Aya tak pernah menyangka sebelumnya, sekalipun dalam mimpi. Jika kepindahannya ke kota kembang justru menyeretnya ke dalam kehidupan 'ibu merah jambu'.
Kejadian konyol malam itu, membawanya masuk ke dalam hubungan pernikahan bersama Ghifari yang merupakan seorang perwira muda di kepolisian. Suka duka, pengorbanan dan loyalitas menjadi ujian selanjutnya setelah sikap jutek Ghi yang menganggapnya pengganggu kecil.
Sanggupkah Aya melewati hari-hari yang penuh dedikasi, di usia muda?
~~~~~
"Kamu sendiri yang bilang kalau saya sudah mele cehkan kamu. Maka sebagai perwira, pantang bagi saya untuk menjadi pengecut. Kita akan menikah..."
- Al Ghifari Patiraja -
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12# Touching
Ghi memang tak pernah main-main. Ia bahkan mengobrak-abrik lemari istrinya dimana akhirnya ia menemukan rok pemberian SMA sekolahnya kini.
"Saya ngga mau tau, besok pake yang ini." Serahnya pada Aya.
Titahnya saklek, mutlak tanpa toleransi lagi. Begitulah Ghifari.
"Abang tega banget. Itu baju Aya jadi acak-acakan lagi!" tunjuknya ke arah lemari. Dimana pakaiannya sudah tak serapi sebelumnya.
"Suruh siapa mancing-mancing."
"Ada rapat paripurna apa nih, sampe ngabisin waktu belasan menit?" goda mama saat batang hidung keduanya baru saja muncul di meja makan. Ghi dengan wajah yang masih menyisakan emosi, dan Aya yang persis itik kecemplung api neraka.
Lirikan Ghi begitu sinis dan tajam mengawasi sang istri di kursi samping dan hal itu disadari oleh mama yang kemudian mengusap pundak Ghi, "pelan-pelan, Ghi...pelan-pelan abang sayang didik adek manisnya."
"Ihhh." Keduanya saling menatap ngeri dan hal itu memancing tawa mama pagi ini.
.
.
Aya naik ke boncengan belakang motor Ghi. Dimana mulai dari pagi yang lalu, tugas mengantar Aya ke sekolah adalah tugas wajib pak polisi satu ini.
"Hati-hati, jangan ngebut." Pesan mama melambaikan tangannya ke arah anak--mantu. Kalo begini kan, dunia terasa lengkap untuknya, cuma tinggal nunggu kehadiran cucu, itu saja.
"Dah tante! Eh mama...." Aya berseru membalas lambaian tangan itu. Ada senyuman selebar dunia dari mama Rena demi mendengar panggilan Aya. Sudah lama sekali ia mendambakan memiliki seorang anak perempuan, hingga di usia senja yang sudah tak bisa produksi lagi, Tuhan benar-benar tak mengabulkan keinginannya, menjadikan Ghifari sebagai anak tunggal.
Namun sekarang, ia bersyukur ada Aya...bocah yang sejak kecil sering bersamanya. Ia suka pada Aya, bahkan tak jarang meminjam Aya pada kedua orangtuanya itu untuk ia bawa ke rumah atau berjalan-jalan.
Persis naik motor tukang ojek, Aya kebingungan untuk menaruh kedua tangannya dimana, kalo bisa akan ia kreseki saja. Dan Ghi hafal dengan gelagat itu, hingga ujungnya Aya memilih mendekap kedua tangannya di dada saja dengan sesekali menahan ruang antara dadanya dan punggung Ghi terutama saat Ghi memberikan tekanan rem di laju motornya.
"Pulangnya nanti dijemput ojol aja, abang masih dinas."
"Hm." Gumam Aya persis orang sariawan sebagai balasan, ia paham betul Ghi pastilah masih bekerja saat ia pulang nanti.
Aya diam, Ghi pun. Hanya keriuhan jalanan yang menjadi pengisi kekosongan hati mereka. Entahlah, pikiran mereka justru asik menari-nari dengan lamunan masing-masing saat ini.
Baik Aya maupun Ghi, sama-sama menautkan cincin pernikahan di jari masing-masing. Biar apa coba? Mereka terlupa dan sepertinya anteng saja memakai itu sejak awal pernikahan.
Roda motor trail Ghi menggilas jalanan sampai di depan sekolah Aya. Demi kewarasan mental dan kesehatan telinganya, Aya mengulurkan tangan tanda perdamaian. Karena mengalah bukan berarti kalah meskipun terkadang terasa memalukan, right?
"Aya masuk dulu. Abang hati-hati dinasnya...assalamu'alaikum" salimnya takzim di punggung tangan Ghi. Masih sempat syok, namun tak membuat Ghi menarik punggung tangannya cepat-cepat dari tangan Aya, merasakan aliran hangat di tangan sampai ke hati ketika Aya menggenggam dan menyalaminya, terasa seperti akan selalu ada orang yang menghormatinya dan menyentuhnya lembut.
Memang benar, laki-laki akan selalu membutuhkan sentuhan lembut perempuan demi menemaninya melewati hari.
"Wa...wa'alaikumsalam, ekhem." ia sampai mengusir rasa tak nyamannya kemudian dan memandang punggung Aya yang sudah menjauh semakin masuk ke dalam hingga ia menghilang dari pandangan, barulah Ghi undur diri.
"Hay, Manda..." panggil si teman baru, berkacamata bukan berarti ia akuarium ikan hias.
Aya tersenyum kepadanya dan menghampiri bangku mereka. Hanya gadis ini yang menyisakan bangku kosong untuknya di awal pertemuan. Toh, Aya tak pernah memilah milih kawan, baginya semua teman sama saja yang penting gadis itu tak cacingan dan suka cepilittt di celana.
Hanya ia belum lihat, bagaimana sifat asli Alma sebenarnya, bisakah ia ajak gila-gilaan macam Kinan atau justru ia begitu perfeksionis...karena sejauh beberapa hari ia mengenal gadis itu, ya baik-baik saja, tak ada yang aneh. Seperti Alma yang ngeden di bangku terus mendadak tercium aroma tak sedap, atau Alma yang sering ngambilin pulpennya.
"Ijin 2 hari, kemana aja? Sakit?" tanya nya berusaha akrab dengan Aya. Siswa pindahan Jakarta, mana cantik dan baik, siapa yang tak menganggapnya rejeki anak solehot. Bahkan berkat ia duduk dengan Aya, beberapa murid mulai meliriknya terutama anak-anak famous dan laki-laki tentunya, meskipun mirisnya hanya untuk sekedar bertanya tentang Aya.
Aya menggeleng, duduk di tepian meja, sementara Alma duduk manis dan rapi di bangku.
"Ijin, keperluan keluarga. Mesti balik ke Jakarta dulu...."
Oh, Alma mengangguk kakak tua paham. Tak ingin lebih mencampuri urusan atau penasaran lebih dalam lagi takut jika Umanda risih, dan itu akan berdampak buruk untuk pertemanannya dan Aya.
"Manda." lirikan mata Alma tertumbuk pada benda berkilau di jemari Aya. Jiwa penasarannya meronta, meskipun sebenarnya hal itu wajar-wajar saja, gadis pake cincin? Biasa. Namun bentukan polos cincin Aya itu, siapapun bisa menebaknya, jika itu cincin nikah.
Sadar akan lirikan mata Alma, Aya baru ingat dengan benda keramat di jarinya itu dan buru-buru menyembunyikan tangannya.
"Ngantin yuk! Aku mulai suka sama bakwan di kantin...ibu siapa namanya, ya?"
Alma segera mengalihkan pandangannya dari sana, "oh, bi Yuyun? Yuk! Enak kan, soalnya bala-balanya tuh dipakein udang...jadi enak." angguk Alma.
Aya mengangguk, "aku traktir kamu."
Alma melebarkan senyumnya, "asik. Makasih Manda..."
Besok sehabis dzuhur ya ibu-ibu. Jadwal seperti biasa...
Aya menscroll layar ponselnya demi mendapati info di grup barunya sesaat sedang memilih gorengan di kantin.
Ia tak paham, sejak kapan nomornya masuk ke area emak-emak pengajian begini? Pasalnya icon grup menunjukan foto bersama ibu-ibu dengan seragam senada dengan beberapanya berjilbab. Aya terlupa jika kini ia bagian dari sebuah satuan tubuh polisi negri.
"Astagahhh! Gue pikir grup apa?!" Aya mendengus tertawa sendiri, menertawakan kebo dohan dan pelupanya, "kirain wa grup kajian Al Qur'annya bunda salah masukin nomer..."
"Kenapa Man?" tanya Alma digelengi Aya, "engga apa-apa. Bakwannya aku 2 deh...kamu terserah mau apa..." ujar Aya menggeser posisinya mengingat bukan ia saja yang jajan.
Seseorang menghampiri Aya di bangkunya dengan membawa serta buku dan pulpen.
"Uang kas kamu mulai bulan ini ya Manda." Pinta Riri sang bendahara kelas, Aya mengangguk mengeluarkan uang pecahan 20 ribu, "sebulan berapa? Aku bayar segini aja dulu."
"Oke catat." Siswa baru tapi ngga macem-macem, pembayaran lancar....Riri suka itu! Dipandangnya terlebih dahulu Aya dengan tatapan ragu, namun kemudian ia angkat bicara.
"Eh iya...kamu kan pindahan ya Man...biar tau kota kembang, mau ikut aku sama Yena ngga siang ini?"
"Kemana?" tanya Aya.
(..)
"Ikut ngga Al? Ikut aja yuk!" ajak Aya. Alma belum memutuskan, tapi kapan lagi iye khan! Hang out di masa-masa remaja sambil nongkrong-nongkrong meskipun jajannya cuma cimol sama es teh.
"Tapi aku ngga bawa uang gede Manda. Mestinya di jadwalin kalo mau hang out gini, jadi aku bawa uangku dulu..." alasannya sejujur mungkin, ngga mungkin ia bisa ngutang kalo di mall.
"Kita ngga nonton kok Al, cuma nongki-nongki cantik aja...beli peralatan sekolah paling, atau aksesoris...itupun kalo mau beli kan, kalo engga ya ngga usah." Balas Riri diangguki Yena.
"Ck. Udah...ikut aja!" paksa Aya.
.
.
.
.
.
bginilah klo crita yg menarik dan ga bosenin bwaannya sdikit z pdhl outhorny nulis sambil nundutan nhan ngntuk..mksh y ka upny..
keq'y s' Mama masih mikir nih mo bawa Aya²Wae kmn...
soal'y ampe sekarang s' Aya dan Mama gak nongol²...
lanjut
se ngefans itu diriku sama bpk ambarita 😂😂
ngikutt kemana ma.... ahhh digantung kaya jemuran g kering kering minnn.... hujan terus soalnya
apa mau nyusulin abang ikan ma?! /Grin//Grin/
semangat berkarya thor.