Pernikahan yang awalnya didasari rasa saling cinta, harus berakhir karena sang istri yang tak kunjung hamil selama 3 tahun pernikahan.
Benarkah sang istri yang mandul?
Setelah itu mantan suami masih datang mengganggu saat mantan istri membuka hati pada pria lain. Siapakah yang akan dia pilih?
Selamat membaca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Binti Ulfa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27. Bertemu lagi
*****
"Kita ke gerai itu dulu!" tunjuk Romi pada Shila dan Yulia. Tanpa bertanya lebih jauh lagi Yuli mengikuti langkah Romi.
Mungkin ia mau membelikan Shila baju muslim. Mengingat ia akan belajar ngaji setiap harinya.
Batin Yulia, dan sesampainya di sana.
"Kamu pilihlah baju yang kamu suka, Yul!" Yulia terkejut dan menoleh padanya.
"Saya...?" menunjuk dirinya sendiri.
"Iya, kamu...! Pilihlah baju yang sesuai untukmu dan langsung kamu pakai nanti sebelum jalan." titah bos besar. Fix ini mah, bos malu dengan penampilan dia yang memakai atasan kaos dengan tulisan sablon nama toko miliknya, lengan yang pendek dengan dalaman manset putih, serta bawahan celana kain yang longgar.
"Ishhh, kamu kelamaan ya mikirnya!" komentarnya lalu mengambil salah satu baju yang lumayan bagus. Gerai baju muslim yang mereka masuki cukup terkenal dengan barang barangnya yang branded. Jangan tanya masalah harga, pastinya selangit yang membuat kantongnya bolong seketika jika ia ambil satu setel baju saja.
"Coba pakai ini kayaknya cocok buat kamu!" Yulia bingung. Dengan tak sabar Romi memegang tangan Yulia dan menyerahkan baju pilihannya. Gamis warna hijau lumut bagian bawah kombinasi warna putih tulang bagian atas, yang begitu pas di badannya.
"Tapi bos...!" Romi terlihat gemas, ia merangkul pundak Yulia dan menuntunnya ke kamar ganti.
"Ihh, Bos. Gak usah rangkul rangkul gini lah. Bukan mahram..!" deliknya sambil menggoyangkan bahu agar rangkulan Romi terlepas. Romi tertawa.
"Mangkanya, kalau disuruh tuh yang gercep... set..set... gitu. Gak usah terlalu lama mikirnya!" mendorong Yulia masuk. Dan ia berdiri diluar ruangan. Tak butuh waktu lama Yulia keluar lagi, Daan...
Wow! Romi terpaku, dan Shila bertepuk tangan dengan gembira. Yulia sangat pas dengan bajunya. Nampak anggun dan menawan.
"Bunda cantik!!" pujian tulus terucap dari bibir mungil itu.
"Terima kasih sayang," senyumnya untuk Shila lalu memandang Romi. "Tapi Bos, baju disini sangat mahal loh! sayang kalau beli disini dapat satu, kalau di toko biasa dapat lima. Gak kalah bagus juga padahal kwalitas bajunya!" ucap Yulia agak berbisik. Ada seseorang yang sedang fitting baju juga di ruang sebelah. Takut kedengaran kampungan. Tadi ia melihat tag harga yang menempel pada baju, membuatnya pucat. Gajinya satu bulan cuma cukup untuk beli tiga setel baju disitu.
"Sudah! kamu terlihat cocok pakai itu. Cantik! Gak usah dilepas, langsung pakai saja setelah itu kita jalan jalan." setengah memaksa Yulia Romi menarik tangan itu, dan mengatakan pada pelayan kalau bajunya langsung dipakai. Kalau nunggu Yulia setuju, sampai sore mereka juga tak akan dapat baju yang cocok dengan harga yang Yulia mau.
Selanjutnya mereka berjalan kearah tempat dimana wahana permainan untuk anak anak berada.
"Bos, ini bajunya apa aku harus nyicil perbulan, atau langsung dipotong gajian bulan ini?" tanya Yulia sambil berjalan. Romi terlihat kesal.
"Diem ah, kamu berisik! Menganggu momen indah ini!" gerutu Romi.
Yulia merengut kesal. Pasalnya untuk biaya hidup sehari hari ia harus menekan pengeluaran seminimal mungkin, agar ia bisa berhemat dan bisa menabung. Agar jika suatu saat terpaksa butuh pengeluaran yang tak terduga, ia bisa mengambilnya sewaktu waktu, tanpa berutang kesana kemari. Belajar dari pengalamannya dulu. Sewaktu ayahnya sakit lalu meninggal, mereka tak punya apapun untuk membiayai pengobatan Ayahnya.
Dan karena keterbatasan biaya itulah, sang Ayah meninggal tanpa pengobatan yang memadai.
Yulia terhuyung karena sebuah dorongan di bahunya. Sebenarnya bukan karena dorongannya yang kencang, namun karena dirinya yang asyik melamun hingga ia tak bisa menjaga keseimbangan tubuhnya. Andai Romi tak segera menahan dengan menarik tangannya.
"Kamu tuh kerjaannya ngelamun melulu. Masa iya disentuh dikit aja udah mau jatuh gitu!" Romi geleng geleng kepala, dengan wanita di sampingnya. Entah gerangan apa yang ia pikirkan. Badannya sih disini, namun otaknya traveling entah dimana.
"Iya iya, maaf. Kan tadi saya udah bilang lagi gak enak badan, eh malah diajak dolan kayak gini. Salah siap coba!" nyengir kuda.
" Kalau dibolehkan sih, lebih baik saya tidur aja di mobil!" cerocos Yulia, membayangkan bantal dan kasur yang empuk sudah membuatnya ngiler duluan.
"Kalau. begitu kita makan dulu aja deh, biar ada pasokan staminanya. Kalau perlu beli multi vitamin biar tetap bugar!"
Mereka belok dulu ke gerai makanan, walaupun Shila terdengar merajuk ingin cepat cepat bermain. Namun Yulia berhasil meyakinkan Shila kalau berenang sebelum makan akan membuatnya tak enak badan dan bisa masuk angin.
Dan setelah puas mengisi perut, kembali mereka melanjutkan jalan ke arena Waterboom. Suara riuh anak saling teriak senang bersahutan. Mereka bahkan tak sungkan saling menyipratkan air pada temannya dengan riang gembira dan tertawa tawa. Dan saling berteriak kencang jika air dalam drum diatas penuh dan tumpah mengenai mereka.
Shila telah turun ke kolam didampingi oleh Ayahnya.
Aaaaa, mengapa dia terlihat sangat keren. Duh, pak Duda SaWit, apapun yang kamu lakukan kok bikin aku kesemsem. Seolah kiblat cintaku terarah padamu.
"Astaghfirullahaladzim."
Apa ini benar bisa dibiarkan. Mengapa aku begitu memupuk rasa ini, atau haruskah aku membunuh rasa ini sampai ke akar akarnya biar tak kan pernah bisa tumbuh lagi. Apakah aku akan terjerat kembali dan masuk pada lingkaran kehidupan yang tak bertepi dan masuk ke kubangan.
Ya Tuhan, aku bingung. Benar benar bingung. Yulia
Yulia melihat dari kejauhan ayah dan anak itu begitu bahagia dan tertawa tawa, membuatnya sedikit tersenyum. Entah kapan pria itu menanggalkan pakaian dan celananya hanya menyisakan celana kolor pendek selutut dan kaos putih tipis sebagai atasan. Dan meninggalkan barang barang itu di sampingnya duduk. Ada hape dan jam tangan. Terlihat juga Romi membimbing anaknya naik untuk perosotan yang langsung nyebur ke air kolam. Pertama kali melakukannya Shila terlihat takut, dan Romi begitu telaten mengajari dan membimbingnya. Hingga untuk ketiga kali Shila sudah biasa, malah tertawa tawa senang walaupun sering bertabrakan dengan anak lain.
*Body nya pak Duda, aduh bikin ngiler cewek cewek. Roti sobeknya terlihat jelas dari kaos tipisnya yang basah.
Astaghfirullahaladzim*. Yulia memalingkan wajah.
"Bundaaa, fotoin kitaaa!" terdengar teriakan Shila ditengah hiruk pikuk penghuni kolam. Yulia menoleh dan mengacungkan jempolnya sambil tersenyum, lalu cekrek.... cekrek....
Berhasil memotret momen mereka. Ia bahkan memvidio saat air drum tumpah dan mereka dengan sengaja berdiri dibawah air tumpahan itu dengan gembira bersama anak anak lainnya. Dan mengirimkannya di nomer ponsel Romi.
"Bundaaa, ayo sini.., ikut nyebur!" teriak Shila lagi, namun Yulia menggeleng kuat. Ada benda yang harus ia jaga. Ditempat keramaian seperti ini tak boleh gegabah membiarkan barang barang tanpa ada yang mengawasi.
Hampir tiga puluh menit mereka di sana, dan saat keluar dari kolam, terlihat kulit Shila yang telah memucat dan bibir bergetar, namun senyum dan tawa masih terus menghias wajahnya. Begitu serunya mereka, bahkan tadi terlihat Romi yang berbincang dengan ibu ibu muda di tepi kolam, tersenyum, beberapa saat kemudian menunjuk Yulia.
Apa sih yang mereka obrolkan?
Yulia terlihat kesal.
Tak berapa lama obrolan mereka akhiri. Dan pasangan Ayah anak itu menghampiri Yulia.
"Seru sekali ya, Shila. Duuh, sampai pucet gini. Ya udah mandi dulu pakai sabun!" ternyata tadi Romi sudah mempersiapkan dengan matang apa apa yang mereka bawa dari rumah tadi. Terbukti mereka membawa satu tas berisi pakaian ganti, sabun, handuk dan minyak putih. Setelah mengantri di toilet untuk mandi, mereka keluar dari arena itu.
Setelah itu mereka masih tak henti menjajal permainan permainan yang lain sampai waktu di jam tangan Romi menunjukkan pukul lima sore.
"Duh, kita belum shalat nih. mampir ke mushala dulu!" ujar Romi, yang diangguki Yulia. Ia sedang merah, jadi hanya menunggu mereka di teras sampai mereka selesai shalat sambil bermain ponsel.
"Naah, udah puas mainnya, jadi sebelum pulang kita makan dulu!" ucap Romi yang membuat Shila heboh minta makan pizza.
di sebuah kedai gerai dekat tempat itu.
"Yul, aku tiba tiba kebelet nih, aku ke toilet dulu ya?" ucap Romi yang diangguki Yulia, ia segera berlalu dari sana. Dan tinggal Shila dan Yulia berjalan masuk ke gerai makanan cepat saji. Karena Shila yang masih semangat dan berjalan sambil loncat loncat, ia menabrak seseorang dan jatuh.
"Shila..!" teriak Yulia panik. Dan segera menghampiri Shila untuk membantunya berdiri.
"Aduhhh!" seorang wanita tengah hamil mengaduh. Dan pria disampingnya marah marah.
"Hei, anak kecil! Punya ma ta gak sih? main tabrak istri saya aja."
Yulia masih menunduk, seperti teringat sesuatu tentang suara itu.
"Kalau punya anak dijagain dong mbaknya, kalau sampai istri sama anak saya kenapa napa gimana?" omel pria itu lagi.
"Sudahlah mas, aku gak apa apa!"
Yulia mendongak demi mendengar suara yang tak asing itu, betapa terkejut menghadapi kenyataan siapa orang dihadapannya dan mengomel karena istrinya di tabrak shila.
"Kamu...! ucapnya terkejut, namun sedetik kemudian tersenyum sinis dan mengejek.
"Lihatlah, istriku sedang hamil sekarang. Sekarang kamu tahu siapa yang mandul."
Seketika mata Yulia mengembun, ingin menjauh pergi dari mereka. Namun lagi lagi kata sinis terucap dari bibir pria itu.
"Selamat ya, selamat untuk seumur hidupmu yang akan cuma jadi Babysitter anak orang.
kok beda lagi?