Alya, gadis kelas 12 yang hidup sederhana, terkejut saat mengetahui ayahnya terlilit hutang besar pada Arka Darendra — CEO muda paling berpengaruh di kota itu.
Saat debt collector hampir menyeret ayahnya ke polisi, Arka datang dengan satu kalimat dingin:
“Aku lunasi semuanya. Dengan satu syarat. Putrimu menjadi istriku.”
Alya menolak, menangis, berteriak—tapi ayahnya memaksa demi keselamatan mereka.
Alya akhirnya menikah secara diam-diam, tanpa pesta, tanpa cinta.
Arka menganggapnya “milik” sekaligus “pembayaran”.
Di sekolah, Alya menyembunyikan status istri CEO dari teman-temannya.
Di rumah, Arka perlahan menunjukkan sisi lain: posesif, protektif, dan… berbahaya.
Mereka tinggal seatap, tidur sekamar, dan gairah perlahan muncul—walau dibangun oleh luka.
Konflik berubah ketika masa lalu Arka muncul: mantan tunangan, dunia bisnis yang penuh ancaman, dan rahasia gelap kenapa ia sangat tertarik pada Alya sejak awal.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon S. N. Aida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21: Ancaman dari Tanaya
Kehidupan Alya di dalam villa Darendra telah mencapai keseimbangan yang rapuh. Ia dengan lihai menjalankan ‘Permainan Peran’ (Bab 20), memperlakukan Arka sebagai mentor bisnis yang harus ia kagumi, bukan sebagai penculik posesif. Dengan menjadi mitra intelektual yang Arka dambakan, Alya berhasil mendapatkan sedikit kebebasan: akses ke ruang kerja, keintiman yang lebih lembut (yang ia gunakan untuk tawar-menawar), dan yang terpenting, informasi tentang masa lalu Arka dan Tanaya.
Arka, yang terpuaskan oleh kepatuhan Alya dan minatnya pada dunia bisnis, mulai sedikit melonggarkan cengkeramannya, sibuk dengan pekerjaan di kantor. Alya memanfaatkan waktu luang ini untuk belajar dengan giat, mempersiapkan diri untuk kemungkinan pelarian di masa depan.
Namun, semua ketenangan palsu itu hancur pada suatu Selasa sore.
Arka sedang berada di ruang kerja, menyelesaikan panggilan konferensi internasional, sementara Alya duduk di sofa, pura-pura membaca buku bisnis yang disarankan Arka, tetapi sebenarnya mengawasi setiap gerak-gerik suaminya.
Ponsel Arka berdering, bukan deringan biasa, melainkan notifikasi pesan dari nomor tak dikenal. Arka meraih ponselnya dengan cepat. Alya, dari sudut matanya, melihat ekspresi Arka berubah total. Wajahnya yang biasa tenang, yang bahkan tidak menunjukkan emosi saat kerugian ratusan miliar, kini menegang. Rahangnya mengeras, dan urat di pelipisnya menonjol.
Arka segera berdiri, mengakhiri panggilan dengan nada datar, “Tunda pertemuan itu. Aku akan memproses data ini sendiri.”
Dia berjalan cepat ke jendela kaca, membelakangi Alya. Alya tahu, Arka sedang membaca pesan itu berulang kali. Posturnya kaku, penuh amarah yang dingin.
Arka menghapus pesan itu, tetapi pesan itu sudah meninggalkan jejak yang dalam pada dirinya.
“Tuan Arka? Apakah ada masalah?” tanya Alya, dengan nada khawatir yang dilatihnya.
Arka berbalik. Dia berusaha keras untuk tersenyum, tetapi hasilnya adalah seringai yang mengerikan.
“Tidak ada. Hanya kompetitor bodoh yang mencoba trik murahan,” jawab Arka, tetapi matanya mengkhianati kata-katanya. Dia menatap Alya sejenak, tatapan yang penuh penilaian dan ketakutan yang terselubung.
Sejak saat itu, Arka berubah. Perubahannya drastis, mengganggu, dan segera terlihat oleh Alya.
Proteksi yang Terobsesi
Arka menjadi lebih protektif. Jika sebelumnya ia mengizinkan Alya belajar di perpustakaan atau taman villa yang luas ditemani Jeevan, kini ia tidak mengizinkan Alya keluar dari lantai eksekutif—lantai di mana kamar tidur utama, ruang kerja, dan ruang baca berada.
“Kau harus belajar di sini, Alya. Udara di luar terlalu dingin,” alasan Arka, saat Alya mencoba meminta izin untuk belajar di balkon.
“Tapi ini musim panas, Tuan Arka,” balas Alya.
“Jangan membantah. Di sini lebih aman. Aku ingin kau berada di tempat yang bisa kulihat,” tegas Arka, suaranya mengandung nada final.
Kontak fisik Arka juga meningkat tajam, tetapi bukan dalam konteks gairah. Ini adalah kontak fisik untuk memverifikasi keberadaan Alya. Di meja makan, Arka akan terus memegang tangan Alya di bawah meja, seolah takut Alya akan lenyap. Saat Arka bekerja, dia akan memanggil Alya ke ruang kerjanya dan meminta Alya duduk di sofa, hanya agar dia bisa melihat Alya.
Arka menjadi sangat mudah marah. Kemarahannya tidak diarahkan pada Alya, tetapi pada staf dan hal-hal sepele. Suatu pagi, Arka meledak karena kopi paginya sedikit terlalu dingin.
“Apakah kau sedang menguji kesabaranku, Andre? Bawa kopi ini kembali dan buat yang baru. Aku tidak mentolerir kelalaian dalam hal-hal kecil,” bentak Arka pada salah satu pelayan, suaranya tajam dan tidak sabar.
Alya menyadari bahwa kemarahan itu bukan tentang kopi. Itu tentang ketegangan yang ia rasakan sejak menerima pesan itu. Arka sedang berjuang melawan sesuatu yang ia sembunyikan.
“Tuan Arka, Anda terlihat lelah. Apakah ini ada hubungannya dengan merger yang Anda bicarakan minggu lalu?” tanya Alya, mencoba menusuk ke ranah bisnis.
Arka menatap Alya, matanya menyipit. “Jangan sok tahu, Alya. Kau adalah istriku, bukan penasihat keamananku. Fokus pada buku-bukumu.”
Ini adalah penolakan yang keras. Alya tahu, dia tidak boleh mengganggu masalah itu. Ini adalah masalah personal yang Arka anggap terlalu berbahaya untuk diketahui Alya.
Bodyguard Baru yang Diam-diam
Alya, si mata-mata yang terlatih, mulai menyadari adanya perubahan lain yang lebih halus dan lebih mengkhawatirkan.
Saat Alya sedang belajar di ruang baca, ia melihat melalui jendela kaca yang lebar. Ia melihat ada dua pria yang selalu berjalan di perimeter villa. Mereka tidak mengenakan seragam pelayan atau penjaga keamanan biasa. Mereka berjas hitam, tinggi, dan memiliki earpiece kecil. Mereka bergerak dengan efisiensi senyap yang hanya dimiliki oleh profesional yang sangat terlatih.
Alya sudah hapal semua staf keamanan villa. Kedua pria ini baru.
Saat Alya berjalan ke kolam renang (satu-satunya tempat Arka masih mengizinkannya sesekali pergi, asalkan dia ditemani Jeevan), ia melihat salah satu pria baru itu berdiri di dekat gerbang halaman belakang, berpura-pura memeriksa tanaman. Pria itu tidak pernah jauh dari pandangan.
Arka telah menyewa pengawal pribadi baru, dan dia menyembunyikannya dari Alya.
Alya menyadari: Ancaman dari Tanaya bukan hanya masalah bisnis atau ego yang terluka. Ancaman itu pasti melibatkan keselamatan fisik Alya.
Malamnya, Alya melakukan eksperimen kecil.
Saat Arka sedang mandi, Alya pergi ke jendela kamar tidur dan menarik tirai sedikit. Dia melihat mobil hitam tak bertanda parkir di luar gerbang, dan sekelebat cahaya rokok di pos keamanan yang baru didirikan.
Arka telah memperkuat keamanannya.
Ketika Arka keluar dari kamar mandi, Alya duduk di ranjang, memegang cincin kawinnya.
“Anda menyewa pengawal baru, Tuan Arka,” kata Alya, dengan nada pernyataan, bukan pertanyaan.
Arka berhenti di tempatnya, handuk melilit pinggangnya. Dia tidak repot-repot menyangkal.
“Ya. Itu perlu. Keamanan villa ditingkatkan,” jawab Arka, suaranya tegang.
“Mengapa? Apakah Tanaya mencoba menyakiti Anda? Atau… dia mencoba menyakiti saya?” Alya bertanya, langsung ke intinya.
Arka mengencangkan rahangnya. Dia berjalan ke lemari, memunggunginya.
“Itu tidak penting. Yang penting, kau aman. Aku tidak ingin ada orang yang mengganggu rencanaku,” katanya.
“Jika ini karena saya, Tuan Arka, saya bisa kembali ke rumah lama saya. Saya akan aman di sana, dan Anda bisa fokus pada pekerjaan Anda,” usul Alya, sebuah tes yang berbahaya.
Arka berbalik dengan marah. Matanya memancarkan amarah yang menakutkan.
“Jangan pernah mengucapkan kata-kata itu lagi!” teriak Arka, suaranya naik untuk pertama kalinya dalam beberapa minggu. Dia berjalan cepat ke Alya, menekan Alya hingga ia berbaring di ranjang.
Arka menindih Alya, wajahnya hanya beberapa inci dari wajah Alya. Alya bisa mencium aroma sabun dan amarahnya.
“Kau tidak akan pernah kembali ke tempat yang kumuh itu, Alya. Kau milikku. Kau adalah pusat dari semua yang aku lakukan. Aku adalah yang berkuasa, dan aku tidak akan membiarkan siapa pun, bahkan wanita gila itu, menyentuh apa yang menjadi milikku!” desis Arka.
Air mata Alya mengalir di pelipisnya. Bukan karena takut, tetapi karena menyadari betapa parahnya obsesi Arka. Ancaman dari luar hanya membuat Arka semakin posesif.
Arka menunduk, mencium Alya dengan keras di bibir, ciuman yang merupakan klaim, ketakutan, dan permintaan maaf yang tak terucapkan.
Setelah melepaskan ciumannya, Arka menatap Alya, matanya memohon.
“Aku tidak bisa kehilanganmu, Alya. Aku tidak akan mentolerir kerugian lain yang disebabkan oleh wanita itu. Kau harus percaya padaku, aku akan melindungimu. Jangan coba-coba melarikan diri, atau aku akan pastikan hidupmu di luar sana akan lebih buruk daripada di sini.”
Alya memeluk leher Arka, membalas pelukan itu dengan kepasrahan yang dingin. Dia tahu sekarang. Arka tidak hanya melindungi asetnya; dia melindungi dirinya sendiri dari trauma kehilangan yang disebabkan oleh Tanaya.
Ancaman Tanaya bukan hanya tentang Alya. Itu adalah tantangan langsung terhadap otoritas dan kemampuan Arka untuk menjaga apa yang ia klaim. Dan Alya adalah kunci dari semua ini.
Alya tidak lagi melawan. Dia akan tetap berada di sisi Arka, menjadi Istri Kecil CEO yang sempurna, sampai dia tahu siapa yang akan menang dalam permainan berbahaya antara Arka dan Tanaya ini. Dia harus mengumpulkan lebih banyak informasi, karena sekarang, bukan hanya kebebasannya yang dipertaruhkan, tetapi juga nyawanya.
Alya mengangguk. “Saya tidak akan pergi, Tuan Arka. Saya milik Anda. Tolong, jangan marah lagi.”
Arka memejamkan mata, memeluk Alya erat-erat. Ketegangannya perlahan mengendur.
“Bagus,” bisik Arka. “Jangan pernah lupa itu. Jangan pernah.”