Aku Bukan Wanita Mandul
****
Sehabis Maghrib itu, Yuliana, seorang wanita berkerudung berjalan menyeret kopernya keluar dari gerbang rumah yang ditinggalinya selama 3 tahun terakhir bersama sang suami yang sekarang telah menjadi mantan. Sebuah rumah berlantai dua di komplek perumahan menengah namun cukup asri.
Matanya sembab, air mata pun terus berjatuhan belum mau berhenti. Sesekali ia mengusap lendir yang keluar dari hidungnya dengan tisu yang dibawa dengan sebelah tangannya. Sebuah tas kecil berisi handphone dan dompet tersampir di bahunya.
Tanpa rasa iba, Wahyu sang suami mengusir Yuliana dari rumah itu dan melempar sebuah surat cerai ke wajah perempuan yang baru saja resmi menjadi mantan istri. Berkali kali jika marah ia mengatai dengan kasar Yuliana sebagai wanita mandul, hilang sudah kelembutannya. Hilang sudah rasa cinta yang selalu didengungkannya dulu.
Rasa sakit hati tak bisa ia pupuskan dan tak bisa ia luruhkan dengan air matanya yang masih berderai, tak dapat ia bendung sampai saat ini.
"Tega sekali kamu mas, dulu kamu merayuku bahkan sampai bersimpuh di kakiku untuk mendapatkan cinta perempuan yang kau anggap pembawa sial ini.
Kau merayu dengan sejuta janji yang menjulang tinggi, janji manis yang semanis madu.
Kau juga menjanjikan, surga dunia dalam rumah tangga kita, tapi nyatanya rasa neraka yang kau berikan." gumam Yulia dalam hati masih dengan sisa tangisnya.
Salah.
Ini salah siapa?
Yuliana merasa bersalah, pada dirinya sendiri dan juga pada ibunya. Ia meremehkan teguran sang ibu yang memintanya untuk memohon petunjuk Yang Maha Kuasa melalui shalat istikharah, untuk memikirkan dengan baik pinangan Wahyu yang baru beberapa bulan ia mengenalnya.
Kala itu Yuliana sangat yakin dengan keputusannya, dan tentu saja ngeyel luar biasa. Wahyu memang tampan, postur tubuhnya nyaris sempurna. Pekerjaannya juga lumayan mapan sebagai Manager Produksi di perusahaan rokok.
"Bu, Yulia sangat yakin dengan mas Wahyu, dia laki laki yang bertanggungjawab. Dia juga rajin beribadah. Pekerjaannya juga lumayan mapan. Dia seorang manager, Bu. Buat Yulia yang hanya tamatan SMA ini, pekerjaan semacam itu sangatlah sulit. Apalagi yang kurang, Bu?" debatnya pada sang ibu waktu itu diiringi perasaan sedikit emosi.
"Tapi firasat ibu mengatakan hal yang sebaliknya. Ibu rasa ia tidak cocok denganmu. Nak. Pikirkan baik baik ya, jangan hanya menuruti ***** sementara dan ego cinta semata. Berumah tangga itu sekali seumur hidup. Sekali kamu gagal, dan hati kamu terluka, akan sangat sulit menyembuhkannya." Nasehat sang ibu lagi. Tapi bukannya sadar, Yuliana malah bertambah kesal.
"Bu, harusnya ibu doakan yang baik buat Yulia, bukannya malah ngomong seolah olah ibu tahu kalau rumahtangga Yulia nanti bakalan gagal dan berakhir perceraian." Sungut Yulia.
"Tolong, Bu. Restui Yulia, hanya ibu yang aku punya saat ini. Dan aku juga begitu mencintai mas Wahyu. Rasanya aku tak bisa hidup tanpa dia!" Yulia yang bersimpuh didepan ibunya, menerawang. Andai Wahyu meninggalkannya, apalah artinya hidup ini.
"Yo wis, kalau itu memang mau kamu Nduk! Ibu cuma bisa mendoakan semoga anak ibu ini bahagia dunia sampai di akhirat."
"Aamiin!" Ibu cuma mengalah karena Yulia bersikeras. Biarlah hanya ia simpan dalam hati rasa yang tak bisa ia jabarkan pada sang anak. Yang bisa ia lakukan sebagai seorang ibu hanyalah berdoa, untuk kebahagiaan rumah tangga anak anaknya kelak.
Si sulung Angga, sudah menikah dan punya seorang anak. Mereka sudah mempunyai rumah walau hanya sederhana, di kota yang sama. Namun agak jauh tempatnya.
Dia seorang buruh pabrik, begitu pula istrinya. Dan sang istri yang bernama Dila, harus berhenti kerja saat dia hamil dan melahirkan putri cantik untuk Angga. Sehingga praktis, hanya Angga sebagai kepala rumah tangga yang bekerja memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Walau hidup dalam keadaan serba pas pasan, tapi hidup mereka dilimpahi kebahagiaan.
****
Yuliana terus berjalan menuju perbatasan kompleks, ia berdoa semoga akan ada taksi yang lewat agar dia bisa cepat pulang ke rumah ibunya.
"Ibu! Maafin Yulia yang tak pernah mendengar ucapanmu Bu!!" jerit Yulia dalam hati. Air mata masih saja terus menetes dengan lancang. Padahal ia sudah berusaha sekuat tenaga agar ia tak turun ke pipi putihnya.
"Keluar dari gerbang komplek, ia disapa oleh pak Sapto, satpam komplek yang kebagian shif kerja.
"Loh, ini bukannya neng Yulia, istrinya mas Wahyu. Mau kemana Neng malam malam?" Yulia hanya melirik sebentar.
"Eh, ada pak Sapto. Iya pak, saya mau pulang. Kira kira ada taksi gak ya Pak jam segini?"
"Waduh, kayaknya jarang ada taksi lewat, Neng. Sekarang kan jamannya canggih, adanya taksi lewat biasanya juga udah di order. Taksi onlen istilahnya ya? Apa Neng Yulia mau saya panggilkan taksi?"
Di kejauhan Yuliaia melihat ada sebuah mushala, dan waktu sudah menjelang isya. Yulia berpikir, lebih baik ia shalat dulu sebelum pulang. Agar hatinya lebih tenang, ia yakin sampai rumah ibunya pasti akan memberondongnya dengan banyak pertanyaan.
"Eh, gak usah pak Sapto. Makasih banyak. Saya mau ke musholla dulu, salat isya', Nanti saya cari taksi sendiri aja. Makasih ya pak Sapto!" tanpa menoleh lagi Yulia berjalan menuju mushala, diiringi tatapan heran dari pak Sapto. Bukannya tak tahu, Yulia terlihat sedih dan menangis. Tapi ia tak mau turut campur urusan orang.
"Ini pasti kerjaan mas Wahyu nih, aku kan sering liat mas Wahyu keluar masuk pake mobilnya bawa cewek lain. Apa itu selingkuhannya mas Wahyu? Sakno rek rek, ayu ayu kok Yo diselingkuhi. Kurang opo coba mbak Yulia Ki, wis ayu, sopan, gawe jilbab Ki mestine lak Yo muslim taat, tapi bojone.... woalah! Pengen due bojo ayu ae aku gak keturutan, malah seng due bojo ayu di sio sio." Gumam hati pak Sapto.
Yulia meletakkan kopernya didalam mushala, sudah ada beberapa orang yang berdatangan. Saat ada seorang ibu tua yang masuk, ia berbicara dengan wanita itu.
"Ah Bu, boleh minta tolong gak? Tolong jagain tas saya ya Bu, sebenernya gak ada yang berharga didalamnya. Tapi saat ini cuman ini yang saya punya. Saya cuma mau wudhu kok. Tolong sebentar saja ya, Bu!" ucap Yulia dengan sopan.
Wanita tua itu mengangguk, dan mempersilakan Yulia untuk membersihkan diri dan wudhu.
Wajah putih Yulia telah sembab dan memerah terlihat sangat berantakan. Namun karena guyuran air wudhu membuatnya lebih baik dan lebih segar.
Adzan telah berkumandang. Selesai wudhu dan memakai mukena, Yulia melakukan shalat sunah sebelum isya' lalu berdoa. Didalam doanya ia memohon untuk dilapangkan hatinya dan dikuatkan untuk menghadapi cobaan hidup. Ia sadar bahwa hidup memanglah ujian. Dan Tuhan tidak akan memberi ujian pada manusia diluar kemampuannya. Seperti yang tertera dalam penggalan surah Al-Baqarah ayat 286:
Lā yukallifullāhu nafsan illā wus'ahā, lahā mā kasabat wa 'alaihā maktasabat.
Yang artinya:
Artinya : Allah tidak membebani seseorang kecuali atas kemampuan atau kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.
Wallahu a'lam bisshawab.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments
🍭ͪ ͩ👙A⃠isyahᵇᶦᵏᶦⁿᶦ❣️
mmpir..bru bcaa..msih nyimkk😊
2022-07-21
0
yaniDanang
Yulia💪
2022-05-10
0
yaniDanang
nyicil, kk
2022-05-10
0