Karena sudah bosan dengan hidup susah, akhirnya Dinda memilih jalan pintas mengikuti teman-temannya yang menjadi wanita simpanan para pria kaya di luar sana. Sebutan kerennya sugar baby.
Mereka bisa hidup mewah dan banyak uang bahkan temannya ada yang dibelikan mobil hingga membuat Dinda tergiur untuk melakukan hal itu saat sekolah demi membantu ekonomi keluarganya karena dia mulai bosan makan dengan tahu dan tempe saja.
Lalu, akankah Dinda mendapatkan apa yang diinginkannya dengan standar yang begitu tinggi untuk calon sugar Daddy-nya karena dia tidak ingin laki-laki tua dan perut buncit seperti sugar daddy-nya Intan teman sekolahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tessa Amelia Wahyudi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5. Pertama Kali
Ibunya meminta pada suaminya untuk mencari putri sulung mereka. Sudah sejak siang tadi Dinda tidak pulang ke rumah makan sampai saat ini sudah jam 10 malam pun dia belum pulang sebagai seorang ibu, dia pasti sangat memikirkan keadaan putrinya.
"Ayo mas, cari Dinda. Sudah jam segini tapi Dinda belum juga pulang. Aku khawatir dengan keadaan putri kita," ucap ibunya Dinda yang sangat mengkhawatirkan keadaan putrinya. Bagaimana pun perasaanmu sebagai seorang ibu tidak bisa dibohongi. Dia takut mereka semua akan menyesal nantinya.
"Tapi ke mana kita akan mencarinya? nomor ponselnya tidak aktif dan kita juga tidak memiliki nomor ponsel teman-temannya. Bahkan yang lebih parahnya lagi kita tidak mengetahui siapa saja teman-teman anak kita." jelas ayahnya. Bukan dia tidak merasakan hal yang sama. Sebagai seorang ayah dia juga merasa kekhawatiran yang sangat luar biasa pada Putri mereka. Terlebih lagi dia sadar bahwa dia tidak bisa memberikan kehidupan yang layak untuk anak-anaknya bukan hanya dengan Dinda saja.
Mendengar apa yang suaminya katakan membuat ibu Dinda semakin merasa khawatir. Kenapa saat ada teman-temannya Dinda datang tadi dia juga tidak bertanya siapa mereka dan bahkan dia mencurigai putrinya sendiri.
"Sekarang bilang sama aku, kenapa Dinda bisa pergi dari rumah? apa kalian berdua bertengkar?" dengan lesu ibu Ida menjawabnya. Dia memang bertengkar dengan Dinda tadi siang karena uang yang Dinda bawa untuk melunasi hutang kontrakan mereka.
"Tadi Dinda datang dan membawa uang sebesar 2 juta untuk membayar tunggakan kontrakan kita. Aku tanya dari mana dia mendapatkan uang itu dan dia mengatakan bahwa dia mendapatkannya dari teman-temannya. Aku bertanya seperti sedang menuduhnya, jadi dia marah dan memilih pergi dari rumah. Dia mengatakan bahwa dia lelah selalu saja dituduh seperti ini." jelas ibu Ida. Ayah Ardan hanya bisa menghela nafasnya frustrasi. Dia tidak ingin menyalahkan istrinya karena sebagai seorang suami seharusnya dia yang bisa bertanggung jawab pada seluruh keluarganya tapi tidak, karena istrinya juga bekerja untuk membantu kebutuhan ekonomi keluarga mereka.
"Sudah, jangan menangis lagi. Berdoa saja supaya Dinda cepat pulang. Maaf, bukan aku tidak ingin mencari Dinda, hanya saja memang kita tidak tahu kemana kita akan mencarinya. Bersabarlah, dan aku juga meminta maaf atas ketidakberdayaan aku sebagai kepala keluarga yang tidak bisa memenuhi kebutuhan rumah tangga kita hingga membuat kamu harus membantuku untuk mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan keluarga kita." ucap ayah Ardan. Sebagai kepala keluarga dia sangat menyesal dengan ketidakberdayaannya sebagai pemimpin di keluarganya. Seharusnya dia bisa memberikan kehidupan yang layak untuk anak dan istrinya, tapi dia tidak bisa melakukan semua itu.
"Sudahlah, sekarang ayo tidur. Percayalah jika Dinda akan pulang besok."
***
Sedangkan di apartemen Daniel, Dinda masih tidak bisa meminjamkan matanya setelah mengetahui apa yang harus dilakukannya saat ini. Bukannya tidur Dinda malah tidak bisa melakukannya. Ini adalah pertama kalinya dalam hidup Dinda merasakan tempat tidur yang sangat empuk seperti ini. Tidak hanya itu saja bahkan kamar ini saja jauh lebih besar dari rumah kontrakan mereka yang sebulan sejuta itu.
"Ya ampun, ini gimana cara nyalain ac-nya? mana ini gerah banget lagi," ucap Dinda yang merasa kepanasan karena dia tidak tahu bagaimana cara menghidupkan AC yang berada di ruangan ini. Bertanya dengan kedua temannya juga tidak mungkin karena mereka tidak bisa dihubungi dan lebih tidak mungkin lagi jika dia memanggil Daniel pemilik tempat ini untuk menyalakan AC miliknya. Entahlah, Dinda tidak tahu harus melakukan apa saat ini yang jelas dia mengambil jalan pintas dan tidur di ruang tamu saja. Setidaknya itu jauh lebih baik karena dia merasa di sana cukup dingin.
Dinda keluar dari kamarnya dan membawa bantal serta selimut miliknya. Dia sudah memutuskan bahwa akan tidur ruang tamu saja malam ini dan besoknya dia akan bertanya pada teman-teman yang bagaimana cara menyalakan benda pendingin ruangan tersebut.
Baru saja dia hendak merebahkan tubuhnya dan memejamkan mata tiba-tiba saja dia sudah mendengar suara pria pemilik tempat ini. Ya Daniel bertanya padanya apa yang sedang dilakukannya di ruangan tamu seperti ini.
"Apa yang sedang kau lakukan di sini?" tanya Daniel ketika melihat Dinda yang berada di ruang tamu dengan membawa bantal. Jangan bilang jika gadis itu ingin tidur di depan tv.
"Maaf Om, aku nggak ngerti cara ngidupin AC di kamar jadi aku mau tidur di sini aja deh. Lagian ini juga udah lebih dari cukup bagi aku." ucap Dinda karena memang dia merasa tempat ini saja sudah lebih dari cukup baginya.
Daniel ingin sekali berteriak dengan kencang saat ini ketika mendengar jawaban dari Dinda. Gadis itu mengatakan bahwa dia tidak bisa menghidupkan dan bahkan dia tidak tahu cara menyalakan AC. Entah gadis seperti apa yang Kevin kirimkan untuknya.
"Astaga! di mana kau tinggal selama ini ha? apa kau tinggal di hutan? bahkan cara menghidupkan AC saja kalau tidak tahu caranya lalu apa yang bisa kau lakukan?" tanya Daniel dengan begitu frustrasi. Sungguh, dia benar-benar tidak percaya dengan semua ini. Bagaimana bisa ada gadis sekampungan dan sebodoh ini. Rasanya ingin sekali Daniel menenggelamkan Kevin di dalam Palung Mariana untuk meluapkan kekesalan hatinya saat ini.
"Kau memiliki ponsel walau ponselmu itu sudah jadul. Kau bisa mencari tahunya di internet. Lalu apa masalahnya lagi?" tanya Daniel yang mulai tersulut emosinya.
"Hehehe, gak ada kuota om. Belum beli voucher."
"What?" pekik Daniel yang semakin tidak percaya dengan ini semua. Sungguh, besok dia akan bertemu dengan Kevin dan meluapkan kekesalan hatinya saat ini. Bisa-bisanya dia mengirimkan gadis yang seperti ini untuknya. Jangankan tertarik menyentuhnya, melihatnya yang begitu kampungan saja sudah membuat Daniel sakit kepala. Dia juga tidak yakin jika gadis ini bisa memuaskannya. Entahlah, dia tidak tahu apa yang harus dilakukannya lagi saat ini.
"Kau, astaga! bagaimana cara aku menjelaskan kepadamu? di rumah ini memiliki wi-fi dan kau bisa memakainya sepuasmu. Kau hanya tinggal menghidupkan wi-fi mu saja dan langsung tersambung. Aku tidak percaya dengan ini. Kau masih memakai voucher untuk internet? Astaga, bagaimana jika kau pergi ke Jerman? Kau bahkan hanya tinggal menyalakan ponselmu di setiap sudut Kota dan langsung bisa mengakses jaringan internet! Ya Tuhan, apa ini?" tanya Daniel yang semakin di kuasai oleh rasa kesalnya terhadap Dinda ini.
"Sekarang masuk ke kamarmu dan kau bisa menekan tombol on untuk menyalakan ac-nya. Kau bisa mengatur berapa suhu yang kau inginkan! Dasar bodoh!" umpat Daniel pada Dinda.
jadiningatwaktuitudi depanaltar❤❤❤❤