Berselingkuh dengan calon duda yang merupakan kakak tiri sendiri. Apa jadinya?
Follow IG @honey.queen174
Hai guys! Dukung terus ya biar aku bisa semangat nulis ceritanya sampai tamat😁
Happy reading~
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ita Yulfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 28
Tidak terasa waktu sudah menunjuk pukul 10 pagi. Setelah selesai bersiap-siap dan menyiapkan semua barang-barangku, aku segera berangkat ke rumah sakit menggunakan taksi.
Pagi ini mas Darren ada urusan mendadak yang sangat penting, jadi dia tidak bisa mengantarku ke rumah sakit. Dan untuk sementara toko kueku aku tutup dulu, Mawar juga aku liburkan untuk sementara. Karena aku tidak tahu sampai kapan nanti aku akan tinggal di rumah sakit menemani dan menjaga kak Rey.
Sesampainya di tempat tujuan, aku langsung menyusuri koridor rumah sakit menuju ruang ICU. Namun, begitu aku masuk ke dalam ruangan tersebut, jantungku seketika berdetak hebat. Aku tidak mendapati siapa pun di ranj4ng pasien yang tadinya ditempati oleh kak Rey. R4njangnya kosong, dan sudah dirapikan kembali. Aku juga tidak menemukan keberadaan tante Rena, om Reza, Laras, dan juga kak Andra, kakaknya Laras di depan dan di dalam ruang ICU.
Seketika pikiran buruk mulai bermunculan di otakku, dan hal itu tidak bisa aku cegah. Jangan-jangan, terjadi sesuatu yang buruk pada kak Rey. Aku tidak akan pernah memaafkan diriku sendiri jika sesuatu yang buruk benar-benar menimpanya.
Namun sesaat kemudian, aku sudah mampu menepis segala pikiran buruk itu. Mungkin keadaan kak Rey sudah jauh membaik dan dia sudah dipindahkan ke ruang perawatan. Lebih baik aku menanyakan keberadaannya pada perawat yang saat ini sedang berjaga.
"Sus, saya mau nanya, pasien atas nama Rheiner Bagaskara di pindahkan ke ruang mana, ya?"
"Sebentar ya Mbak, saya coba cek dulu," ucap suster tersebut seraya mengecek data yang ada di hadapannya.
"Pasien atas nama Rheiner Bagaskara sudah dipindahkan ke Paviliun Anggrek nomor 2 sejak 1 jam yang lalu, Mbak."
"Oh. Kalau boleh tahu, kenapa dipindahkan ya Sus? Apa kondisi pasien sudah jauh membaik?" tanyaku ingin memastikan. Karena seingatku tadi pagi saat kak Rey aku tinggal, kondisinya belum menunjukkan tanda-tanda kemajuan.
"Kondisi pasien sudah jauh lebih baik. Dia sudah berhasil melewati masa kritisnya, dan atas permintaan kedua orang tuanya, pasien sudah dipindahkan ke ruangan lain," jelas suster tersebut.
"Syukurlah. Kalau begitu, makasih banyak ya Sus atas informasinya."
Setelah mengetahui kondisi dan tempat di mana kak Rey dipindahkan untuk dirawat, aku segera menuju ke sana. Hanya butuh waktu beberapa menit saja untuk aku bisa sampai di Paviliun Anggrek.
Begitu aku sampai di depan kamar kak Rey, sebelum masuk, terlebih dahulu aku mengintip dari balik kaca pintu. Terlihat seorang dokter laki-laki baru saja selesai memeriksa kondisinya. Karena penasaran dengan kondisi kak Rey, aku pun segera masuk ke sana. Aku ingin mendengar sendiri secara langsung dokter itu berkata apa.
Aku masuk sambil membuka dan menutup pintu dengan sangat perlahan, takut menimbulkan bunyi yang membuat orang lain terganggu.
"Kondisi Rey sudah mengalami peningkatan yang sangat pesat. Kita hanya tinggal menunggunya siuman saja," jelas dokter tersebut sambil tersenyum pada kedua orang tua kak Rey.
Ah, syukurlah. Aku sangat lega mendengarnya. Begitu juga dengan tante Rena dan om Reza. Nampak jelas raut kelegaan dan kebahagiaan terpancar di wajah keduanya. Keduanya lalu saling merangkul sambil menatap dokter yang berdiri di hadapan mereka bergantian dengan putranya.
"Rena, Reza, apa kalian tahu apa yang membuat kondisi Rey bisa mengalami peningkatan yang sangat drastis dalam waktu singkat seperti sekarang ini?" tanya dokter tersebut. Mendengar cara bicara dokter tersebut, sepertinya kedua orang tua kak Rey akrab dengan dokter tersebut.
Kedua orang tua kak Rey pun menjelaskan pada sang dokter secara bergantian, bahwa kondisi putra mereka membaik berkat aku yang menjaganya semalaman.
Loh, kok malah jadi aku?
"Rey sangat mencintai gadis itu, Zal. Sekitar 1 minggu sebelum mengalami kecelakaan, Rey sempat ingin mengenalkan gadis itu pada kami," jelas tante Rena.
"Bahkan Rey sudah ada niatan untuk melamar," timpal om Reza.
Deg.
Mendengar penjelasan mereka, seketika perasaanku menjadi tidak enak. Jangan sampai kedua orang tua kak Rey berharap banyak dan menginginkan aku untuk tetap berada di samping putra mereka meski pun kak Rey sudah siuman. Karena hal itu pasti akan membuat mas Darren marah dan cemburu.
"Itu artinya, gadis itu adalah semangat hidup putra kalian. Kalau aku boleh kasih saran, sebaiknya kalian mempertahankan agar gadis itu tetap berada di sini menemani Rey, karena itu sangat berpengaruh untuk kecepatan kesembuhan Rey ke depannya."
"Tentu, tentu saja, Zal. Kami akan melakukan segala cara untuk membuat gadis itu tetap berada di sisi Rey, bahkan kalau perlu, sampai Rey benar-benar sembuh," ujar om Reza. Pria paruh baya itu terlihat sangat bersemangat.
Tlak.
Seketika pouch yang ada di tanganku terjatuh ke lantai. Obrolan kedua orang tua kak Rey bersama dokter tersebut rasanya ingin membuatku kabur dari tempat ini. Tapi sayangnya, nitaku untuk kabur gagal gara-gara tas kecil menyebalkan ini. Kenapa mesti pakai acara terjatuh segala?
Gara-gara suara pouch yang terjatuh tadi, pandangan semua orang langsung tertuju padaku.
"Keisha ..." ucap tante Rena seraya berjalan menghampiriku.
"I-iya Tante," jawabku seraya memungut pouch menyebalkan milikku.
"Sejak kapan kamu ada di situ, Sayang? Sudah dari tadi?" tanya tante Rena sambil tersenyum menatapku. Sepertinya dia terlihat sangat senang karena aku benar-benar kembali ke rumah sakit untuk menemani putra mereka.
"E ... a-anu, K-Kei, Kei baru aja masuk kok, Tante." Aku menjawab dengan gugup. Kalau sudah seperti ini, aku tidak punya harapan lagi untuk kabur.
"Dari mana kamu tahu kalau Rey sudah dipindahkan ke sini? Tante baru saja ingin menghubungi kamu," ucap tante Rena dengan ramah seraya menarik lenganku untuk berjalan menghampiri om Reza dan dokter yang memeriksa kak Rey tadi.
"Kei tadi tanya sama perawat yang jaga di ruang ICU Tante," jawabku.
"Oh," ucap tante Rena sambil masih tersenyum ramah.
"Nah, Dokter Rizal, ini gadis yang sejak tadi kita bicarakan. Namanya Keisha," jelas tante Rena memperkenalkanku pada dokter tersebut.
Aku dan dokter Rizal pun kemudian saling berkenalan satu sama lain.
"Keisha, dokter Rizal ini adalah sahabat dekat Tante dari kecil," jelas tante Rena dan aku hanya mengangguk mengerti. Pantas saja mereka terlihat sangat akrab. Ternyata seperti itu ceritanya.
Setelah mereka berbincang selama beberapa menit, dokter Rizal pun pamit untuk memeriksa pasien yang lain.
Sementara itu, aku berjalan menghampiri kak Rey lalu duduk di sampingnya. Dilihat dari luar, kondisi kak Rey memang sudah terlihat jauh lebih baik. Alat-alat medis yang tadinya banyak menempel di beberapa titik bagian tubuhnya, kini sudah banyak yang di lepas.
"Keisha, Tante sama Om keluar cari makan dulu, ya? Kamu tidak apa-apa 'kan ditinggal sendiri di sini menemani Rey?" tanya tante Rena.
"Nggak apa-apa kok, Tante. Tante sama Om keluar aja. Kak Rey biar Kei yang jaga," jawabku sembari tersenyum ramah.
Begitu om Reza dan tante Rena keluar mencari makan dan hanya meninggalkan kami berdua di ruangan ini, aku pun menggenggam sebelah tangan kak Rey sambil menatap wajahnya dengan lekat. Ku lihat beberapa bekas luka kecil yang mulai mengering di beberapa titik wajah kak Rey. Tapi luka itu tidak sedikit pun mengurangi kadar ketampanannya.
"Kamu kapan bangunnya sih? Memangnya kamu nggak bosan apa tidur terus kayak gini, hm?" Aku mencoba mengajak kak Rey untuk berbicara, dan tiba-tiba, tangan kak Rey yang saat ini berada di dalam genggamanku sedikit bergerak.