Luna Maharani.
Nama yang sudah lama tidak ia dengar. Nama yang dulu sempat jadi alasan pertengkaran pertama mereka sebelum menikah. Mantan kekasih Bayu semasa kuliah — perempuan yang dulu katanya sudah “benar-benar dilupakan”.
Tangan Annisa gemetar. Ia tidak berniat membaca, tapi matanya terlalu cepat menangkap potongan pesan itu sebelum layar padam.
“Terima kasih udah sempat mampir kemarin. Rasanya seperti dulu lagi.”
Waktu berhenti. Suara jam dinding terasa begitu keras di telinganya.
“Mampir…?” gumamnya. Ia menatap pintu yang baru saja ditutup Bayu beberapa menit lalu. Napasnya menjadi pendek.
Ia ingin marah. Tapi lebih dari itu, ia merasa hampa. Seolah seluruh tenaganya tersedot habis hanya karena satu nama.
Luna.
Ia tahu nama itu tidak akan pernah benar-benar hilang dari hidup Bayu, tapi ia tidak menyangka akan kembali secepat ini.
Dan yang paling menyakitkan—Bayu tidak pernah bercerita.
Akankah Anisa sanggup bertahan dengan suami yang belum usai dengan masa lalu nya??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Call Me Nunna_Re, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 27
Senyap malam berubah jadi saksi bisu dari badai yang tak disangka.
Begitu Anisa melangkah keluar dari mobil Tuan Jovan, rasa lelah di tubuhnya sedikit terbayar oleh ketenangan hingga suara berat dan dingin menusuk telinganya.
“Kamu baru pulang, hah?”
Anisa menoleh kaget.
Bima berdiri di depan lobi apartemen, rahangnya mengeras, matanya menyala seperti bara yang siap membakar. Dalam genggamannya, ponselnya masih terbuka, di layar terpampang jelas foto dirinya yang sedang digandeng Tuan Jovan menuju mobil mewah Jovan.
Foto itu dikirim oleh Luna.
Dengan caption pendek yang menyulut api di dada Bima,
“Lihat tuh, wanita kampung udah punya laki-laki lain.”
Anisa belum sempat menjelaskan ketika tangan kasar Bima langsung menarik lengannya.
“Sakit, Mas! Lepas....”
“Diam kamu, dasar Jalang!” bentaknya, menyeret Anisa masuk ke dalam lift tanpa memedulikan tatapan orang-orang sekitar.
Sementara itu di luar, Jovan yang baru mematikan mesin mobil segera keluar. Ia melihat dengan jelas bagaimana Bima menyeret Anisa. Langkahnya cepat menuju pintu masuk, tapi dua petugas keamanan segera menghalangi.
“Maaf, Tuan. Anda tidak bisa masuk. Hanya penghuni yang bisa naik tanpa izin,” ucap salah satu petugas.
“Kalian lihat sendiri kan, dia diseret dengan kasar! Dia bisa terluka!” suara Jovan meninggi, nada tegasnya membuat udara menegang.
"Itu buka urusan kami tuan."
"Minggir, saya mau masuk!."
Namun petugas tetap tak bergeming.
Jovan mengepalkan tangannya kuat-kuat, rahangnya mengeras menahan amarah. Ia menatap ke arah lift yang baru saja tertutup, dan di matanya ada bara amarah bercampur ketidakberdayaan.
Ia mengambil ponsel nya dengan dada naik turun menghubungi asisten pribadinya yaitu Damian.
"Damian!! Akuisisi apartemen Royal Garden, Sekarang!!." Jovan pun mematikan ponselnya dan tatapannya tertuju pada lift di mana Anisa diseret dengan paksa oleh Bima.
Di dalam unit apartemen,
Bima mendorong tubuh Anisa hingga menabrak dinding. Suara tubuhnya membentur keras, dan seketika rasa sakit menjalar di bahunya.
“Lo pikir gue nggak tahu siapa laki-laki itu, hah? CEO muda, kaya, tampan! Cocok banget ya buat cewek murahan kayak lo!NGACA!!”
“Mas Bima, tolong jangan bicara seperti itu. Dia hanya atasan saya, Tuan Jovan cuma...”
“Tuan Jovan?” Bima menirukan dengan tawa sinis. “Hebat lo ya, sampai manggil nama mesra begitu! Apa sekarang lo jadi gundiknya, hah?, atau.... oh gue tahu pasti lo udah menjajakan tubuh lo sehingga CEO itu mau menerima lo untuk magang di perusahaannya”
Setiap kata keluar seperti cambuk.
Anisa menggigit bibirnya menahan tangis, matanya mulai memanas, tapi ia berusaha berdiri tegak.
“Cukup, Mas! Saya capek disalahin terus!” suaranya bergetar namun tegas. “Kita cuma nikah kontrak, kan? Tidak ada cinta, tidak ada kewajiban. Jadi saya bebas bergaul dengan siapa pun, termasuk dengan Tuan Jovan! Kenapa Mas bisa tinggal serumah dengan kekasih Mas, tapi saya bahkan dilarang berbicara dan dekat dengan pria lain?”
Bima mematung. Urat di pelipisnya menegang.
Tatapannya liar, marah, tapi di balik itu ada sesuatu yang tak ingin ia akui rasa cemburu yang menusuk tanpa izin.
“Jangan bawa-bawa Luna di hadapan gue!” teriaknya keras, mendorong meja hingga nyaris terbalik.
“Kenapa? Karena kamu takut aku bilang yang sebenarnya? Kalau aku yang hina, maka apa bedanya dengan Luna yang pura-pura jadi korban, padahal dia yang selalu menjatuhkan orang lain!”
PLAK...
Tamparan keras melayang lagi di pipi Anisa.
Suara itu menggema di seluruh ruang apartemen. Namun kali ini Anisa tak menangis. Ia hanya menatap Bima dengan mata berkaca-kaca bukan karena sakit, tapi karena kecewa yang terlalu dalam.
“Saya kasihan sama, Mas,” ucapnya pelan. “Kasihan karena Mas lupa jika ibu yang melahirkan emas adalah seorang wanita, tidak semua wanita itu murahan, saya hanyalah seorang bawahan dan ketika atasan saya menawarkan saya untuk mengantarkan saya pulang karena hari yang sudah larut malam. di mana salah saya?, Saya tidak melakukan hal-hal bejat bersamanya. apa Anda lupa kalau di surat kontrak kita tertulis jika pihak pertama tidak boleh ikut campur urusan pribadi pihak kedua. dikontrak juga tertulis jelas jika kita bersikap suami istri hanya di depan orang tua Anda saja. tapi kenapa anda selalu ikut campur dalam urusan pribadi saya?, Saya tahu saya menikah dengan anda karena saya berharap kehidupan yang layak untuk adik-adik saya di panti asuhan, tapi setahu saya Villa yang diberikan oleh orang tua anda untuk panti asuhan tersebut adalah murni milik orang tua anda dan sepersen pun tidak ada uang anda di dalamnya, jadi apa hak Anda mengekang dan menghina saya seperti ini Tuan Bima” ucap Anisa dengan emosi meledak-ledak dan tatapan tajam yang membuat Bima terkesiap. Iya benar-benar tidak menyangka gadis lembut Anisa bisa bersikap seperti itu.
"Oh, mentang-mentang lo udah magang di perusahaan besar lo jadi berani sama gue?." sentak Bima yang tidak mau kalah dengan Anisa.
"itu sama sekali tidak ada hubungannya, saya selama ini diam saja karena saya menghargai orang tua anda. saya diperlakukan kasar, saya Anda pukul tanpa mendengarkan terlebih dahulu penjelasan saya saya masih diam. pacar anda yang menurut anda sangat sempurna itu sudah berkali-kali memfitnah saya dan saya masih memilih diam, tapi kali ini saya tidak mau diam lagi, karena anda benar-benar sudah keterlaluan, anda sudah menghina saya serendah mungkin. Asal anda tahu Tuan Bima sampai saat ini saya tidak rela ketika anda memukul saya, sekarang terserah Anda Anda mau melanjutkan kontrak ini atau tidak Itu terserah anda, karena saya sudah muak dengan semua drama yang anda ciptakan dengan kekasih anda. Kalau orang tua Anda mau mengambil villanya kembali silakan kami akan pindah!!."
Setelah itu, ia berbalik, melangkah masuk ke kamar tanpa menoleh lagi.
Bima hanya berdiri di ruang tamu dengan napas memburu, dadanya naik turun menahan amarah yang tak lagi punya arah.
Di luar gedung, Jovan masih berdiri menatap ke atas ke arah jendela yang kini sudah tertutup tirai.
Ia mengepalkan tangan, berjanji dalam hati,
“Aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi di balik pernikahan itu, tapi aku tidak akan biarkan dia disakiti lagi.”
Setelah menutup pintu kamarnya Anisa luruh di lantai sembari menangis ia benar-benar tidak kuat dengan perlakuan Bima. Anisa berani berkata seperti itu karena bonus yang diberikan oleh Jovan tadi sore jumlahnya lumayan besar yaitu 150 juta, awalnya Anisa menolak karena itu jumlah yang menurutnya terlalu besar namun demikian mengatakan jika jumlah itu pantas Anisa dapatkan karena nilai kerjasama yang berhasil Anisa dapatkan adalah miliaran dolar yang artinya triliunan rupiah.
"Aku akan menggunakan uang ini untuk mencari tempat tinggal yang baru, aku sudah tidak mau lagi terikat dengan pria berhati iblis seperti Mas Bima. dia tidak berhak memperlakukan aku seperti ini. Setelah aku mendapatkan tempat untuk adik-adikku aku akan pergi!!."
minta balikan habis ini yahhh lagu lama