Bukan musuh tapi setiap bertemu ada saja yang diperdebatkan. Setiap hari mereka bertemu, bukan karena saking rindunya tapi memang rumah mereka yang bersebelahan.
Mungkin peribahasa 'witing tresno jalaran soko kulino' itu memang benar adanya. Karena intensitas keduanya yang sering bersama membuat hubungan antara mereka makin dekat saja.
Di usia Abhista Agung yang ke 31, masalah muncul. Dia ditodong untuk segera menikah, mau tidak mau, ada atau tidak calonnya, ibu Abhista tak peduli! Yang penting ndang kawin, kalau kata ibunya Abhi.
Lalu bagaimana cara Abhi mewujudkan keinginan sang ibu? Apa dia bisa menikah tahun ini meski calonnya saja belum ada?
Ikuti kisah Abhista selanjutnya di Emergency 31+
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dfe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nasehat Abhi
Dan iya.. Sani murka! Dia sampai menyuruh pegawainya menutup kios lebih awal. Dengan perasaan menggebu dan amarah yang masih meletup-letup, dia mengajak Deepika pulang bersamanya. Tidak memperdulikan Sae yang masih berceloteh dengan kalimat awal 'maksudku bukan begitu'.
"Buk.." Deepika dan Sani sudah sampai di halaman rumah mereka.
"Diam! Kalau masih mau bahas dia, belain dia, atau merengek ingin kawin sama dia, nggak usah kamu ajak ibukmu ini bicara!! Ngomong aja sama rumput yang bergoyang sana!!" Sani menutup pintu mobilnya keras.
Deepika yang belum sepenuhnya sembuh dari kecelakaan tempo hari hanya bisa tertatih-tatih berjalan mengikuti ibunya masuk ke dalam rumah.
"Ada apa dengan mereka?"
Sekar bertanya kepada Abhi. Abhi hanya mengangkat kedua bahunya tanda ketidaktahuan.
Saat ini keluarga Sekar sedang menikmati kebersamaan mereka, apalagi dengan kedatangan Dewa yang membawa istri dan kedua anaknya menambah kebahagiaan di hati Sekar dan Ahiyung, suaminya semakin terasa.
Dari namanya saja sudah jelas jika bapaknya Dewa dan Abhi ini merupakan keturunan warga Tionghoa. Mata sipit, dengan kulit putih bersih, serta yang menjadi kelebihan Ahiyung yang diturunkan kepada kedua putranya adalah tinggi badan yang di atas rata-rata warga +62. Jelas di sini yang lebih mewarisi gen bapak adalah Abhi, tinggi badannya saja sekarang melebihi Dewa juga bapaknya sendiri. Dianugerahi rupa tampan yang begitu oriental, alis tebal tanpa disulam, Abhi adalah gambaran produk unggulan yang belum laku di pasaran! Mungkin bukan belum laku tapi emang edisi terbatas alias limited edition itu hanya orang istimewa saja yang berhak memilikinya.
"Omaaaa.. Ayam Reya diembat Nara! Huaaaaa"
Bocah berusia 6 tahun itu mengadu pada Sekar, membawa jurus pamungkas dengan menangis meraung di depan neneknya karena ayam favoritnya sudah habis, kandas tak tersisa di tangan sang adik.
"Udah udah jangan nangis gini. Nanti beli lagi ya, lihat cantiknya hilang kalau nangis terus." Sekar mengusap pipi gembul Reyana pelan.
Sedangkan Naraya, bocah 4 tahun itu abai pada tangisan kakaknya. Yang penting perutnya dapat jatah ayam goreng, mau ada drama nangis tujuh hari tujuh malam sebagai bentuk protes Reyana yang kehilangan bagian ayamnya, bocah itu tidak peduli.
"Udah dong Re, kayak nggak pernah makan ayam aja. Diem ah!" Kali ini Kanaya sang ibu yang memberi ulti pada anak pertamanya.
"Anak kecil kamu kasih tau kayak gitu apa mempan. Kayak nggak pernah jadi bocah aja kamu ini, kalau makanan kamu disikat orang lain pas belum puas makannya juga pasti kamu bakal ngereog." Sekar membela sang cucu yang makin sayang pada Omanya.
Kanaya hanya meringis menanggapi ucapan mertuanya sambil mengelap tangan dan bibir Naraya yang belepotan.
"Mas tadi kamu belinya di mana to? Udah tau ponakan mu doyan sama ayam kok ya belinya dikit banget."
Ujungnya yang salah adalah Abhi. Dia yang semula hanya duduk di tangga sambil menatap ponselnya jadi menoleh ke arah ibunya.
"Di jalan arah pulang. Kenapa, kurang?" Tanya Abhi baru memperhatikan box ayam yang tinggal tulang belulangnya saja di sana.
"Ya kurang! Sana beli lagi." Suruh Sekar sesuka hati.
"Nggak bisa mah. Udah tutup tokonya."
"Udah tutup? Kata siapa? Ini baru jam delapan." Masih ngotot agar sang cucu kesayangan mendapatkan apa yang dia mau.
"Yang jual aja udah pulang. Gimana nggak tutup."
"Yang jual siapa emang?"
"Tetangga sebelah. Tante Sani." Ucap Abhi singkat. Diiringi bibir Sekar yang ber O O ria.
Dan drama perayaman berakhir kala Dewa meminta Kanaya untuk mengajak anak-anaknya agar tidur saja.
Kali ini semua keluarga Ahiyung berkumpul di ruang tengah. Ahiyung bekerja sebagai pilot di salah satu maskapai penerbangan terkenal di Indonesia, oleh sebab itu lelaki yang masih sangat bugar di usianya ke 58 tahun ini jarang terlihat di rumah.
"Kasih tau anakmu itu lah ko, udah masuk kepala tiga kok ya belum mau nikah. Koko aja dulu nikahin aku waktu umur dua puluh ya ko.." Sekar mengadu sambil duduk mepet dekat suaminya.
"Emang udah punya calon mas?" Kali ini Ahiyung bertanya pada Abhi.
"Belum pah." Jawab Abhi singkat.
"Tuh mah, anaknya aja belum punya calon kok disuruh nikah. Harus ada calonnya dulu, klop, cocok, bisa diajak susah seneng bareng. Baru abis itu suruh nikah. Gitu rumusnya mah." Kedua lelaki berbeda usia itu melakukan tos dengan kepalan tangan.
"Eleh, percuma ngadu sama kamu ko. Belain aja terus itu anakmu. Aku cuma pengen mas Abhi bisa cepet nyusul mas Dewa. Itu lho, tuyulnya mas Dewa aja udah dua. Lha kamu mas, boro-boro mau produksi tuyul.. Pabriknya aja belum kelihatan hilalnya!"
Abhi tak ambil pusing. Dia memang tidak mempermasalahkan mau menikah umur berapa, hanya ibunya saja yang terlalu paranoid. Ketakutan berlebihan karena melihat usia 31 akan menghampiri anaknya tapi jangankan untuk menikah, mencari pacar saja ogah-ogahan Abhi lakukan.
"Kamu nggak pengen tes pentungan? Masih bisa berdiri nggak? Takutnya saking lamanya nggak dipake malah tremor nggak bisa berdiri." Dewa berucap pada adiknya.
"Harus banget aku kasih liat ke kamu. Takutnya kamu insecure sama ukuran dan bentuknya." Jawab Abhi santai.
"Bang_sat! Hahaha."
Mereka semua tertawa, tidak dengan Sekar.
"Koko, mas Dewa, mas Abhi. Kalian ini kok nggak ada malu-malunya ngomong kayak gitu. Ada mamah di sini lho! Dasar kalian ini!!" Sekar emosi kehadirannya tidak begitu dianggap oleh ketiga orang yang sangat dia cintai.
Suara gaduh dari samping rumah, mengalihkan keintiman keluarga Ahiyung.
"Ada apa sih mas? Dari tadi keliatannya heboh banget itu di sebelah." Sekar bertanya pada Abhi.
"Aku mana tau mah, dari tadi juga di sini." Jawab Abhi.
"Mamah mikir kamu punya bakat jadi cenayang kali. Kalau ada apa-apa pasti tanya nya ke kamu dulu." Dewa ikut berdiri ingin tau apa yang sebenarnya terjadi di rumah Sani.
Sekar, Ahiyung, Abhi dan Dewa keluar dari rumah. Mereka menengok ke arah halaman rumah Sani. Di sana ternyata ada tamu lelaki yang memancing emosi Sani, yang mengakibatkan perempuan itu mengeluarkan kalimat bernada tinggi.
"Kenapa susah sekali ngomong sama kamu Sae?! Apa kamu nggak ngerti bahasa manusia? Aku bilang pergi dari sini sekarang!! Jangan buat aku makin hilang respect sama kamu!!"
Dan meski pintu rumah Sani sudah ditutup, lelaki itu belum mau beranjak dari tempatnya dan beberapa kali terdengar memanggil nama Deepika.
"Kenapa itu ya mas?" Sekar makin kepo.
Tidak ada yang menjawab. Ahiyung langsung menarik tangan Sekar masuk ke dalam rumah, sedangkan Abhi dan Dewa masih berada di sana.
"Tante nggak bisa larang aku buat nikahin Deepika! Karena dia sangat mencintai ku. Aku meminta Deepika baik-baik tapi begini cara tante memperlakukanku. Jangan salahkan aku misalnya Deepika akan melawan tante dan memilih pergi bersama ku. Aku yakin Deepika akan bahagia hidup bersama ku. Aku pastikan tante akan menyesal sudah menolak niat baikku, aku nggak akan diam aja setelah ini tant! Dengar tant, aku akan ngambil Deepika dari tante!"
Dari panggilan 'ibu' berubah jadi 'tante' karena Sae begitu kecewa dengan penolakan Sani terhadap niatannya untuk mempersunting Deepika.
"Heh, sini." Abhi melambaikan tangannya agar Sae mendekat padanya.
Abhi sudah ada di pekarangan rumah Deepika, entah sejak kapan lelaki itu berada di sana. Dewa saja sampai celingukan mencari keberadaan Abhi yang tadi ada di sampingnya. Dia memastikan jika yang ada di halaman rumah tetangga ibunya itu memang Abhi, adiknya.
"Apa?" Tanya Sae tak bersahabat.
"Berisik!"
Abhi melepas sandalnya dan menampol mulut Sae dengan sandal yang dia pakai. Dewa bahkan sampai melongo dengan kelakuan adiknya, tapi setelah itu Dewa tertawa memegangi perutnya.
"Kamu!!" Sae ingin memukul tapi gerakan itu terbaca oleh Abhi. Dia menelikung tangan kanan Sae ke belakang, dengan erangan kesakitan Sae memaki Abhi dengan sumpah serapah agar tangannya dilepaskan.
"Sakit, bajing_an!! Masalah mu apa sampai ikut campur dengan urusan ku hah! Lepas anjing!!!"
"Kamu terlalu berisik."
Sae tersungkur setelah merasakan tangan besar Abhi mendorongnya sampai nyungsep. Ingin membalas tapi diurungkan karena melihat adanya Dewa berjalan mendekat ke arah mereka.
"Beraninya keroyokan, pecundang! Kalo berani satu lawan satu bangke!! Cih."
Sae pergi dengan motornya dengan perasaan marah luar biasa, Sudah lamaran ditolak calon mertua, ditoyor pula sama sandal oleh tetangga pacarnya. Apes banget Sae hari ini.
"Siapa sih?" Dewa tersenyum jenaka.
"Nggak tau. Nggak kenal. Nggak penting juga." Jawab Abhi berjalan kembali ke rumahnya.
"Terus kok kamu tabokin gitu? Kena pasal melakukan tindakan kekerasan kapok." Dewa mengekor dari belakang.
"Menurut KUHP yang baru disahkan, masyarakat yang berbuat berisik hingga mengganggu ketenangan tetangga dan orang lain pada malam hari bisa dipidanakan." Ucap Abhi santai.
"Hahaha buset dah, sungkem pak pengacara."
________
Abhi bisa melihat dari tempatnya duduk jika di seberang sana ada seorang gadis yang terisak. Dia hanya melihat, tanpa mau bertanya, tanpa mau menyapa, atau ingin mengganggu ketenangan yang sengaja dicari Deepika di balkon rumahnya.
"Nggak usah liatin aku terus mas! Aku lagi jelek-jeleknya ini!" Sebuah tisu kembali dia campakkan setelah penuh oleh cairan di hidungnya.
"Aku tadi nampol mulutnya pake sandal."
Ucap Abhi jujur. Deepika langsung menatap lurus dan berjalan mendekati besi pagar pembatas balkon agar lebih dekat dengan tetangganya itu.
"Apa? Siapa maksud mu?"
"Lelaki yang tadi berteriak-teriak di depan rumah mu. Mungkin setelah ini aku akan diberi surat penahanan jika pacarmu itu melapor pada pihak berwajib." Kembali Abhi berseloroh.
"Astaga. Apa dia terluka parah?"
Tanya Deepika serius. Matanya sembab, hidungnya merah, pipi chubby nya masih membekas air mata. Rambut yang dicepol asal serta kaos hitam over size membuatnya tampak natural.
"Kamu peduli padanya?"
"Bukan itu. Aku takut kamu dipenjara betulan mas, harusnya tadi kamu biarin aja dia..." Lirih Deepika.
Abhi tersenyum. "Aku nggak suka orang toxic. Pacarmu itu udah nggak sehat aku rasa. Dia berani berteriak seperti itu pada ibumu, orang yang melahirkan, merawat, dan membesarkan kamu dengan jerih payahnya. Apa kamu nggak mikir jika pacarmu mengalami gangguan jiwa?"
"Yang sopan lah mas. Dia itu kayak gitu juga karena tertekan... Mungkin.."
"Kamu membelanya?"
Deepika menggeleng. "Aku kecewa sama dia, tapi aku.. Aku masih sayang. Aku tau dia salah udah memaksakan kehendaknya pada ku dan ibuk tapi.. Jika diambil segi positif, dia ada benarnya.. Dia hanya memintaku untuk menjadi istrinya tapi ibuk mengusirnya. Ibu nggak suka padanya."
"Aku juga nggak suka sama dia." Ucap Abhi menanggapi cerita Deepika.
"Dia baik mas.." Deepika mulai menangis lagi.
"Tidak ada orang baik yang berlagak seperti preman di depan orang tua gadis yang dicintainya Deep. Kamu dengar kan bagaimana dia petentang-petenteng di depan rumah mu tadi?"
Deepika diam, dia mengangguk seperti anak kecil yang dimarahi orang tuanya. Sisi lain di hatinya merasa jika Sae tidak seharusnya seperti itu. Sae salah! Tapi dia tidak bisa menyingkirkan rasa sayang begitu saja di hatinya untuk lelaki yang sudah ditaruh ibunya pada daftar hitam sebagai calon mantu.
Abhi tak ingin masuk lebih jauh ke masalah percintaan tetangganya, tapi isak tangis Deepika membakar rasa penasaran sang pengacara, hingga bibirnya mengeluarkan pertanyaan...
"Secinta itu kamu sama dia?"
"Nggak tau mas.. Tiga tahun itu lama.." Jawab Deepika disertai helaan nafas beratnya.
"Apa kamu juga memikirkan perasaan ibumu sekarang ini? Tiga tahun kebersamaan kalian ternyata membutakan matamu pada sosok yang berdiri paling depan untuk melindungi mu dari apapun yang bisa menyakiti mu di dunia ini. Dia ibumu.. Bukan orang lain."
Jleb banget ucapan Abhi. Deepika seperti tersentak oleh suatu perasaan yang menyadarkannya jika dia secara tidak langsung sudah membuat ibunya sedih dan kecewa karena terus membela Sae.
"Mas.." Panggil Deepika berdiri berpegang pagar besi.
"Dalem."
"Makasih."
"Jangan buru-buru nurunin tangga. Pegangan, kalau jatuh bisa makin lama sembuhnya kakimu."
Deepika menoleh dan tersenyum tulus ke arah lelaki yang selama ini dia katai tua-tua keladi itu.
ganbatte ne ✊✊
fighting ✊ ✊
inget gak kata Abhi, kamu bakal cemburu hanya dg mendengar nama Abhi disebut sama ciwik lain 😌
skrg keknya terbukti deh, dah betmut kan kamu?! 😅🤣
astaghfirullah minal khotoyaaaa