NovelToon NovelToon
Karmina Dan Ketua OSIS

Karmina Dan Ketua OSIS

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Horor / Action / Ketos / Balas Dendam / Mata Batin
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: Ira Adinata

Prediksi Karmina mengenai kehidupan Dewa--ketua OSIS di sekolahnya--serta kematian misterius seorang mahasiswi bernama Alin, justru menyeret gadis indigo itu ke dalam kasus besar yang melibatkan politikus dan mafia kelas kakap. Akankah Karmina mampu membantu membalaskan dendam Dewa dan Alin? Ataukah justru mundur setelah mengetahui bahwa sasaran mereka bukanlah orang sembarangan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ira Adinata, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Apa Benar, Kamu Pelakunya?

"B-Bapak mau nanyain apa soal Dewa? Apa dia berbuat ulah lagi?" tanya Karmina, sedikit gugup.

"Enggak. Cuma ... hari ini kebetulan saya sedang menangani kasus kematian Bahar Mursalim, kakak kembarnya Sahar. Waktu mengecek CCTV, kebetulan saya lihat Dewa dalam rekaman itu. Barangkali, kamu tahu seseuatu tentang dia di sekolah?"

"Mmm ... dia nggak gimana-gimana, sih, biasa aja. Emangnya dalam rekaman CCTV yang Bapak lihat, Dewa lagi ngapain? Apa dia melakukan kejahatan serius?"

Farhan menggeleng pelan. "Dia cuma nyamperin seorang perempuan yang sekarang ditahan di penjara karena diduga telah meracuni Bahar. Saya curiga, Dewa telah melakukan konspirasi dengan menukar sesuatu di tas tersangka," ungkapnya.

"Apa saya boleh lihat rekamannya?" tanya Karmina penasaran.

Farhan mengangguk setuju dan mengeluarkan ponsel dari saku celananya. Ditunjukkannya rekaman video itu, dan menyerahkan ponselnya pada Karmina.

Gadis berambut pendek itu menyaksikan adegan di sebuah kafe dengan saksama. Tampak Dewa sedang menghampiri sepasang sejoli berbeda usia. Alih-alih menyimak rekaman CCTV dengan baik, ia beralih fokus pada kilasan peristiwa saat Dewa memasukkan botol racun ke dalam tas Trisa.

Karmina terhenyak, sambil menggeleng cepat. Dilihatnya lagi rekaman video di ponsel Farhan, meneliti baik-baik gerak-gerik Dewa. Sayang, gadis itu tak melihat tangan Dewa memasukkan sesuatu ke dalam tas wanita yang sedang duduk. Dewa benar-benar lihai, gumamnya.

"Gimana? Apa kamu lihat sesuatu yang mencurigakan pada Dewa?" tanya Farhan.

Karmina mengembalikan ponsel Farhan sembari menggeleng. "Saya nggak lihat ada yang mencurigakan, Pak. Di video itu dia cuma ngobrol-ngobrol doang."

Farhan mengangguk takzim. "Kalau begitu, terima kasih sudah menyempatkan waktunya, ya. Saya mau ke dalam, beli camilan dulu," ucapnya sembari beranjak dari kursi.

"Iya, Pak. Silakan."

Mereka berdua berjalan ke arah berbeda. Karmina menuju jalan raya, sedangkan Farhan masuk ke minimarket.

Saat sedang menunggu angkot, seorang lelaki menghentikan motornya di dekat Karmina. Gadis itu mundur selangkah, sambil menatap heran pada sosok lelaki yang sedang membuka helm-nya. Tak lama kemudian, ia tercengang, bahwa orang itu tidak lain adalah Dewa.

"Ngapain lo ke sini? Mau nganterin gue pulang?" tanya Karmina mengernyitkan kening.

"Nggak usah pura-pura nggak tahu, deh, lo! Siniin botol yang lo temuin di depan ruang OSIS tadi pagi! Gue lihat sendiri, lo mungut sesuatu pas gue pergi dari sana," tukas Dewa sembari menjulurkan tangannya.

"Dih! Apaan? Lo nggak takut diinterogasi sama polisi?"

"Ha?! Ngapain gue diinterogasi polisi? Gue nggak salah apa-apa!"

"Alah, nggak usah sok lugu deh lo!"

"Udah, cepet siniin! Gue males berdebat sama lo," tuntut Dewa merasa gemas.

"Oke. Nanti gue balikin. Tapi dengan satu syarat."

"Apa?"

"Lo harus izinin gue buat bantuin lo menghukum para pelaku yang udah jahatin bokap lo. Gimana?"

Dewa mendesah kasar sembari memutar bola mata. "Lo tuh rese, ya!"

"Gimana? Setuju nggak?"

"Oke. Kalau gitu ikut gue sekarang!"

"Ke mana?"

"Katanya lo mau bantuin gue."

Di tengah perdebatan mereka, Farhan datang membawa kantong plastik berisi makanan dan minuman yang dibelinya tadi. Pria itu tak menyangka, orang yang dicurigainya berada di depan minimarket.

"Hai, Dewa! Kebetulan sekali kita bertemu di sini," sapa Farhan tersenyum lebar.

Seketika, Dewa tercengang menatap Farhan. "B-Bapak? Ngapain ada di sini?"

"Saya habis beli camilan sama minuman dulu," jawab Farhan, sembari menunjukkan kantong plastik di tangannya. "Oya, kamu bisa ikut saya sebentar? Ada hal penting yang perlu dibicarakan."

Sejenak, Dewa melirik pada Karmina. Semburat kesal bercampur panik tersirat jelas pada wajahnya tatkala memelototi Karmina. Gadis itu hanya mengedikkan bahu, sambil mengangkat dagu ke arah Farhan.

"Gimana? Bisa, kan?" tanya Farhan sekali lagi.

"Bisa, Pak," ucap Dewa mengangguk.

Farhan mengulas senyum, lalu duduk di jok belakang motor Dewa. Ditepuknya pundak pemuda itu, mengisyaratkan untuk segera melajukan kendaraannya.

Adapun Dewa, mengenakan kembali helm, lalu menyalakan mesin motornya. Sebelum pergi, ia melirik sebentar pada Karmina seraya berkata, "Entar malem gue jemput lo ke rumah lo."

"Lah? Mau ngapain jemput gue segala? Emangnya lo tahu rumah gue?"

"Alah, gampang itu mah. Kalau lo kagak mau ngasih tau alamat lo ke gue, ya tinggal nanyain aja ke Bang Jupri," jawabnya enteng.

"Ayo, cepetan! Nanti lagi pacarannya," ujar Farhan memotong pembicaraan.

"Kita nggak pacaran!" tukas Karmina dan Dewa secara bersamaan.

Farhan tertawa geli. Dewa mendengkus sebal, kemudian melajukan motornya menuju kantor polisi yang kebetulan jaraknya tak begitu jauh dari minimarket. Sementara itu, Karmina menoleh dan melambaikan tangan ke arah angkot yang sedang melaju menuju depan minimarket.

Setibanya di kantor polisi, Dewa dan Farhan berjalan menuju ruang penyidik. Farhan mengembuskan napas pelan sembari duduk di kursinya, lalu membuka kembali berita acara peristiwa kematian Bahar.

"Silakan duduk," ujar Farhan.

Dewa duduk di hadapan Farhan, lalu bertanya, "Bapak mau ngomongin apa sama saya? Udah tiga kali, loh, saya duduk di sini."

"Saya mau tanya seputar kejadian semalam. Tepatnya saat Bahar Mursalim diracuni. Apa kamu ada di lokasi kejadian saat itu?"

Dewa mengangguk. "Ya, saya ada di sana. Kebetulan, saya lagi nongkrong sama temen-temen, terus lihat kakak temen sekolah saya waktu SMP," tuturnya tanpa gugup sedikit pun.

"Siapa nama kakak teman sekolah kamu itu?"

"Trisa."

Farhan mengangguk pelan. "Lalu, kamu ngapain aja sama Trisa? Saya lihat di rekaman CCTV, kamu datang nyamperin dia."

"Cuma basa-basi aja, kok, Pak. Sama nitip salam buat temen lama saya."

"Itu aja?"

"Lah? Emang apa lagi, Pak?"

"Kamu nggak memasukkan sesuatu ke tasnya Trisa?"

Tertegun Dewa mendengar pertanyaan sang penyidik. Sesaat, ia menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri agar tak dicurigai.

"Ngapain saya masukin sesuatu ke tas Kak Trisa? Harusnya saya nyuri dompet atau ponsel dia aja buat menyambung hidup."

Tak tahan mendengar penuturan Dewa, Farhan menempeleng kepala lelaki itu. "Kamu itu harusnya berbuat baik, bukan malah belajar jadi pencuri!"

"Iya, iya. Saya tau kok. Masalahnya, saya ini udah nggak punya orang tua, Pak. Nyari duit juga harus pontang-panting sendiri."

"Kamu, kan, masih punya kerabat. Apa mereka nggak ada yang bantuin biayain kamu?"

"Ada, sih, Pak. Adiknya papa saya. Tapi tetep aja, saya butuh uang buat keperluan sehari-hari," keluh Dewa dengan wajah memelas.

"Argh! Udah, udah! Kok kamu malah curhat sama saya?" ketus Farhan, kembali melihat catatan BAP di mejanya. "Jadi, gimana? Kamu ngapain aja sama Trisa di kafe itu?"

"Cuma basa-basi doang, Pak. Abis itu balik lagi kumpul-kumpul bareng temen saya," tegas Dewa menatap Farhan.

Farhan mengangguk, sembari mencatat keterangan Dewa. Selesai membuat laporan, Farhan memandang Dewa seraya berkata, "Terimakasih atas waktunya. Sekarang, kamu boleh pulang."

"Gitu doang, Pak?"

"Lah? Emangnya kamu mau apa lagi? Nginep di dalam penjara?"

"Kasih uanglah, Pak. Kan tadi Bapak udah naik motor saya. Itung-itung gantiin duit bensin."

Farhan memutar bola matanya, lalu mengambil uang dari saku celananya. Diberikannya uang itu sebagai tanda terimakasih pada Dewa, dan memandang anak SMA itu bergegas keluar dari ruangannya. Sesekali ia menarik napas panjang, merasa iba dengan nasib Dewa yang tak jauh berbeda darinya. Yatim piatu.

***

Suasana berkabung masih terasa kental di kediaman Bahar Mursalim. Meski jasad pria itu sudah dikebumikan, masih banyak kolega berdatangan untuk melayat, menyampaikan duka cita atas kepergian politikus kondang itu.

Alih-alih bersedih, istri Bahar tampak terdiam dengan tatapan kosong. Setelah bertahun-tahun berumah tangga, ia tak menyangka bahwa suaminya memiliki wanita simpanan.

Kendati demikian, ia bersyukur, suaminya yang berkhianat itu mati di tangan selingkuhan. Setidaknya ia tak perlu berlama-lama menyimpan dendam pada Bahar. Suatu kemalangan telah cukup menjadi karma bagi sang suami dan wanita simpanannya.

Di depan halaman rumah, Zahra menyalami para tamu yang datang melayat. Anwar yang baru saja bebas dari penjara kemarin sore pun, turut hadir menyambut pelayat.

Saat bersalaman, siapa sangka, mantan pacar Zahra datang bersama ibunya untuk menyampaikan belasungkawa. Zahra benar-benar lupa, kalau pamannya masih menjalin hubungan bisnis dengan wanita pengusaha parfum yang tidak lain adalah ibu mantan pacarnya.

"Zahra, Tante turut berbelasungkawa atas kepergian paman kamu, ya," ucap wanita setengah baya itu mencium pipi kanan dan kiri Zahra.

"Iya, Tante," kata Zahra.

"Oya, di mana mama kamu? Apa dia ke sini juga?"

"Ada di dalam, Tante."

Wanita itu menoleh pada putranya yang bernama Demian, seraya berkata, "Ayo kita masuk!"

"Mama masuk duluan aja. Aku mau ngobrol bentar sama Zahra," ujar lelaki bertampang sangar dan rambut bergelombang itu. Penampilannya lebih rapi dengan setelan kemeja hitam yang dipadukan dengan celana panjang berwarna senada.

Zahra membuang muka, tak sudi menatap mantan pacarnya yang dikenal playboy dan urakan itu. Alih-alih menyapa, ia pun melengos ke dalam kediaman pamannya. Namun, sebelum meninggalkan sang tamu, tangan Zahra lebih dulu digenggam oleh Demian.

"Mau ke mana lo? Gue mau ngobrol sama lo," ucap Demian, menahan Zahra.

"Mau ngobrolin apa? Hubungan kita udah selesai. Gue nggak punya urusan lagi sama lo!" cerocos Zahra masih membuang muka.

"Apa lo masih marah sama gue? Oke, gue bakal bersujud sama lo sekarang juga," tutur Demian berusaha membujuk dan melepaskan genggamannya dari tangan Zahra.

Zahra segera menoleh pada Demian. "Eh? Apa-apaan, sih, lo? Malu tau dilihatin banyak orang!"

"Kalau gitu, tolong luangin waktu lo sebentar buat gue. Sejak pindah sekolah, gue kangen banget sama lo," pinta Demian dengan wajah memelas.

Zahra berdecak sambil memutar bola matanya. "Kita ngobrolnya di tempat lain aja."

Seulas senyum semringah terbit di wajah Demian. Dengan tersipu-sipu, lelaki itu mengikuti Zahra pergi ke luar kediaman Bahar. Kebahagian begitu membuncah dalam hatinya.

Setibanya di depan halaman rumah tetangga Bahar, Zahra menghentikan langkahnya dan berbalik badan. Ditatapnya sang mantan dengan sinis, sambil melipat kedua tangan.

"Lo mau ngapain lagi, sih? Gue sengaja pindah sekolah tuh karena udah muak sama lo! Apa lo masih belum puas sama cewek-cewek selingkuhan lo, hm?" cecar Zahra memelototi Demian.

"Zahra, kok lo ngomongnya gitu, sih? Seberapa banyak pun selingkuhan gue, tetep lo yang terbaik buat gue. Kita balikan, yuk!" bujuk Demian sembari membelai pipi halus Zahra.

"Enggak! Gue udah punya pengganti lo dan jauh lebih baik dari lo!" tukas Zahra menepis tangan Demian.

"Siapa? Apa dia lebih keren dari gue?"

"Iya! Dia tuh ketos di sekolah baru gue dan lebih ganteng dari lo!"

"Ih! Lo kok gitu, sih, gampang banget lupain gue? Apa lo nggak kangen staycation lagi sama gue di vila puncak? Apa lo nggak mau ngamar lagi sama gue?"

"Kenapa, sih, lo ngingetin gue lagi sama hal itu? Gue udah eneg tau! Sejak mergokin lo mesra-mesraan sama si Vina, gue jadi ilfill sama lo!"

"Zahra, gue janji nggak bakal lakuin hal itu lagi. Mulai sekarang, gue bakal setia sama lo," bujuk Demian memegang tangan Zahra.

Zahra mendelik. "Beneran?"

Demian mengangguk cepat. "Bahkan gue rela jadi selingan lo, asalkan kita bisa barengan lagi kayak dulu."

Melihat keyakinan di wajah Demian, Zahra mengembangkan senyum. Ia mengusap pundak Demian seraya berkata, "Oke. Gue bakal balikan sama lo asalkan lo singkirin dulu seseorang yang gangguin hubungan gue sama ketos. Gimana?"

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!