Tiffany, tiba-tiba dijemput oleh kedua orang tua kandungnya. Berharap ini awal kebahagiaan darinya, dimana gadis miskin yang ternyata anak dari keluarga kaya.
Namun tidak, inilah awal dari neraka baginya. Meira yang selama ini tinggal bersama keluarganya, melakukan segala cara untuk menghancurkan Tiffany.
Membuatnya dibenci oleh keluarga kandungnya, dikhianati kekasihnya. Hingga pada akhirnya, mengalami kematian, penuh kekecewaan.
"Jika dapat mengulangi waktu, aku tidak akan mengharapkan cinta kalian lagi."
***
Waktu benar-benar terulang kembali pada masa dimana dirinya baru dijemput keluarga kandungnya.
Kali ini, dirinya tidak akan mengharapkan cinta lagi.
"Kalau kamu menolakku, aku akan bunuh diri." Ucap seorang pemuda, hal yang tidak terjadi sebelum waktu terulang. Ada seseorang yang mencintainya dan mengharapkan cintanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KOHAPU, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keluhan
Martin menghela napas, menatap tidak senang kala Tiara dan Tiffany meniup lilin bersama, bahkan memotong kue pun berdua.
Masih duduk di kursi rodanya. Kala Arelia mendekat, bertanya pada putranya."Jangan bilang kamu cemburu pada wanita."
"Aku tidak cemburu, hanya saja aku berharap Tiffany tetap dibenci oleh keluarganya. Tidak memiliki teman seperti nona Tirta." Martin meminum sedikit anggur. Kala tepukan tangan semua orang terdengar.
"Kenapa? Bukankah bagus, dengan begitu Tiffany akan memiliki status tinggi. Keluarga yang mencintainya, teman yang rela melakukan apapun untuknya. Dan---" Kalimat sang ibu disela.
"Dia tidak mencintaiku. Keluarga yang menyayanginya akan mulai mempengaruhinya agar tidak bergantung padaku, teman berstatus tinggi akan membawanya pergi dariku dengan berbagai alasan. Siapa yang rela orang yang mereka sayangi berakhir dengan pria cacat." Ucap Martin masih memegang gelas winenya.
Arelia terdiam sejenak, matanya menatap ke arah Tiffany."Apa kamu ingin menghancurkan hubungan yang begitu dekat? Ibu tidak tau kamu memiliki pemikiran sepicik itu."
"Tidak, tapi akan selalu ada cara untuk membuatnya terikat denganku bukan?" Martin tersenyum, menyimpan banyak rahasia. Bagaimana dirinya memangku Tiffany kecil, bahkan mengajari banyak hal. Anak panti yang menyelamatkan nyawanya dengan susah payah.
Mungkin Tiffany tidak mengingatnya. Tapi Martin selalu ingat...
***
"Tiffany malam ini menginap di rumahku ya? Kita tidur di kamarku. Ada boneka kelinci dan---" Kalimat Tiara disela.
"Malam ini Tiffany menginap di rumahku." Pemuda yang tersenyum, membuat ekspresi wajah Tiara berubah.
"Tiffany! Ini hari ulang tahunku." Pinta Tiara memelas, entah kenapa tidak begitu menyukai Martin. Bagaimana bisa Tiffany yang begitu keren berakhir dengan pria cacat.
"Aku sudah ada janji dengan Martin tersayang. Aku bahkan sudah membelikan boxer untuknya dikenakan malam ini." Jawaban lugas dari Tiffany, hanya satu orang yang dapat melindunginya. Sekaligus mengeluarkannya dari kartu keluarga. Tentu saja... Martin. Tidak mungkin bukan dirinya menikah dengan Tiara?
"Apa kamu mengenakan pakaian dalam senada dengan boxer yang kamu berikan?" Tanya Martin padanya, menarik Tiffany hingga jatuh ke dalam pangkuannya.
"Mungkin...mau periksa?" Tanya Tiffany, benar-benar membuat Safira menghela napas.
Sang ibu yang menarik putrinya agar berdiri dari pangkuan Martin."Tiffany, kamu harus menjaga tutur katamu. Kamu itu anak gadis perawan."
"Tahun depan aku dan Martin akan menikah. Jadi tidak masalah bukan?" Ucap Tiffany pada Safira, sesaat melirik ke arah Martin."Iya kan, sayang...?"
"Apa yang tidak untuk wanita tercantik." Martin meraih jemari tangan Tiffany kemudian mengecup punggung tangannya.
Gila! Pemuda ini sama sekali tidak malu. Malah semakin menempel saja. Tiffany berusaha tersenyum, benar-benar berusaha. Tidak boleh jatuh hati pada wajah rupawan. Mengingat kehidupannya sebelum waktu terulang. Tidak ada cinta yang dapat dipercayai.
Tapi...
"Aku ingin menghabiskan hidupku bersamamu." Lanjut Martin.
"Aku juga ingin menghabiskan hidupku bersamamu." Tiffany tersenyum, membayangkan pulang kerja tinggal merawat Martin. Berstatus sebagai istri di atas kertas, berkedok perawat. Lagipula Martin tidak dapat berdiri dari kursi rodanya, juga digosipkan impoten. Dirinya dapat hidup tenang, tanpa gangguan Meira.
"Kalian pasangan yang benar-benar cocok. Ibu akan menyiapkan kamar untuk Tiffany menginap." Ucap Arelia penuh senyuman.
Sedangkan Yahya terdiam sejenak, tidak menyukai ini. Wajahnya tersenyum kemudian berucap."Tiffany, kamu belum boleh menginap di rumah Martin."
"Kenapa? Bukankah ini bagus, jika pernikahan akan segera dilaksanakan. Aku tidak sabar untuk tinggal dengan Martin tersayang." Tiffany membalas senyuman ayahnya penuh arogansi.
"Besok kamu harus sekolah." Dengan cepat sang ayah membuat alasan.
"Aku bisa diantar Martin." Jawab Tiffany.
"Seragam?" Tanya Yahya kembali.
"Seragam hari ini masih ada di mobil." Benar-benar putri yang pintar dapat menjawab ayahnya.
"Buku?" Lagi-lagi sang ayah tidak mau kalah.
"Aku akan membelikan buku yang baru untuk Tiffany." Martin tersenyum menjawab.
"Tetap tidak boleh!" Tegas Yahya.
"Kanapa?" Tanya Martin.
"Kamu akan melecehkan putriku yang penuh rasa ingin tahu." Kembali sang ayah menjawab, sulit untuk dibantah.
"Tuan Wiratmaja lupa aku impoten?" dusta Martin tersenyum tenang.
Hal yang membuat Yahya menghela napas. Karena itulah salah satu alasan putrinya tidak boleh menikah dengan Martin.
Tiffany terdiam sejenak. Hanya berpikir, apa yang akan dilakukan adiknya tercinta hari ini. Mengecup pipi Martin kemudian berucap."Sayang, aku ingin memperlihatkan pakaian dalam yang senada dengan boxermu. Tapi sayangnya aku harus pulang hari ini. Lain kali aku janji akan menginap."
Martin tertegun, sejenak meraba dadanya sendiri. Gadis ini selalu dapat membuatnya tidak dapat berkata-kata. Sama seperti dulu, satu-satunya orang yang berkata ingin menikah dengan dirinya. Hanya untuk menghibur seorang remaja gemuk yang putus asa akan hidupnya."Aku akan bermimpi tentangmu."
"Mimpi apa?" Tanya Tiffany.
"Menurutmu?" Martin bertanya balik menggoda.
Tiba-tiba saja Yahya mengangkat tubuh Tiffany bagaikan pikulan beras. Putri kandungnya benar-benar nakal.
"Martin! Aku juga akan memimpikanmu!" Teriak Tiffany.
"Maaf! Sudah membuat banyak keributan. Kami pamit dulu." Safira benar-benar berusaha tersenyum.
Sementara Jeline Tirta mendekat berjabat tangan dengan Safira. Sedikit berbisik padanya."Tiffany dan Tiara sahabat. Jika memerlukan bantuan jangan ragu. Aku harap kalian tidak akan mengorbankan Tiffany."
Safira mengangguk, juga ikut berbisik."Tentu saja, aku akan mulai menghargai putri kandungku. Memperbaiki hubunganku dengannya."
Segalanya hanya menuju satu hal. Tentu saja pernikahan Tiffany dan Martin. Jeline Tirta mungkin merasa iba dengan Tiffany yang harus menikah dengan Martin. Mengira semua ini hanya karena hubungan bisnis.
Dua orang yang tersenyum, hingga Safira melangkah pergi.
Sedangkan Arelia terdiam sejenak. Sedikit tidaknya dirinya mengerti. Semakin banyak yang menyayangi Tiffany, maka semakin banyak yang akan menghalangi jalan putranya.
"Kamu benar..." Ucapnya pada Martin.
Martin menghela napas."Tiffany dari awal adalah milikku. Bahkan sebelum mereka mencintainya, aku sudah mencintainya."
Ada alasan mengapa Martin pergi ke luar negeri, setelah permohonan perjodohannya ditolak, sebelum waktu terulang. Itu karena sudah ada Beno yang menjadi kekasih Tiffany.
Bukankah waktu telah terulang? Martin semakin mencintainya, semakin menginginkannya.
***
Melangkah turun setelah mempersiapkan peralatan sekolahnya. Matanya menatap ke arah Meira yang terlihat pucat pasi. Bagian kepalanya seperti sudah menerima penanganan medis. Tapi siapa yang peduli?
Tiffany duduk di kursi meja makan, mengeluarkan kalkulator kecilnya. Barulah mulai menyantap sarapan yang disajikan. Menghitung setiap makanan dan minuman yang disajikan.
"Tiffany, kamu masih saja marah pada kami..." Safira menghela napas, mematikan kalkulator putrinya.
Tidak ada jawaban Tiffany hanya bungkam. Kembali memakan sarapannya dengan tenang.
"Ibu, aku ingin minta maaf untuk yang semalam." Ucap Meira terlihat benar-benar pucat.
Safira menghela napas, tidak begitu dapat percaya lagi pada putri angkatnya.
"Kakak, aku menyayangimu..." Meira menggenggam jemari tangan Tiffany.
"Adikku tersayang, apa kamu perlu dididik lagi?" Tiffany mengangkat sebelah alisnya.
Sedangkan Meira terdiam sejenak, air matanya mengalir. Tapi hanya sesat, napasnya mulai tidak teratur, memegangi dada kirinya yang bagaikan kesakitan.
Brak!
Meira roboh, terjatuh di atas lantai dengan posisi tidak sadarkan diri.
"Meira!" Sang ibu terlihat panik, begitu juga dengan anggota keluarga lainnya. Bagaimana pun Meira sudah menjadi anggota keluarga mereka selama 18 tahun ini.
"Drama macam apa lagi ini?" Gumam Tiffany kembali makan.
Tapi ini akan menjadi semakin menarik, benar bukan, adik br*ngsek...
si ratu drama gak tau aja Yahya mlh dah mengetahui segalanya tentang dirinya, hanya pinter bersandiwara didepan semuanya. tukang kibul dikibulin gantian 😁
jadi Salah faham disini..
memang si miera harus disiksa dulu . karena dia membuat semua memebenci Tiffany..
semangatttt thor...lanjuttttkan