Sharon tidak mengerti mengapa takdir hidupnya begitu rumit. Kekasihnya berselingkuh dengan seseorang yang sudah merenggut segalanya dari dirinya dan ibunya. Lalu ia pun harus bertemu dengan laki-laki kejam dan melewatkan malam panas dengannya. Malam panas yang akhirnya makin meluluhlantakkan kehidupannya.
"Ambil ini! Anggap ini sebagai pengganti untuk malam tadi dan jangan muncul lagi di hadapanku."
"Aku tidak membutuhkan uangmu, berengsekkk!"
Namun bagaimana bila akhirnya Sharon mengandung anak dari laki-laki yang ternyata seorang Cassanova tersebut?
Haruskah ia memberitahukannya pada laki-laki kejam tersebut atau menyembunyikannya?
Temukan jawabannya hanya di BENIH SANG CASSANOVA 2.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
Bab 23. Video
Malam itu, tanpa menunggu pagi, Leon mengemudi cepat menuju rumah ibunya. Rasa kesal dan kecewa membuncah di dadanya. Ia tak lagi bisa menahan amarah terhadap apa yang baru saja terjadi. Setibanya di rumah mewah keluarga mereka, ia langsung masuk tanpa mengetuk.
Di ruang tamu, Meylania tengah duduk santai sambil membaca majalah bisnis. Ia tampak tenang dan tak menyadari kedatangan putranya—hingga suara langkah kaki Leon menggetarkan lantai marmer.
“Mama!” panggil Leon lantang.
Meylania menoleh, terkejut. “Leon? Kok malam-malam ke sini?”
Leon melempar ponselnya ke atas meja. Layar menyala menampilkan pemberitaan tentang pernikahannya dengan Metha.
“Ini apa, Ma?!” Leon menunjuk layar dengan sorot mata tajam. “Kenapa Mama sebarin berita tentang pernikahan kami tanpa persetujuan aku?! Dan memangnya aku setuju pernikahan ini dipercepat?"
Meylania menutup majalah, lalu berdiri dengan elegan. “Leon, duduk dulu. Tenang.”
“Aku nggak mau duduk!” Leon menolak, suaranya meninggi. “Mama pikir ini lucu? Main percepat pernikahan tanpa ngomong ke aku dulu?!”
Meylania menghela napas. “Leon, Mama cuma berusaha menyelamatkan reputasi keluarga. Kamu sudah cukup lama bertunangan dengan Metha. Semua orang menunggu kabar baik dari kalian. Dan Metha, dia sudah cukup bersabar.”
“Dan aku cukup bersabar dengan semua drama yang Mama buat!” Leon membalas tajam. “Aku nggak cinta sama Metha, Ma. Aku bahkan nggak yakin sama semua ini dari awal!”
Wajah Meylania mulai menegang. “Kamu pikir kamu bisa membatalkan semuanya begitu saja?! Pernikahan ini bukan hanya soal perasaan, Leon. Ini soal masa depan perusahaan, soal kerja sama besar yang sedang kita bangun dengan ayah Metha!”
Leon menatap ibunya dengan penuh luka. “Jadi aku ini cuma pion, Ma?”
“Bukan pion,” sahut Meylania tenang, tapi tegas. “Tapi fondasi. Kamu fondasi nama besar keluarga ini. Kamu tahu sendiri kan bagaimana usaha Mama mempertahankan perusahaan ini agar jatuh ke tanganmu? Kalau sampai reputasi perusahaan ini hancur, Mama yakin mereka akan tertawa bahkan akan berusaha merebutnya dari kamu."
Leon menggeleng, mundur selangkah. “Kalau begitu ... aku akan tinggalkan semuanya.”
Ucapan itu membuat wajah Meylania seketika pucat. “Jangan bodoh, Leon!" sentak Meylania. Ia benar-benar terkejut dengan respon Leon. Ia pikir dengan kehilangan ingatan akan mudah untuk mengendalikan Leon, tetapi yang terjadi justru sebaliknya.
Leon berbalik. Ia tidak mempedulikan kata-kata ibunya. Ia justru memilih meninggalkan ibunya dalam kebisuan yang penuh ketegangan.
...***...
Sementara itu, di salah satu kafe kecil yang tersembunyi di sudut kota, Eric duduk sendiri, menunggu Mischa. Matanya tak henti melirik jam tangan. Saat Mischa akhirnya muncul, mengenakan hoodie dan topi untuk menyamarkan diri, Eric langsung berdiri menyambutnya.
“Mischa, duduk dulu. Aku cuma mau bicara,” ujar Eric lembut.
Mischa menarik napas panjang, lalu duduk perlahan. Wajahnya tegang.
“Kamu masih terus mencari tahu soal Sharon, ya?” tanyanya tanpa basa-basi.
Eric mengangguk. “Karena aku peduli. Aku tahu kamu tau sesuatu, Mischa. Tolong, jangan sembunyikan.”
Mischa mengalihkan pandangan. “Eric ... aku takut. Kalau sampai Leon tahu, dia bisa rebut anak-anak itu dari Sharon. Aku nggak bisa diam lihat Sharon kehilangan mereka. Dia sudah cukup menderita.”
“Tapi Leon punya hak juga untuk tahu,” Eric membujuk dengan sabar. “Dia ayah mereka. Dan dari yang aku tahu, dia nggak akan pernah menyakiti anaknya.”
Mischa tetap bungkam. Ia tahu itu benar, tapi bayangan ketakutan Sharon begitu melekat di benaknya. Ia tak ingin menghancurkan kedamaian kecil yang telah Sharon bangun dengan susah payah.
“Mischa,” ucap Eric serius, “aku janji. Aku akan pastikan semuanya tetap baik-baik saja. Aku cuma ... aku cuma ingin membantu. Dan aku ingin Leon tahu kebenaran tentang Sharon dan anak-anaknya. Dia berhak walaupun tidak sepenuhnya.”
Mischa menatap Eric dalam-dalam, mencari kejujuran di matanya. Setelah beberapa saat, ia mengangguk pelan. “Oke. Tapi kamu harus janji, kamu sendiri yang akan atur semua ini. Jangan langsung bilang ke Leon ... sampai aku bicara dengan Sharon.”
Eric mengangguk penuh syukur. “Aku janji.”
Perlahan, Mischa membuka ponselnya. Ia menunjukkan beberapa foto Sharon sedang bersama Xaviera dan Xaviero di taman. Anak-anak itu tampak ceria, saling berkejaran sambil tertawa.
Eric menatap layar itu tanpa berkedip. Matanya membesar. Hatinya seketika hangat.
“Mereka ....” Suaranya tercekat. “Mereka kembar. Dan wajah mereka ... mirip banget sama Leon.”
Mischa tersenyum kecil. “Itulah kenapa aku takut.”
Eric tak mampu berkata apa-apa lagi. Ia hanya menatap dua wajah mungil itu yang mungkin akan mengubah segalanya.
...***...
PENTHOUSE – MALAM HARI
Langit malam bergantung kelam di atas kota yang gemerlap. Kilau lampu dari gedung-gedung tinggi memantul samar di jendela penthouse milik Leon. Begitu tiba di dalam, Leon berjalan lesu, langsung menuju minibar kecil yang tertata rapi di sudut ruangan. Ia meraih sebotol whisky tua tanpa banyak pikir.
Tanpa mencampurnya dengan apa pun, ia menuang minuman itu ke dalam gelas kristal, lalu menenggaknya perlahan. Tenggorokannya terasa perih, namun tak sebanding dengan rasa sesak yang memenuhi dadanya. Pikirannya masih berputar liar sejak konfrontasi dengan ibunya.
Pernikahan, Metha, dan wanita yang kerap muncul dalam mimpinya.
Ia memejamkan mata sejenak, lalu membawa gelas itu ke balkon. Angin malam menyambutnya dengan dingin menusuk, namun tak mampu menenangkan kepalanya yang terasa berdenyut nyeri. Ia menjatuhkan tubuh ke kursi malas, menghela napas panjang, lalu menenggak lagi sisa minuman di tangannya.
BIP.
Ponselnya bergetar pelan di saku celana. Ia mengeluarkannya. Biasanya, Leon jarang membuka sosial media. Tapi entah kenapa malam itu, jari-jarinya terasa ringan mengetuk ikon aplikasi yang sudah lama tak ia sentuh.
Beranda sosial media-nya penuh dengan berita bisnis, unggahan teman-teman lama, dan komentar soal pernikahannya dengan Metha. Ia menggulir cepat, tak peduli.
Sampai ....
Sebuah video singkat menghentikan gerakan jemarinya.
Durasinya tak lebih dari satu menit. Namun cukup untuk membuat jantung Leon berdetak sedikit lebih cepat.
Dalam video itu, tampak dua anak kembar, mengenakan kostum anime terkenal—yang satu berperan sebagai karakter jagoan, yang satunya lagi jadi rivalnya. Awalnya mereka tampil kompak, memperagakan adegan bertarung dengan ekspresi serius nan lucu.
Tapi beberapa detik kemudian, yang satu menjambak wig milik saudaranya, lalu si kembar satunya balas mendorong hingga mereka jatuh bergulingan sambil berteriak, “Aku yang menang! Kamu curang!”
Leon terkekeh pelan tanpa sadar. Suara tawanya keluar begitu saja. Ada sesuatu pada video itu, cara dua bocah itu bertengkar dan berdamai dalam waktu bersamaan yang membuat hatinya menghangat.
Tatapannya tertahan pada wajah mereka. Wajah bulat, mata besar yang ekspresif. Senyum mereka ... entah kenapa terasa begitu familiar. Bahkan caranya si bocah laki-laki menyeringai ... seperti pantulan dirinya sendiri saat kecil.
Perasaan aneh menyelinap dalam dada Leon. Bukan cuma karena kemiripan, tapi karena intuisi. Ada sesuatu yang menggelitik nalarnya. Sesuatu yang belum ia pahami, tapi cukup kuat untuk membuatnya memutar ulang video itu.
Beberapa detik kemudian, Leon menyipitkan mata. Nama akun pengunggah video itu adalah akun fanbase cosplay anak-anak. Tapi tag lokasi mencantumkan sebuah daerah yang memang cukup jauh dari sana–Yogyakarta.
"Sangat menggemaskan."
Bersambung...
Duh, sebenarnya malas sekali update hari ini soalnya pengajuan kontrak dari tiga hari yang lalu belum ada kemajuan. Biasanya paling sehari. Dulu malah dalam hitungan jam udah kelar. Tapi ini .... 🥲