Bagaimana perasaanmu jika istri yang sangat kamu cintai malah menjodohkan mu dengan seorang wanita dengan alasan menginginkan seorang anak.
Ya inilah yang dirasakan Bima. Dena, sang istri telah menyiapkan sebuah pernikahan untuknya dengan seorang gadis yang bernama Lily, tanpa sepengetahuan dirinya.
Bima sakit hati, bagaimanapun juga dia sangat mencintai istrinya, meskipun ia tahu sang istri tidak bisa memberikannya keturunan.
Bisakah Lily berharap Bima akan mencintainya? Meskipun Bima sangat dingin padanya, tapi Lily telah berjanji satu hal pada Dena. Sanggupkah Lily menepati janjinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon trias wardani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 27
Dia membelai pipiku lalu turun ke dagu. Menariknya sedikit membuat mulutku terbuka dan tanpa meminta persetujuanku dia melesakan lidahnya. Dia benar membersihkan semua yang sudah terjadi. Perlahan bayangan kotor dan menjijikan itu hilang dari fikiranku, tergantikan dengan momen indah saat ini. Sangat lembut bahkan rasa perih di sudut bibirku sudah tidak kurasakan lagi. Entah kenapa lidahku bergerak dengan sendirinya. Tapi aku tidak bisa mengimbangi pergerakannya yang sudah lihai. Aku tidak pernah berciuman dengan siapapun selama ini. Ah dan jangan membahas soal pria br*ngs*k itu. Anggap saja aku hanya sial. Kesialan yang membuatku sangat terpuruk.
Kurasa udara semakin menipis disini. Rasanya sesak. Pak Bima sangat lihai menggerakkan lidahnya. Menggerakkannya ke kanan dan ke kiri. Menarik ulur lidahnya keluar masuk mulutku. Terkadang membelit lidahku dan menariknya perlahan. Aku meremas lengan jas Pak Bima erat. Dadaku semakin sesak, tapi aku tidak mau menghentikan ciuman ini. Aku sudah gila!!
Aku kecewa saat Pak Bima menyudahi ciuman kami. Nafasku terengah ku palingkan wajahku ke samping, tidak mau memperlihatkan raut kesal dan kecewaku. Dia membingkai wajahku dan kemudian menciumi seluruh wajahku. Semua. Demi apa? Oh ya Tuhan. Rasanya dadaku akan meledak sebentar lagi! Ah aku harap wajahku tidak berubah warna seperti bunglon! Aku manusia! Aku manusia!
Dia tersenyum "Aku udah bersihin semua. Apa ada yang terlewat mungkin?"
"Di dalam sana?" dia menunjuk ke arah tanganku yang tanpa sadar memegangi dadaku
Aku mendongak melihat ke dalam matanya dan tersadar lalu dengan cepat menggeleng.
"Aku akan kembali ke kamarku. Kamu istirahat saja. Kalau butuh apa-apa kamu telfon aku. Oke?" Aku terkejut.
Kamarnya?
Apa dia tidak akan tidur disini?
"Tadi sore aku pesan kamar yang lain. Maaf semalam kita harus tidur satu ruangan karena kamar hotel penuh. Aku ada di kamar sebelah." dia menunjuk dengan menggunakan ibu jarinya.
Aku mengangguk pelan. Ku lihat dia berdiri dan membantu ku berbaring dengan nyaman lalu menyelimuti tubuhku hingga ke leher. Lalu dia pergi dan terakhir kali aku melihat punggungnya sebelum dia menghilang di balik pintu.
Aku membuka selimutku dan duduk di tepi ranjang. Benar. Aku baru sadar kalau sedari tadi hanya ada koperku saja disana.
Hahh...
Jangan katakan kalau aku kecewa!
Ingat perjanjian! Ingat Ly!
Tapi...
Aku menyentuh bibirku, dan tanpa sadar tersenyum.
Apa yang tadi di benarkan?
Ahh tapi tadi dia yang memulai kan?!
Aku berdiri dan berjalan, lalu membuka pintu balkon yang terbuat dari kaca. Seketika angin malam yang bercampur aroma laut menyeruak menerpa kulitku. Dingin.
Aku berdiri di atas balkon. Kedua tanganku aku tumpukan ke pagar pembatas. Mataku terpejam merasakan belaian lembut angin yang menerpa tubuhku.
Dingin, tapi rasanya nyaman sekali.
Aku menulikan pendengaranku dari semua hal kegaduhan di luar sana. Suara mobil yang masih riuh di jalanan, dan suara manusia yang masih melakukan aktifitasnya tidak aku hiraukan. Aku menajamkan pendengaranku pada debur ombak di pantai.
Angin yang semilir, dan ombak yang memecah ke pantai, lalu suara dedaunan dari pohon nyiur yang bergesekan membuat ku bisa melukiskan pemandangan indah yang hanya bisa kulihat dalam bayanganku. Tak lupa dengan susah payah aku menghadirkan anak bertubuh tambun itu disana, tentunya dengan diriku disana yang sedang menunggunya membuatkan istana pasir. Aku tersenyum ketika mengingat bibirnya mengerucut sebal saat aku dengan sengaja menendang istana pasir yang hampir sempurna itu dengan kakiku. Lalu aku tertawa dan kemudian berlari menjauh darinya.
Semangat thor 💪💪