Sarah dipaksa orangtuanya menikahi tunangan adiknya Sally, hanya karena Sarah seorang anak angkat yang terikat balas budi.
Sally adiknya yang selalu dimanja membuat kesalahan besar, berselingkuh dengan mantan pacarnya yang telah menikah berujung lari dari rumah bersama selingkuhannya.
Sementara itu, untuk menutupi aib keluarga dan menjaga hubungan baik dengan partner bisnis sang ayah, Sarah harus bersedia menikahi tunangan adiknya bernama Raka, seorang laki-laki dingin yang bahkan tidak tertarik dengannya.
Kehidupan rumah tangga mereka yang tanpa dilandasi cinta itu tentu saja menuai banyak konflik. Sampai kemudian Sarah menyadari bahwa diam-diam dirinya mencintai Raka.
Masalah lain bertambah saat kemudian Sally muncul kembali dan berusaha merebut kembali Raka darinya.
Apakah Sarah bisa mempertahankan suaminya dan mendapatkan cinta dari Raka ataukah Sarah harus menyerah kepada pernikahan dan cintanya?
Semoga di sukai, ya...🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Suesant SW, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPISODE 30 ADA YANG SALAH
Sarah masih sibuk memeriksa orderan klien yang diserahkan oleh Jen.
"Mam, dari tadi Bang Dion telpon terus lho..."
"Ya, aku tahu." jawab Sarah dengan cuek.
Dion sudah bekali-kali menelpon Sarah tapi Sarah lagi sibuk jadi malas mengangkatnya.
Jika Dion telpon bisa berjam-jam. Pekerjaannya tidak akan selesai-selesai kalau meladeni samg kekasih yang selalu punya banyak topik untuk dibahas dan dibicarakan itu.
"Tapi, dia sekarang nelpon ke HP ku, mam!" Jen yang kemayu ini berceloteh dengan genit.
"Ya, sudah...angkat saja." Jawab Sarah masih dengan gaya yang acuh.
"Sudah Jen angkat tadi"
"Terus..."
"Dia nanya Mam, sedang apa, kok sibuknya sampai tidak bisa angkat telpon"
"Terus..."
"Kujawab memang lagi sibuk, menyelesaikan satu rancangan baju wedding klien, terus memeriksa daftar orderan dan keuangan bulanan..."
"Terus..."
"Kok terus-terus saja ngomongnya" Jen merengut kesal.
"lho aku harus menyahut apa?" Sarah tergelak melihat gaya Jen yang lucu.
"Kasihan bang Dion lho, mam."
"Kan, aku benar lagi sibuk, kamu kan lihat sendiri, Jen" jawab Sarah sambil tertawa.
"Iya, sibuk. Tapi masa angkat telpon bang Dion saja susah."
"Kok kamu yang baper, Jen?" Sarah tertawa geli.
"Bang Dion itu baik dan perhatian sekali sama kamu, mam...masa di anggurin" protes Jen.
"Kamu mau sama Dion? ambil saja, Jen" Sarah tertawa lagi.
"Ih, mam suka becanda, orang serius!" Jen mencibir lalu keluar dari ruangan Sarah dengan muka kesal, diikuti tawa geli Sarah melihat tingkah lucu Jen.
Tidak berselang lama, sepeninggal Jen. Ponsel Sarah berbunyi. Sarah melirik dengan enggan, Dion ini benar-benar pantang menyerah.
Dia berencana menghubungi Dion kembali sampai dia pulang ke apartemen saja.
Alis Sarah bertaut, yang menghubungi adalah nomor yang tidak dikenalnya.
" Hallo..."
"Sayang...apa kabarmu?"
"Ya...?" alis Sarah bertaut, mendengar suara di seberang.
"Ini mama!"
"Oh, ya...mama? kabar Sarah baik ma, apa kabar mama juga?" Sarah segera mengenali suara itu, milik mama Raka. Sarah tiba-tiba merasa tak enak, dia mengabaikan orangtua Raka setelah di tinggal oleh Raka.
"Mama baik, sayang. Mama kangen sekali denganmu, sayang"
"Iya, Sarah juga kangen mama."
"Mama tadi minta nomor kontakmu dari Raka, biar bisa telpon kamu sayang. Sekarang mama sudah bisa jalan sendiri lho..." mana menyambut dengan suara ceria.
"Syukurlah ma...maaf Sarah belum ada jenguk mama"
"Tidak apa-apa, sayang. Mama mengerti, kamu lagi sibuk."
"Maafkan Sarah, Ma..."
"Maaf untuk apa, Sayang?"
Sarah menggigit bibirnya, banyak hal yang sebenarnya memerlukan pengampunan perempuan yang sangat tulus menyayanginya ini, banyak permintaan maaf atas apa yang dia dan Raka lakukan padanya.
Kebohongan demi kebohongan, sandiwara demi sandiwara yang begitu banyak mereka lakukan terhadap mama yang baik ini.
"Maaf, lama tidak menemui mama..."jawab Sarah. Matanya tiba-tiba terasa panas.
"Pikirkan saja pekerjaanmu dulu. Seperti Raka bilang tadi, pas mama telpon...Sarah belum bisa di ganggu, deadlinenya banyak yang harus di selesaikan, biar cepat bisa nyusul Raka harus selesai semua."
degh...dada Sarah berdegup ketika mama menyebutkan nama Raka.
"Kapan rencana menyusul Raka ke Leiden, Sayang...?" pertanyaan dari seberang membuat Sarah sejenak bingung harus menjawab apa.
"Secepatnya ma..." jawab Sarah sekenanya.
"Dalam bulan ini? bulan depan?"
"Belum bisa Sarah pastikan, ma"
"Oh..."
Mereka berdua terdiam sesaat, sepertinya kehilangan kata-kata.
"Papa, bagaimana kabarnya?" tanya Sarah mengalihkan pembicaraan yang tiba-tiba terasa canggung.
"Papamu lagi di luar kota, ada meeting karena edgar tidak bisa menghadirinya. Lila susah di tinggalkan, hari melahirkannya sudah dekat."
"Kal Lila sudah mau melahirkan ya, ma?"
"Iya." jawab mama.
"Deasy pasti senang sekali!" Sarah teringat wajah polos manis milik Deasy. Sekarang dia merasa benar-benar merindukan si cantik Deasy yang cerewet dan lincah itu.
"kamu tahu kan Deasy, dia sekarang tidak mau jauh dari perut mamanya. Katanya dia harus yang pertama menggendong adiknya kalau sudah keluar" Mama terkekeh. Disambut tawa Sarah, mengingat tingkah polah Deasy yang biasanya heboh sekali.
"Tidak terasa ya, ma...Kak Lila sudah mau lahiran"
"Kamu belum ada ketemu mereka?"
"Belum sempat ma, tapi rencana minggu ini mau ke rumah Kak Lila" Sahut Sarah, rasa malu menyeruak, dia merasa begitu sok sibuk di depan mama.
Kemudian hening sejenak.
"Sayang..."
"Ya, ma."
"Tadi mama menelpon Raka" tiba-tiba suara mama terdengar aneh.
Sarah diam menunggu kalimat selanjutnya dari seberang.
"Kalian berdua Raka baik-baik saja kan, sayang?" pertanyaan itu seperti menghujam sampai ke jantung Sarah.
"Ya...Sarah rasa kami baik-baik saja, ma."
"Kalian yakin?"
"Em...ada apa ya, ma? Raka ada bilang sesuatu ke mama?"
"Tidak ada sayang, Raka tidak bilang apa-apa. Tapi mama merasa ada yang salah..." desah mama dengan nada ragu.
"Salah? apa yang salah, ma?" sekarang Sarah tiba-tiba merasa benar-benar gugup.
" Boleh mama bertemu kamu, sayang?"
"Kapan, ma?"
"Kapan kamu ada ada waktu, sayang?"
"Terserah mama saja ma, Sarah akan mengatur waktunya kapan saja untuk mama"
jawab Sarah segera, dia sebagai menantu tidak akan bisa menolak permintaan seorang mertua, apalagi mertua sebaik mama Raka.
"Apakah Sarah bisa pulang sore ini ke rumah?"
"Iya, ma."
"Terimakasih, sayang"
"Mama mau Sarah bawakan apa?"
"Tidak perlu bawa apa-apa, sayang. Mama cuma kangen sup jagung buatan menantu mama"
Sarah tercenung sesaat, orangtua ini benar-benar membuat Sarah merass sangat bersalah sekarang.
"Baik, ma...Sarah pulang sore ini, sebelum makan malam." jawab Sarah.
"Kamu menginap saja di rumah, kamu temani mama, ya?"
" Iya, ma..."
"Terimakasih sayang, sampai jumpa sore nanti, ya..."
"Iya, ma. Sampai ketemu sore nanti"
"Bye, sayang"
"Bye, ma..."
Telpon itu di tutup.
Sarah masih menimang ponselnya, berfikir keras. Apakah harus dia menelpon Raka untuk menanyakan apa yang harus di lakukannya di sana? Dia takut membuat kesalahan yang bisa membuat rencana mereka berdua Raka hancur.
Tapi andai saja harus jujur, itu bukan alasan utama ketakutannya, karena dia merasa lebih takut, jika menyakiti perasaan mama yang telah begitu baik padanya.
Sarah membuka kontak di HPnya. Matanya masih terpekur menatap nomor kontak Raka.
Haruskah dia menelpon Raka sekarang? sementara laki-laki itu tak pernah sekalipun mencoba menghubunginya.
Akhirnya Sarah memutuskan untuk menelpon Raka.
Dengan gemetar yang entah datang dari mana, Sarah menelpon kontak Raka.
Nada sambung yang terdengar, sudah cukup membuatnya gugup. Dia menunggu telponnya di sambut dengan rasa aneh yang bercampur aduk. Rasa Canggung, malu, gugup dan...rindu.
masih ingat aku.