Sharon tidak mengerti mengapa takdir hidupnya begitu rumit. Kekasihnya berselingkuh dengan seseorang yang sudah merenggut segalanya dari dirinya dan ibunya. Lalu ia pun harus bertemu dengan laki-laki kejam dan melewatkan malam panas dengannya. Malam panas yang akhirnya makin meluluhlantakkan kehidupannya.
"Ambil ini! Anggap ini sebagai pengganti untuk malam tadi dan jangan muncul lagi di hadapanku."
"Aku tidak membutuhkan uangmu, berengsekkk!"
Namun bagaimana bila akhirnya Sharon mengandung anak dari laki-laki yang ternyata seorang Cassanova tersebut?
Haruskah ia memberitahukannya pada laki-laki kejam tersebut atau menyembunyikannya?
Temukan jawabannya hanya di BENIH SANG CASSANOVA 2.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
Bab 27. Yogyakarta
Bunyi lonceng lembut dari kabin terdengar, menandakan bahwa pesawat akan segera mendarat. Eric sedang sibuk menatap layar ponselnya, memantau berita pernikahan megah yang berubah menjadi kekacauan nasional. Wajah Lara dan Metha terpampang di mana-mana. Judul berita bertebaran:
"Pewaris LXR Holdings Hilang di Hari Pernikahan!"
Eric menghela napas lega sekaligus tegang. Ia menoleh ke pintu kecil yang tertutup di bagian belakang kabin pesawat—kamar khusus Leon.
“Bro, buruan keluar, kita bentar lagi mendarat,” serunya sambil berdiri.
Beberapa detik kemudian, pintu kamar itu terbuka.
Dan Eric ... langsung membeku. Mulutnya menganga. Matanya membulat. Bahkan, rahangnya seperti akan lepas dari tempatnya.
“GILAK. KAMU SERIUS?!” pekik Eric keras. “LEON, APA YANG KAU PAKAI, HAH?!”
Leon berdiri dengan tenang, mengenakan jubah putih panjang dengan motif api jingga menyala di bagian bawahnya. Ikat kepala konoha melingkar di dahinya, dan rambut pirang palsu menjuntai rapi. Bahkan, ada sedikit goresan makeup yang membuat wajahnya mirip karakter anime populer—Yondaime Hokage, alias Minato Namikaze, ayah dari Naruto.
“Ini ... penyamaran," jawab Leon enteng.
Eric masih terpana. “Kamu kabur dari pernikahan megah dan sekarang nyamar jadi karakter anime? Gila. Ini bahkan lebih dramatis dari sinetron ikan terbang!”
Leon tertawa kecil sambil mengenakan sarung tangan putih, menyempurnakan penampilannya.
“Kau pikir media nggak sedang memburu aku sekarang? Seluruh bandara, hotel, bahkan jalan tol bisa saja dipenuhi wartawan. Begitu juga mall. Aku nggak mau merusak acara anak-anak itu. Mereka sudah semangat mengikuti cosplay ini sejak berbulan-bulan yang lalu. Dan kehadiranku ... harus jadi bagian dari kegembiraan, bukannya skandal apalagi kegaduhan.”
Eric masih menggeleng tak percaya, namun mulai memahami maksud sahabatnya.
“Oke, oke. Tapi ... itu nggak menjelaskan kenapa kau harus menjadi Hokage, Bro.”
Leon mengangkat bahu, lalu tersenyum penuh arti. “Karena ... kedua bocah itu bercosplay menjadi Naruto dan Hinata jadi aku harus menjadi Yondaime atau Minato, ayah dari Naruto," ucap Leon sambil tersenyum lebar.
Matanya berbinar-binar menyiratkan betapa tak sabar ia ingin bertemu dengan kedua bocah itu. Memang ia baru berinteraksi dengan Xaviera saja, tapi entah mengapa ia pun tak sabar bertemu dengan Xaviero yang menurutnya seperti duplikat dirinya sendiri.
Eric mendecak pelan, namun ia tak bisa menahan tawa. “Gila bener. Tapi keren juga, sih.”
Tiba-tiba, Leon membuka paper bag di tangannya dan melemparkan satu bungkusan ke arah Eric. Refleks, Eric menangkapnya dan langsung membukanya. Begitu kain hitam itu terjuntai, matanya membelalak.
“FUGAKU UCHIHA?!” pekik Eric.
“Yup. Jadi Hokage nggak bisa sendirian ke medan perang. Aku butuh temanku,” ujar Leon sambil mengedipkan mata.
Eric menatap kostum itu, lalu menatap Leon. “Kamu tau aku nggak suka pakai baju ribet, kan?”
“Terlambat,” balas Leon sambil duduk santai. “Kita mendarat dalam tiga menit. Pilihannya cuma dua: jadi Fugaku ... atau tetap jadi Eric dan ketahuan media.”
Eric menggeram, tapi pada akhirnya menghela napas pasrah. “Baiklah. Demi anak-anak itu ... dan demi sahabat gilaku yang nekat ini.”
Leon menyengir puas.
Pesawat perlahan menukik turun menuju Yogyakarta, membawa dua pria dewasa dalam balutan karakter fiksi Jepang. Tapi bagi mereka, ini bukan hanya tentang kostum.
Ini tentang awal dari babak baru.
...***...
Hotel Angkasa–Ruang Presidensial Suite
Suasana ruang VIP yang semula tenang kini berubah jadi mencekam. Suara-suara panik dari para panitia dan keluarga terdengar bersahut-sahutan. Pihak manajemen hotel mondar-mandir, mencoba menenangkan tamu-tamu penting yang mulai bertanya-tanya.
Meylania masuk tergesa-gesa. Wajahnya pucat, napasnya memburu. Ponselnya terus-menerus berdering, namun tak satu pun telepon itu mampu menjawab pertanyaan terpenting hari ini: di mana Leon?
Begitu ia masuk, pandangannya langsung tertuju pada Lara dan Djaya yang duduk dengan ekspresi campur aduk antara marah dan panik. Metha berdiri tak jauh dari mereka, masih mengenakan gaun pengantin yang kini tampak terlalu berat untuk ditanggung.
“Meylania,” suara Lara terdengar dingin. “Apa maksud semua ini?”
Meylania mencoba tersenyum, meski jelas senyumnya palsu. Ia menghampiri mereka cepat. “Saya mohon maaf ... Saya juga sangat terkejut dengan kejadian ini. Tapi saya mohon tenang dulu. Leon hanya ... mungkin mengalami tekanan. Saya yakin dia tidak pergi jauh.”
“Tidak pergi jauh?” suara Djaya meninggi. “Pernikahan ini ditonton seluruh negeri! Putra Anda menghilang di detik-detik terakhir—ini memalukan!”
Metha menunduk, menggigit bibir bawahnya. Pandangannya kabur. Antara sedih, bingung, dan hancur.
Meylania mengambil napas panjang. “Saya akan bertanggung jawab. Percayalah, saya sedang mengerahkan semua orang saya. Tim keamanan pribadi, pengawal, bahkan koneksi bandara. Leon akan ditemukan secepatnya. Saya jamin.”
Lara menyipitkan mata. “Secepatnya? Semoga tidak terlambat untuk menyelamatkan reputasi kedua keluarga.”
“Saya mengerti,” kata Meylania dengan nada serius. “Saya mohon sedikit waktu. Tolong beri saya kesempatan untuk membereskan ini.”
Metha akhirnya bersuara. “Kalau dia benar-benar pergi .. tanpa sepatah kata pun ... apa artinya itu, Aunty?” suaranya lirih, nyaris seperti bisikan.
Meylania menggenggam tangan Metha. “Jangan berpikir macam-macam dulu, Sayang. Kita tidak tahu alasan sebenarnya. Tapi Aunty janji... Aunty akan cari dia. Sampai ketemu.”
Dan saat Meylania berdiri kembali, ia memberi isyarat pada asistennya. “Kerahkan semua orang. Cek semua bandara, hotel, bahkan stasiun. Gunakan semua sumber daya. Kita harus temukan Leon, sekarang juga!”
Di balik matanya yang tajam, ada ketegangan yang sulit disembunyikan. Ia tahu ... jika Leon sampai benar-benar membatalkan pernikahan ini, maka kekuasaan dan nama baik yang sudah ia bangun selama bertahun-tahun bisa runtuh seketika.
Dan itu tidak akan ia biarkan.
...***...
Mall
Suasana mall begitu ramai. Musik dari panggung utama festival cosplay bergema, bersahut-sahutan dengan suara pengunjung dan anak-anak yang berlalu-lalang dengan kostum warna-warni. Leon berjalan cepat, menunduk sedikit agar tidak terlalu mencolok meski sedang mengenakan kostum lengkap Yondaime Hokage. Jubah putih dengan corak api merah berkibar di belakang punggungnya, sementara rambut palsu pirang acak-acakan menutupi sebagian wajahnya.
Eric mengikuti dari belakang dengan langkah terburu, mengenakan kostum Fugaku Uchiha. Pandangannya awas, tapi juga was-was. "Bro, serius ... penampilan kita berdua sekarang bikin kita malah jadi pusat perhatian, bukan penyamaran," keluhnya pelan.
Bukan tanpa alasan, kostum mereka memang sengaja Leon pesan langsung dari Jepang jadi kualitasnya memang yang terbaik dan sama persis seperti tokoh yang mereka perankan. Alhasil, mereka sudah seperti benar-benar Hokage Yondaime dan Fugaku Uchiha.
Leon mengabaikannya. Matanya menelusuri setiap sudut festival, mencari dua bocah yang ada dalam pikirannya sejak tadi malam. “Mereka pasti di sini ... mereka bilang akan tampil jam satu.”
Namun, lautan manusia dan aneka karakter dari anime membuat segalanya terasa seperti mencari jarum di tumpukan jerami.
Eric mengelus perutnya sambil meringis. “Gila, dari tadi pagi kita belum makan. Perutku udah konser solo. Gimana kalau kita makan dulu di food court atas? Daripada pingsan pas ketemu mereka.”
Leon menoleh sejenak, lalu mengangguk. “Oke. Tapi cepat. Kita balik lagi ke sini setelah itu.”
Mereka pun naik ke lantai tiga, menuju food court. Untungnya, sebagian besar pengunjung lebih sibuk dengan festival sehingga antrian tidak terlalu padat. Mereka memilih duduk di sudut, menikmati makan cepat—ayam goreng dan nasi panas, minuman dingin menyegarkan tenggorokan yang kering sejak pagi.
Usai makan, Leon merapikan jubahnya dan berdiri. “Ayo. Waktunya balik. Kita nggak boleh sampai telat.”
Eric menyesap sisa es tehnya, lalu bangkit dengan santai. “Siap, Hokage. Fugaku Uchiha di belakangmu.”
Mereka berjalan menuju eskalator, hendak turun kembali ke lantai dua. Namun, saat melewati salah satu lorong menuju lift, Leon tiba-tiba berhenti. Matanya terpaku ke arah pintu lift yang hendak menutup. Beberapa orang ada di dalam, tapi hanya satu sosok yang berhasil menghentikan langkahnya.
Seorang perempuan. Rambut panjang tergerai. Mengenakan dress sederhana dan cardigan putih.
Dalam sekejap, seluruh dunia seperti hening bagi Leon. Jantungnya berdetak tidak karuan. Wajah itu ....
“Dia ...."
Bersambung....
bener apa kata Djaya...
anaknya terlalu terobsesi
gawat kl sampai aki2 yg hobinya selingkuh sampai berhasil nyari tau masalalu leon dsn berdampak sama kembar