"Mama masih hidup! Mama masi hidup!" mata bocah itu berkaca-kaca saat Daniel mengatakan bahwa ibunya sudah meninggal. Ia tak terima jika ibunya dikatakan sudah tiada. Ia meninggalkan Daniel yang tidak lain ayahnya sendiri.
Terpaku menatap pundak bocah itu berlari meninggalkannya masuk ke dalam kamar.
Kenzie membanting pintu dengan keras, ia mengunci pintu rapat. hingga Daniel yang berusaha menyusulnya merasa kesulitan untuk membujuk putranya.
Daniel tau putranya, jika sudah seperti itu, Kenzie tidak akan mau bicara dengannya. Ia tidak akan memaksa putranya dalam keadaan seperti ini, hanya ia takut dengan kesehatan putranya semakin memburuk hingga ia memilih pergi.
"Temukan dokter itu, Saya akan membayarnya mahal," ucap Daniel dingin setelah mendapatkan telpon dari seseorang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon desi m, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28
Jika ke tiga anaknya yang lain ikut pergi dan bermain bersama, pasti mereka akan sangat senang, mereka akan ngobrol tampa henti. Ariana membayangkan betapa bahagianya dirinya jika keempat anaknya bermain dan berkumpul bersama.
Tetapi wajah Kenzie yang kaku itu, tidak menunjukkan rasa senang. Ini membuat Ariana agak sedih.
Ariana mengulurkan tangannya untuk mengelus-elus kepala Kenzie, tetapi Kenzie menghindarinya. Hati Ariana sangat terluka. Tetapi ia sadar, Kenzie yang belum tau siapa dirinya, maka dia mengerti, Kenzie tidak ingin orang lain menyentuhnya.
Ariana menarik tangannya yang berada di atas kepala Kenzie. Dia berpura-pura tersenyum seperti biasa, meski hatinya terhenyak seolah-olah tidak merasakan apa-apa.
"Ayo kita pergi!"
Mereka langsung pergi ke taman bermain anak-anak. Di tempat bermain, Kenzie merasa seperti melihat permainan baru. Ariana memperhatikannya, sepertinya anak ini tidak pernah di ajak keluar dan bermain? Ariana terlihat sedih melihat Kenzie.
Di tempat ini, banyak sekali anak-anak yang bermain. Kenzie memperhatikan cara mereka bermain.
"Kenzie, kau mau makan apa? Disini banyak yang menjual makanan yang enak dan lezat!"
Kenzie terlihat ragu-ragu, lalu menggelengkan kepalanya dengan cepat.
"Kalau begitu, ayo kita bermain rollercoaster, kapal bajak, bianglala dan komidi putar, mana yang ingin kau mainkan terlebih dahulu?"
Untuk pertama kalinya, Kenzie merasa tidak nyaman.
"Bantu aku mengambil poto!"
Ariana tercengang. Apakah dia ingin menunjukkan kepada mamanya?
Ariana mengangguk dan mengeluarkan ponselnya. Kenzie berdiri tegak di sana, menunjukkan senyuman yang aneh di wajahnya yang dingin itu.
Apakah dia melakukan ini demi membuat mamanya senang?
Tiba-tiba Ariana merasa terharu. Dengan serius Ariana mengambil dua buah Poto Kenzie yang sedang berdiri.
"Kenzie, jika kamu tidak ingin bermain di sini, kita bisa ketempat lain, aku akan membawamu pergi ke toko kue dan membeli kye kesukaan mu, oke?"
Kenzie berpikir sejenak lalu mengangguk.
Ketika sampai di toko kue, ia meminta Ariana mengambil poto dirinya terlebih dahulu.
Ariana menatapnya dengan seksama. Sepertinya dia benar-benar ingin menunjukkan kalau dia bahagia!
"Kenzie, kalau seperti ini, kamu tidak terlihat benar-benar bahagia, mamamu pasti akan tahu. Nanti jika kamu benar-benar senang, aku baru mengambil poto mu lagi ya?"
Kenzie terdiam. Senyum kaku yang dia tunjukkan barusan langsung sirna.
Kemudian mereka memutar arah, pergi ke etalase kue, untuk memilih kue kesukaannya.
Kenzie hanya memilih satu jenis kue kesukaannya, yaitu kue keju. Lalu meletakkannya di atas meja, dia duduk dengan benar, dan langsung mengigit sedikit demi sedikit. Dia terlihat tenang dan arogan, dia benar-benar poto kopian Daniel.
Tidak seperti ketiga anaknya yang lainnya, mereka terlihat lincah dan manja sesuai dengan umur mereka.
Ariana merasa benar-benar bersalah, anak sekecil ini sudah seperti orang dewasa, tidak seperti anak-anak lainnya, yang masih ingin bermain tanpa beban pikiran. Tapi Kenzie, dia sangat memikirkan untuk bertemu dengan mamanya.
Selesai dari toko kue, hari sudah beranjak siang. Ariana mengajak Kenzie untuk menjemput Reva dan Revi di taman kanak-kanak. Kenzie menuruti kata-kata Ariana.
Sesampainya di pintu gerbang TK, mereka menunggu sejenak. Tidak lama kemudian, anak-anak berhamburan keluar.
Kenzie melihat anak-anak yang seusianya, keluar dengan memakai pakaian seragam, Kenzie terlihat sedih. Kenapa dirinya tidak seperti mereka? Bermain di dalam sana dengan banyak teman dan sahabat, memakai baju dan celana yang sama, memikirkan itu Kenzie merasa sedikit iri dengan mereka.
Ariana melirik Kenzie yang terlihat sedih menatap anak-anak berseragam itu. Dia berusaha menghibur Kenzie-nya.
"Kenzie, nanti kalau kamu sudah betul-betul sehat, kamu juga bisa pergi ke taman kanak-kanak seperti mereka."
Kenzie meliriknya dan menahan tatapan iri di matanya.
Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, dia kembali terlihat dingin seperti sebelumnya.
Melihat Ariana yang menunggu mereka, Revi dan Reva melompat riang.
"Mama ..., Mama ...,"
Mereka berteriak sambil berlari menuju ke arah Ariana yang sedang berdiri menunggunya. Mereka terlihat gembira sambil memeluk tangan Ariana.
Saat mereka menyadari bahwa ada Deffan yang berdiri di sana, yang mereka sangka Kenzie adalah Deffan, mereka terkejut.
Revi langsung memujinya.
"Deffan, kau terlihat sangat tampan sekali hari ini!"
"Ya, Deff. Baju mu ini beli di mana? kamu terlihat sangat tampan memakai baju ini, dan rambutmu juga terlihat sangat keren! kau hebat sekali!" Reva yang suka berhias dan berdandan, cukup takjub dengan pakaian Deffan, ia tau mana pakaian yang bagus dan mahal.
Sementara Revi mengedipkan matanya yang bulat, tanda setuju dengan pujian mereka.
Kenzie menatap mereka berdua, dengan aneh. Lalu berkata dengan angkuh: "Aku bukan Deffan!"
Nada yang dingin itu mengejutkan mereka berdua.
"Sudah jelas kamu itu Deffan." Revi mengerjapkan matanya yang bulat.
Reva menatap Deffan, dan tiba-tiba ingat berita yang ada di televisi, bahwa ayahnya Daniel sedang mencari dokter Junius untuk merawat Kenzie.
"Kau, apakah kau adalah Kenzie?"
Kenzie mengernyitkan keningnya dengan heran, bagaimana dia bisa tau namanya?
Ariana melihat keheranan Kenzie itu, lalu langsung menjelaskannya pada Kenzie. "Dia mendengar Deffan menyebut namamu, Deffan berkata, bahwa kau terlihat persis seperti dia."
"Oh begitu."
kemudian Kenzie menunjukkan raut wajah paham.
Ariana tau, kalau Kenzie sangat pintar, dia takut Kenzie dengan cepat akan mengetahui dirinya adalah mamanya. Jadi dia dengan sengaja memberi tahu Reva agar tidak mengungkapkan masalah ini.
"Mama, apa kau bermaksud belum ingin memberi tahu Kenzie, bahwa Deffan dan kita adalah, saudara kandung yang juga anak kandung Mama?"
"Benar sekali sayang."
"Tapi kenapa seperti itu, Ma?"
Reva bertanya dengan rasa ingin tahunya.
"Untuk sementara, Mama tidak ingin Kenzie tau kalau Mama adalah mamanya, Mama kalian juga, karena ini belum saatnya. Kau paham sayang?" Ariana menjelaskan kepada Reva, agar dia mengerti, dan Reva langsung mengangguk tandanya dia sudah mengerti.
Setelah itu, Reva tampak diam, dan berpikir. Tetapi dia tidak ingin bertanya lebih jauh lagi.
"Aku sudah mengerti sekarang, Ma. Nanti aku akan mencoba memberi tahu Revi tentang hal ini, Mama jangan khwatir ya, Ma. Kami akan bekerja sama dengan baik."
Mendengar ucapan Reva, Ariana cukup terharu, dia mengulurkan tangannya, mengelus rambut halus Reva, dan memeluknya dengan erat.
"Terimakasih sayang Mama, kalian anak-anak Mama yang pintar dan cerdas, Mama sangat bangga memiliki kalian." Ariana tersenyum puas.
"Ya, Ma. Kami juga berterimakasih banyak sama Mama, karena sudah bersusah payah membesarkan kami."
Ariana menahan tangisnya di hadapan Reva, tidak kuat rasanya menahan keharuannya. Dia kembali membawa Reva dalam pelukan hangatnya.
.
.
.
.
Mana dukungannya?
author menunggu dukungan dari kalian para pembaca, agar karya ini berkembang, dan author lebih bersemangat lagi untuk menulis.
Yuk berikan bintang lima pada penilaian.
like setelah membaca 👍
vote setiap akhir pekan
Komen untuk menyemangati author.
berikan hadiah gift jika kalian suka dengan karyanya.
selamat membaca🙏🙏