Setelah gagal berjodoh dengan Ustaz Ilham, tanpa sengaja Zahra bertemu dengan pria yang bernama Rendra. Dia menolong Rendra saat dikejar seseorang, bahkan memberi tumpangan pada Rendra yang mengaku tak mempunyai tempat tinggal.
Rendra yang melihat ketulusan hati Zahra, merasa jatuh cinta. Meski dia selalu merasa kotor dan hina saat berada di dekat Zahra yang merupakan putri pertama pemilik dari pondok pesantren Al-Jannah. Karena sebenarnya Rendra adalah seorang mafia.
Apakah Zahra akan ikut terseret masuk ke dalam dunia Rendra yang gelap, atau justru Zahra lah penerang kehidupan Rendra?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 28
Zahra semakin menggigit bibir bawahnya. Air matanya sudah mengembun di ujung matanya. Haruskah dia pulang ke rumah menemui orang tuanya?
"Gimana?"
Zahra memalingkan wajahnya saat air mata menetes di pipinya.
Rendra hanya menghela napas panjang. "Jangan menangis. Iya, aku tahu perasaan kamu. Aku sebenarnya juga gak rela kamu pulang ke rumah setelah apa yang orang tua kamu lakukan sama kamu. Tapi kali ini demi kebaikan kamu. Aku gak mau kamu sakit. Aku ingin kamu cepat sembuh."
Zahra menghapus air matanya asal. Dia kini meluruskan pandangannya. "Nanti aku pikirkan soal ini."
"Oke, biar aku yang mengantar kamu."
Zahra mengangguk pelan. "Tapi nanti kamu dimarahi sama orang tua aku."
"Aku sudah biasa."
Mereka kini sama-sama terdiam menikmati angin sore yang sepoi-sepoi.
"Zahra," Rendra kini menatap Zahra, tapi dia terkejut saat melihat hidung Zahra yang mimisan lagi. "Zahra, kamu istirahat saja ya."
Buru-buru Zahra mengusapnya dengan sapu tangan. Setiap kali mimisan kepalanya terasa sangat pusing dan tubuhnya melemas.
"Zahra!" Rendra menahan tubuh Zahra yang kian melemas dengan lengannya yang kokoh.
"Zahra," wajah Zahra semakin memucat, dia kini tak sadarkan diri. "Zahra, kamu harus bisa bertahan. Kamu harus bisa melawan sakit ini." Rendra semakin merengkuh tubuh yang semakin kurus itu. Bukan dia mencari kesempatan tapi dia ingin menyalurkan semua kekuatannya untuk Zahra. Meski dia tahu, itu tidak mungkin bisa.
"Rendra, Zahra pingsan lagi?" Hendra berjalan cepat menghampiri mereka berdua.
Rendra hanya menganggukkan kepalanya.
Hendra meraih tubuh Zahra dan memeriksa denyut nadinya. "Dia semakin melemah."
"Besok, biar aku ke rumah orang tuanya. Kalau perlu aku akan memohon sama mereka. Aku sudah gak peduli dengan harga diri aku yang diinjak-injak oleh mereka. Yang terpenting Zahra segera sembuh." Rendra berdiri sambil menyusut air mata yang ada di ujung matanya. Dia kini berjalan terpincang meninggalkan mereka berdua.
Rendra yang aku kenal adalah seorang penguasa. Dia tidak mungkin mau harga dirinya dijatuhkan oleh orang lain. Baru kali ini Rendra menekan semua egonya. Ternyata tanpa disadari cinta Rendra sangat besar untuk Zahra.
Kemudian Hendra mengangkat tubuh Zahra dan segera membawanya ke ruang rawatnya.
"Suster, pasang lagi infusnya." perintah Hendra pada suster sambil menurunkan tubuh Zahra di atas brangkar.
"Iya, Dok."
Hendra kini menatap wajah Zahra yang kian memucat, dia harus segera melakukan tindakan. "Suster percepat jadwal kemoterapinya."
"Baik."
Beberapa saat kemudian Zahra membuka matanya. Dia melihat dirinya kini sudah terbaring di atas brangkar di ruang rawatnya.
"Zahra, syukurlah kamu sudah sadar." Hendra memeriksa kembali tensi darah Zahra. "Tensi kamu rendah lagi. Sepertinya hb kamu juga turun lagi."
Zahra hanya terdiam. Dia menatap kosong tembok ruang rawatnya.
"Zahra, kamu yakin gak mau pulang? Kalau mau, aku bisa mengantar kamu." kata Hendra.
Zahra hanya terdiam.
"Zahra, aku juga gak tahu masalah apa yang terjadi antara kamu dan keluarga kamu. Tapi ini jalan satu-satunya, agar kamu cepat membaik dan kamu juga tidak menahan rindu pada keluarga kamu lagi." Perlahan Hendra memberi masukan pada Zahra. Dia yakin, sebenarnya yang dibutuhkan Zahra saat ini adalah kasih sayang keluarganya.
"Iya, besok saya akan pulang tapi dengan Rendra. Karena masalah ini antara saya, Rendra dan keluarga saya."
Hendra tersenyum kecil. "Iya, tidak apa-apa. Hmm, kalau boleh aku tahu apa kamu jatuh cinta dengan Rendra?"
Seketika Zahra menatap Hendra. Dia menggeleng cepat. "Tidak!"
Hendra semakin tersenyum. "Aku memang Dokter spesialis kanker dan penyakit dalam tapi selain itu keahlian aku adalah membaca isi hati seseorang."
Zahra mengernyitkan dahinya. Dia sendiri tidak tahu bagaimana perasaannya dengan Rendra.
"Rendra itu orang yang sangat baik. Aku bersahabat dengan dia sejak SMA. Kita juga sempat kuliah di satu kampus yang sama. Tapi satu kebiasaan buruknya ya itu dia selalu menantang mara bahaya. Seolah umurnya bisa di cheat." Hendra tersenyum mengingat Rendra. "Dia sudah beberapa kali kena tembak tapi dia masih saja hidup sampai sekarang." kemudian Hendra menghela napas panjang.
"Aku lihat dia sekarang mulai berubah. Dia jauh lebih baik dari sebelumnya. Aku yakin, kalian saling mencintai. Segeralah bersatu, pasti hidup kalian akan jauh lebih bahagia. Dan satu lagi, obat terampuh sebuah penyakit adalah bahagia." Hendra tak mengerti, mengapa dia begitu lancar berbicara seperti itu. Padahal dia sebenarnya juga menyukai Zahra, tapi dia tepis perasaan itu. Karena jika Zahra dan Rendra bersatu, Zahra pasti akan menunjukkan jalan yang benar untuk Rendra. Begitu juga sebaliknya, energi positif Rendra pasti akan tersalur untuk Zahra dan bisa membuat hidup Zahra bahagia.
Zahra hanya terdiam. Dia masih belum bisa memikirkan perasaannya. "Saya belum kepikiran sampai sejauh itu. Dan lagipula, saya tidak mungkin bersama Rendra dengan kondisi saya yang seperti ini."
"Ya sudah, sekarang kamu istirahat. Semoga lekas membaik." Hendra berdiri dan keluar dari ruangan Zahra.
Perasaan yang sama?
Zahra menghela napas panjang. Dia kini memikirkan seseorang yang sering muncul di mimpi setiap malamnya.
Rendra....
...***...
Keesokan harinya, dengan bantuan suster, Zahra bersiap untuk pulang ke rumahnya.
"Zahra, kalau tubuh kamu sudah merasa lemas, kamu harus segera diinfus dan minum beberapa obat ini. Semua peralatan akan dibawa suster yang ikut kamu," pesan Hendra.
"Maaf Dokter, apa ini tidak berlebihan. Saya tidak perlu suster."
Hendra menggelengkan kepalanya. "Tidak. Aku harus tetap memastikan kondisi kamu meski diluar pengawasan aku."
Akhirnya Zahra menganggukkan kepalanya. Dia kini keluar dari ruang rawatnya. Terlihat Rendra sudah menunggunya di lorong rumah sakit. Kemudian mereka berjalan beriringan menuju tempat parkir.
"Akhirnya, kamu mau pulang." kata Rendra sambil sesekali menatap Zahra.
"Aku sebenarnya ragu. Aku takut abi masih marah."
"Ada aku."
Perkataan Rendra membuat Zahra tenang. Mereka kini masuk ke dalam mobil dan duduk bersebelahan di jok belakang karena di depan ada sopir dan juga suster.
Perjalanan ke rumah Zahra memakan waktu sampai dua jam. Zahra terkantuk-kantuk sampai kepalanya terbentur kaca mobil.
Rendra mencari bantal leher dan memasangkannya di leher Zahra untuk menopang kepala Zahra.
Semoga segera ada jalan untuk kesembuhan kamu.
Mobil yang ditumpangi mereka kini berhenti beberapa meter sebelum rumah Zahra karena ada sebuah mobil truk yang sedang membongkar peralatan pesta.
Zahra membuka matanya. Dia melihat beberapa orang sibuk berlalu lalang menuju rumahnya sambil membawa peralatan pesta.
"Ada acara apa di rumah?" tanya Zahra.
Jadi benar Ustaz Ilham akan menikahi adiknya Zahra?
"Sepertinya akan ada pesta pernikahan, tapi siapa yang akan menikah?" Zahra menutup mulutnya. "Jangan-jangan Syifa."
Rendra hanya terdiam. Sepertinya ini bukan waktu yang tepat untuk Zahra pulang ke rumah. "Kamu jadi pulang atau tidak? Hmm, gini, sebenarnya waktu aku mencari kamu ke rumah waktu itu, Ustaz Ilham kembali melamar Syifa dan mereka akan segera menikah dan mungkin ini acara mereka."
Zahra terdiam beberapa saat untuk berpikir. "Aku gak mungkin merusak kebahagiaan mereka. Kita putar balik saja."
💕💕💕
.
Like dan komen ya...
jgn lama2
critanya bnyk bngt cobaan nya