masih memikirkan jika apa yang ia takutkan nanti akan terjadi.
"Rein, jangan marah. Lihat mataku!"
"Iya Ay, aku juga sedang melihatmu," jawabnya.
Cup!
Untuk beberapa detik Nayla menahan ciuman singkat tersebut, hingga...
Huwek!
Wanita itu kembali memuntahkan isi perutnya tepat di dada Rein sama malam itu.
"Lagi?! Oh God! Dia masih berada di dalam perut saja sudah menyiksaku seperti ini, apalagi kalau sudah keluar!" umpatnya kesal seraya mengusap wajahnya frustasi.