Nur Azizah gadis biasa yang telah dijual oleh tantenya sendiri untuk menebus rumah yang akan disita. Nur tidak menyangka, nasibnya akan tragis. Saat orang yang membeli tubuhnya berusaha menodai gadis itu, dengan susah payah Nur berusaha kabur dan lari jauh.
Dalam aksi pelariannya, Nur justru dipertemukan dengan seorang pria kaya raya. Seorang pria tajir yang katanya tidak menyukai wanita.
Begitu banyak yang mengatakan bahwa Arya menyukai pria, apa benar begitu?
Rama & Irna
Masih seputar pria-pria menyimpang yang menuju jalan lurus. Kisah Rama, si pria dingin psiko dan keras. Bagaimana kisah Irna hidup di sisi pria yang mulanya menyukai pria?
Jangan lupa baca novel Sept yang lain, sudah Tamat.
Rahim Bayaran
Istri Gelap Presdir
Dea I Love You
Menikahi Majikan
Instagram Sept_September2020
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sept, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Malu-Malu Meong
Suamiku Pria Tajir #27
Oleh Sept
Rate 18+
Kawasan dilarang parkir, 18 tahun ke bawah, mohon skip. Terima kasih.
"Bagaimana ini?" batin Nur tak tenang. Tadi ingin, begitu Arya sudah memulai. Ia malah gelisah.
Nur menahan napas ketika Arya menyentuh pungungnya. Pria itu juga dengan perlahan melepas pengait di balik punggungnya itu. Ia bisa bernapas lega, ketika benda itu lepas dari tempatnya. Tapi, begitu lepas artinya ia kini sudah tertangkap.
Ya, Nur sudah tertangkap basah oleh Arya. Salah siapa, Arya sudah bilang tidak. Namun, Nur sepertinya malah terus memancing dan memaksa. Alhasil, Arya yang dari kemarin sudah tergoda, malam ini akan mencoba. Ia memiliki rasa percaya diri ketika Nur berani menarik dasinya. Nur itu ternyata lebih berani dari pada dugaannya.
"Nur ...," panggil Arya dengan suara yang terdengar serak, berat. Namun terdengar syahdu di ruang dengar Nur malam itu.
Apalagi detik berikutnya, Arya perlahan menyentuh pundak wanita tersebut, memalingkan pandangan Nur ke arahnya. Begitu sudah saling berhadapan, mereka malah membisu. Tapi, mata mereka sudah bicara. Cukup lama mereka saling menatap, mencari sesuatu ke dalam mata masing-masing.
Tangan Arya terasa berat, ketika ia akan menyentuh perut istrinya. Maksud hati ingin membelai calon anak mereka, tapi Arya nampak kaku saat akan menempelkan telapak tangannya itu.
Tidak tahan, dan tentunya merasa amat gemas, Nur langsung menarik lengan sang suami. Membuat Arya bebas membelai calon anak mereka tanpa ragu.
"Kata mama, tadi perutmu sakit lagi."
"Hem ...?" Nur menatap dengan wajah bingung.
Arya tersenyum kecut, menyadari ia sudah dikibuli sang mama. Bodohh sekali ia percaya begitu saja pada bualan sang mama.
"Nur sehat ... amat sehat malahan," jawab Nur. Ia sangat yakin kalau tubuhnya sehat bugar.
"Iya, aku percaya. Mama pasti bohong padaku." Tanpa sadar bibirnya melengkung, menahan senyum. Memikirkan kebohongan mama. Iseng sekali mamanya itu, sengaja mencekalnya agar tidak ke luar kota.
"Untuk apa mama bohong? Bohong aku sakit?" Nur memincingkan mata.
"Kamu pasti tahu jawabannya," ucap Arya dengan makna tersembunyi.
Benar, Nur memang tahu. Ia sudah hafal sifat mertuannya itu. Yang selalu memaksa Arya dan Nur selalu dekat-dekat.
"Oh ...," Nur jadi merasa kikuk.
"Em ... Mas nggak mandi?" tambah Nur. Ia mencoba bersikap biasa, meski jantungnya sudah meloncat-loncat. Dekat dengan Arya, bukannya takut tapi malah ada perasaan aneh. Padahal biasanya nggak seperti ini.
"Ah ... iya. Nanti."
"Nanti? Tapi kok dibuka kancing bajunya di sini?" batin Nur yang mulai gerah saat melihat Arya melepas pakaiannya. Apalagi ia bisa mengintip isi di balik kemeja tersebut. Sepertinya, barisan roti sobek akan segera terekspose sempurna.
"Astaga, ada apa dengan kepalaku?" gumam Nur, ia mencoba menepis pikiran yang sudah memenuhi seluruh isi kepalanya itu.
"Apa kamu mau aku mandi dulu? Itu artinya, aku harus mandi dua kali malam ini."
Seketika kepala Nur langsung puyeng, otak bumil itu langsung traveling ke mana-mana. Untuk apa mandi dua kali? Astaga, pipi Nur langsung merona seperti tomat. Mendadak ia malu-malu kucing. Malu tapi mau.
Melihat Nur yang tersipu, Arya melanjutkan kata-katanya.
"Kalau kamu ingin aku mandi dulu, aku akan ..."
Kalimat Arya terputus karena Nur langsung bangkit. Ia duduk tepat di depannya. Bagi pria seperti Arya, Anak itu malah seperti sedang menggodanya. Padahal, Nur hanya memandang Arya tanpa kedip. Hanya menatap dan menyentuh dadanya dengan telapak tangan, tapi Arya sudah mulai gelisah.
"Mandi nanti aja, Mas. Sekalian." Mulutnya terlalu berani, padahal jantungnya hampir meledak. Bagaimana lagi, sudah terlanjur.
Sementara itu, mendengar perkataan Nur, Arya langsung menelan ludahnya sendiri. Jakunnya naik turun, sentuhan Nur seperti aliran listrik yang langsung mengalir ke sekujur tubuhnya. Ia tersengat, dan jiwanya mulai bergejolak.
Nur sungguh di luar ekspetasi. Apa artinya lampu hijau sudah menyala? Mendadak ia ikut gerah.
"Aku minum dulu!" Arya menghindar secepat kilat. Ia menuju meja, di mana ada teko dan gelas kosong di sana.
Glek glek glek
Nur mengamati Arya dari posisinya sekarang. Sedangkan Arya, setelah berhasil membasahi kerongkongan. Ia pun berbalik dan kembali mendekat ke arah Nur. Ia duduk di tepi ranjang dengan canggung.
"Kamu yakin, baik-baik saja?" tanya Arya. Ia ingin memastikan sekali lagi.
Nur lantas mengangguk pelan. Satu anggukan itu menjadi pembuka dan awal dari dibukanya gerbang masuk untuk Arya.
Dengan tangan yang terlihat bergetar, Arya yang sudah tidak memakai baju atasan, mencoba membuka kancing piyama Nur. Baru juga membuka baju, tapi napas keduanya sudah memburu. Jantung keduanya balapan, seolah sedang kejar-kejaran.
"Sepertinya, aku sudah nggak bisa mundur!" batin Nur lalu memejamkan mata.
Dengan perlahan, Arya membaringkan Nur tepat ke tengah. Ia menjalar seperti ketela rambat. Menyusuri lekuk tubuh sang istri dengan jarinya yang mulai luwes, dari atas sampai ujung kaki. Membuat Nur mengeliat karena merasa geli. Tapi Nur menyukainya, tidak menepis ataupun menolak. Ia menyukai sensasi rasa yang seperti ini. Rupanya, ngidamnya Nur sudah keturutan. Dibelai dan disayang sama ayah dari janin yang ia kandung sekarang.
Sedangkan Arya, semakin Nur mengeliat seperti cacing yang kepanasan, ia semakin terpacu. Nur bagai magnet, yang memaksa sesuatu dalam tubuhnya untuk keluar.
Bukkk
Nur melirik ke samping, ditatapnya Arya yang melemparkan tubuhnya sendiri tepat di sebelahnya. Arya terlihat sedang mengatur napasnya. Belum apa-apa napas pria itu sudah memburu. Apa ia sedang menahan sesuatu?
"Mas Arya baik-baik saja, kan?" gantian Nur yang tanya kondisi suaminya.
"Tidak ... aku tidak baik-baik saja Nur."
Tidak tahan melihat sorot mata Nur yang menatap dalam ke padanya, membuat Arya langsung merengkuh pinggang wanita muda tersebut. Jantungnya berdebar, bergemuru, berdegup lebih kencang.
"Jantung Mas Arya ..." Tanpa ragu, Nur meletakan telapak tangannya. Nur dapat merasakan debaran itu. Sama seperti miliknya.
"Ada apa dengan jantungku, Nur?"
Nur spontan menggeleng. Dan Arya tersenyum manis menatapnya.
"Mengapa kamu tampan sekali kalau tersenyum, Mas?" suara hati Nur Azizah ketika Arya tersenyum padanya.
"Eh ... mau ngapain?" batin Nur ketika melihat wajah Arya semakin mendekat. Panik, buru-buru Nur memejamkan mata. Dan benar saja, semua seperti maunya. Pria itu mendekatkan bibir mereka berdua.
Nur pasrah, menyerahkan semua pada Arya. Bahkan saat Arya menempelkan bibirnya yang tipis, Nur malah membuka mulut. Seperti mempersilahkan Arya untuk masuk.
Ini adalah ciuman pertama mereka yang mengandung rasa. Rasa canggung, rasa asam, manis dan candu. Bagaimana tidak, Arya menciumnya sampai bibirnya terasa kebas. Pria itu lagi-lagi menyesapnya, hingga tak bersisa. Lembut, dalam dan semakin menuntut.
Detik berikutnya, Arya sudah melempar celananya ke sembarang arah. Bersambung.