Menikah adalah hal yang membahagiakan. Tapi tidak saat aku menikah. Menikah membawaku kedalam jurang kesakitan. Dilukai berkali-kali. Menyaksikan suamiku berganti pasangan setiap hari adalah hal yang lumrah untuk ku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dewi wahyuningsih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 27
Arsen terkekeh sesaat. " Bukan hanya itu, aku mau hatimu dan waktumu seumur hidup untuk bersamaku.
Deg......
Entah dari mana perasaan bahagia yang muncul di hati Naina. Dia masih begitu sulit mengartikan rasa itu. Rasa yang hampir sulit dikendalikan.
" Hatiku dan waktuku? " Tanya Naina yang sudah bisa menyingkirkan perasaan aneh dihatinya.
" Hem..... " Arsen menghirup aroma sampo di rambut Naina. Menyegarkan.... batinnya.
" Kenapa aku harus memberikan itu padamu? sementara kau?
" Aku juga akan melakukan hal yang sama. "
" Jangan membuatku ingin tertawa. " Pangkas Naina yang merasa jika ucapan Arsen adalah kebohongan belaka.
" Apa yang kau inginkan sebagai jaminannya?
Naina menyingkirkan tangan Arsen dari pinggangnya. Dia menatap Arsen serius.
" Benarkah aku boleh meminta jaminan?
Arsen tersenyum sembari mengangguk. Lagi, Naina semakin terpesona melihat senyum itu. Hais.... tapi Naina juga harus mengontrol diri agar tidak terlihat terpesona kan?
" Aku ingin semua yang kau miliki. Bagaimana? " Ucap Naina sembari menggerakkan tangannya selaras dengan ucapannya.
Arsen kembali tersenyum membuat Naina mengerutkan dahinya karena bingung. Apa dia tidak mendengar dengan baik? batin Naina.
" Baiklah. Aku akan mengalihkan segala aset ku padamu. " Jawab Arsen dengan entengnya.
" Apa?! " Bukan bahagia, Naina justru merasa kaget hingga kupingnya berdengung.
" Aku akan mengalihkan kekayaanku padamu. " Ulang Arsen untuk memperjelas ucapannya.
" Tunggu! " Naina tidak mau kalah tentang ini. Dia harus mencari jaminan lain yang lebih berat. Naina tersenyum saat dia mendapatkan ide itu.
" Satu lagi yang harus kau jadikan jaminan.
" Apa?
" Kau menjamin dengan tubuh mu.
" Apa maksutnya? tubuh ku kan sudah menjadi milikmu.
Blush.....!
Tidak bisa dipungkiri, Naina benar-benar gugup mendengar ini. Apalagi, detak jantungnya yang seolah sedang terjun payung.
" Bukan begitu, kau harus menjamin tubuhmu agar tidak menyentuh wanita lain. " Naina memalingkan wajahnya karena merasa malu dengan rona pipi yang dia sadari mudah terlihat saat sedang gugup.
" Aku berjanji.
Naina yang terheran-heran dengan sikap Arsen belakangan ini, semakin terperangah dibuatnya.
" Kenapa kau begitu mudah menyetujuinya? " Tanya Naina yang kini malah menaruh curiga.
" Karena aku mencintaimu, istriku. " Ucap Arsen. Dia juga bukan orang bodoh yang tidak bisa memahami bagaimana perasaanya saat ini. Dia memang sempat bingung pada awalnya Tapi, seiring berjalannya waktu, Arsen mulai menyadari tentang rasa yang ada dihatinya.
Naina menelan salivanya sendiri. Gugup, semakin gugup rasanya. Rona merah di wajahnya juga semakin terlihat nyata. Jantungnya juga berdetak sangat cepat. Rasanya, ada sesuatu yang membuatnya ingin tersenyum. Tapi entahlah, Naina masih belum paham akan apa yang hatinya rasakan.
" Tuan, sudah berapa wanita yang menjadi korban cinta palsu anda? " Tanya Naina yang sudah tidak lagi memikirkan degup jantungnya. Naina benar-benar masih labil. Kadang-kadang memanggil Arsen, Tuan. Kadang juga Kau.
" berhenti memanggilku, Tuan! Aku tidak suka mendengarnya.
" Lalu? apa aku harus memanggil anda, Ar? begitu? sama dengan beberapa wanita yang memanggil nama anda dengan begitu menggelikan? " Naina bertanya dengan wajah yang seolah meledek.
Arsen menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Dia berpikir sejenak, benar juga sih. Selama ini wanita di luaran sana memanggil nama Arsen dengan sebutan Ar. Tapi kenapa rasanya sangat tidak cocok jika Naina yang memanggil dengan nama itu?
" Bagaimana dengan, Sayang?
" Jangan mimpi!
" Em, Suamiku?
" Tidak mau!
" Kalau, Babe?
" Menjijikkan!
" Honey?
" Jangan menyamakan dirimu dengan madu!
" Hubby?
" Tidak akan!
" Cinta?
" menggelikan!
" Tuan?
" Itu cocok! " Naina tertegun sesaat. Entahlah, apa memang panggilan itu lebih nyaman, atau memang Naina yang masih malu untuk itu.
" Jangan berani-beraninya memanggilku itu lagi! jika semua panggilan sebelumnya tidak mau, jadi kau akan memanggilku apa?! " Tanya Arsen frustasi.
" Baiklah! kenapa nada suaramu meninggi?! " Tanya Naina yang tak kalah nada suaranya.
" Kau juga sama!. " Bantah Arsen.
Naina dan Arsen terdiam sesaat.
" Bagaimana kalau, Sensen? " Arsen tersenyum sembari menatap Naina penuh harap.
" Kenapa terdengar seperti anak-anak? " Ujar Naina menatap Arsen datar.
Arsen menghela nafas kasarnya. Mencari Nama panggilan untuknya saja, sudah sangat bekerja keras otaknya.
Naina tersenyum sembari menghela nafas lega. " Bagaimana kalau, Pak Suami?
Arsen menatap Naina bingung. " Kenapa harus menggunakan, Pak?
" Pak, untuk menghormatimu di kantor. Suami, untuk memperjelas hubungan kita.
Arsen yang tadinya keberatan, kini bisa bernafas lega.
" Baiklah, Istriku sayang. Panggilan itu terdengar lumayan.
" Tapi,
Arsen menghentikan bibirnya yang Baru saja akan mengembang sempurna.
" Tapi apa?
" Aku akan memanggil mu, Pak dengan lantang. Dan di bagian suamiku, akan sedikit berbisik.
" Tidak mau! " Bantah Arsen yang jelas merasa keberatan.
" Kenapa? kan sama saja. " Naina merengut sebal.
" Beda! tentu saja berbeda. Pokoknya, panggil aku Sayang atau suamiku. Selain itu, tidak ada panggilan yang lain titik!
Naina menatap Arsen kesal. " Kenapa aku harus memanggil mu Suamiku?!
" Karena aku, Suami mu! " Arsen.
" Tidak mau! " Naina.
" Harus mau! " Arsen.
" Jangan membantah! " Arsen.
" Pokoknya tidak mau! " Naina.
" Diam! atau aku akan mencium mu! " Arsen.
" Cium saja kalau berani!
Arsen menyunggingkan senyumnya. Sementara Naina, dia termangu mengingat ucapannya barusan.
Tidak membuang waktu, Arsen langsung menyergap bibir ranum itu. Bibir yang mulai sekarang, akan membuatnya ketagihan setiap saat.
***
" Ayah dan Ibu sudah memberi tahu Naina? " Tanya Riana sembari menatap Ayah dan Ibu bergantian.
" Em, setelah sarapan Ibu berniat menghubungi Naina.
Tring....!
Ayah membanting sendok yang tengah ia pegang. Membuat Riana dan Ibu menatap ke arah yang sama.
" Ayah, ada apa? " Tanya Riana yang merasa kurang nyaman dengan sikap Ayah barusan.
" Tanyalah pada dirimu sendiri! " Bentak Ayah lalu berjalan meninggalkan meja makan begitu saja. Padahal, baru saja Ayah akan menyuap nasi ke mulutnya.
Ibu terdiam sembari menatap sarapan Ayah yang masih utuh. jelas sekali belum satu butir pun masuk kedalam mulut Ayah.
" Ibu, pokoknya aku tidak mau ditunda lagi. Aku mau hari ini Ibu menyelesaikan masalah ini.
Ibu terdiam tapi dia mengangguk mengiyakan.
Riana tersenyum. " Terimakasih Ibu.
Ibu membalasnya dengan senyum.
Yang mana yang harus aku pilih? Riana atau Naina? atau bahkan, Suamiku? tapi, hutang kebahagiaan yang kami miliki kepada Riana sangatlah besar. Mau tidak mau Naina harus mengalah. Maaf Naina. Kau memang putri Ibu, tapi Riana lebih pantas untuk Arsen. Semoga Tuan besar dan Naina mau mengerti.
Setelah sarapan selesai. Ibu langsung mengambil ponselnya dikamar sembari membawa sepiring sarapan untuk Ayah. Tentu saja Ayah melihatnya dan paham akan maksud Ibu mengambil Ponselnya.
Tidak punya hati! kau ingin menghancurkan putriku? aku akan benar-benar menghukum mu karena itu. Kau lebih mementingkan keponakan mu dari pada putri kita? kita lihat saja. Aku yakin sekali. Putriku sekarang, tidak akan pernah mengikuti permintaan bodoh mu lagi.
.................