Cinta yang datang dan menetap di relung hati yang paling dalam tanpa aba-aba. Tanpa permisi, dan menguasai seluruh bilik dalam hati. Kehadiran dirimu telah menjadi kebutuhan untukku. Seolah duniaku hanya berpusat padamu.
Zehya, seorang gadis yang harus bertahan hidup seorang diri di kota yang asing setelah kedua orang tuanya berpisah. Ayah dan ibunya pergi meninggalkan nya begitu saja. Seolah Zehya adalah benda yang sudah habis masa aktifnya. Dunianya berubah dalam sekejap. Ayahnya, cinta pertama dalam hidupnya, sosok raja bagi dunia kecilnya, justru menjadi sumber kehancuran baginya. Ayahnya yang begitu sempurna ternyata memiliki wanita lain selain ibunya. sang ibu yang mengetahui cinta lain dari ayahnyapun memutuskan untuk berpisah, dan yang lebih mengejutkan lagi, ternyata Zehya bukanlah anak kandung dari wanita yang selama ini Zehya panggil ibu.
Siapakah ibu kandung Zehya?
yuk, ikuti terus perjalanan Zehya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yunacana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CEO Zenata Company
Zehya mengunjungi Galeri seninya setelah mengantar Matteo ke sekolah. Remaja tampan itu sungguh manja pada kakaknya. Layaknya bayi koala yang menempel pada ibunya. Tidak terpisahkan.
Zehya menunjukkan kartu VVIP nya pada resepsionis yang berjaga di depan, lalu berjalan memasuki bangunan lantai dua yang berdiri di atas lahan seluas dua hektar dengan gaya modern klasik dengan langkah yang lebar dan ringan.
Matanya menyisir setiap ornamen dan karya seni yang ada di sana. Selain memamerkan lukisannya sendiri, Zehya juga memamerkan ratusan benda seni berkualitas tinggi yang dia kumpulkan dari seluruh negara yang pernah dia tinggali.
Binar kepuasan dan kebahagiaan tidak dapat dia tutupi. Ada kepuasan sendiri setiap kali dia datang berkunjung kesana. Selain menerima laba bersih dari pendapatan galeri setiap bulan. Zehya juga rutin memeriksa setiap laporan yang dia terima dari orang yang dia pekerjaan sebagai pimpinan di sini.
Walau tidak pernah mengetahui siapa pemilik dari galeri, tempat mereka bekerja. Namun mereka tetap mengerjakan tugas mereka dengan sangat baik dan jujur, karena Axcel, pemilik perusahaan bodyguard terbesar di Australia itu ikut andil dalam menjaga keamanan Galeri.
Selain menjaga keamanan galeri milik Zehya. Perusahaan milik Daniel jugalah yang menjaga perusahaan Zenata. Sehingga kedua bisnis ini tetap berjalan dengan baik dan berkembang pesat, Meski Zehya hanya bisa menghadiri pertemuan penting di luar negeri. Sedang yang menghandle di Indonesia adalah anak dari sekertaris kakeknya dulu.
Sehingga hanya segelintir orang yang mengetahui bahwa pemilik perusahaan properti terbesar di Indonesia adalah gadis muda berusia dua puluh tahun.
Zehya berdiri cukup lama di depan lukisan seorang anak perempuan yang bermain di bawah derasnya hujan. Lukisan itu Zehya buat saat usianya berusia tujuh tahun. Tepat setelah sang nenek membuangnya di tengah kota Sidney.
Dulu, Zehya akan menangis kala melihat lukisan ini. Tapi sekarang dia hanya diam dengan wajah tanpa ekspresi. Hatinya telah lama mati, atau karena telah berdamai dengan rasa sakit itu sendiri? Atau mungkin karena dia sudah terbiasa? Hah... Entahlah. Hanya dia yang tahu.
" Nona, Anda datang?" Seorang wanita berusia tiga puluh tahun dengan stelan kemeja dan celana panjang menyapa Zehya, sedari Zehya datang dia sudah memperhatikan gadis cantik itu. Zehya menoleh kesumber suara dan tersenyum, setelah mengenali siapa yang menyapanya.
" Sudah lama Anda tidak datang." Wanita itu membungkuk kecil. Zehya mengibaskan tangannya dengan cepat.
" Sudah aku bilang untuk tidak perlu melakukan hal seperti itu. Orang akan mengira bahwa aku pemilik tempat ini." Gerutu Zehya.
"Nyatanya memang seperti itu, Nona."
" Ah, sudahlah. Aku mengirimkan beberapa lukisan kemarin lusa. Seharusnya lukisan itu sudah datang hari ini." Zehya melangkah ke gudang khusus yang di peruntukkan untuk lukisan baru yang Zehya kirim, dengan wanita itu yang setia mengikutinya.
Mereka turun ke lantai dasar, berbelok ke kanan, masuk ke lorong panjang dengan pemandangan taman bunga mawar kloning berwarna maroon, dan masuk ke sebuah ruangan yang di lengkapi dengan keamanan berlapis.
Dia harus menggunakan kartu khusus untuk bisa masuk keruangan tersebut. Zehya menempelkan kartu miliknya ke tempat yang di sediakan, kemudian terdengar bunyi:
" Klunting!" Dan pintu besi di depan mereka itu terbuka dengan perlahan. Zehya masuk ke ruangan yang ada di balik pintu itu, lalu menghilang bersama dengan pintu yang kembali tertutup.
Zehya memeriksa semua lukisan yang dia kirimkan kemarin. Matanya begitu jeli melihat setiap lukisannya. Memastikan bahwa anak-anak kesayangannya itu sampai di galeri tanpa mengalami cacat sedikitpun. Zehya tersenyum puas.
" Pamerkan seperti biasa," Zehya berkata seraya meneruskan langkahnya, keluar dari ruangan penyimpanan. " Ah, dan berikan diskon khusus untuk seratus pembeli tiket pertama. Kirim juga undangan pada orang-orang berpengaruh di negara ini."
" Baik, Nona. Kami akan segera melaksanakan tugas yang anda berikan. Minggu depan lukisan-lukisan ini sudah bisa di perlihatkan pada para pengunjung."
Zehya tersenyum senang. Setidaknya dia bisa melihat pembukaan pertama anak -anaknya di pamerkan pada penikmat seni. Melihat dengan mata kepala sendiri antusias dan tatapan kagum dan ingin memiliki dari para pengunjung, adalah suatu kebanggaan tersendiri untuknya. Terlebih menyaksikan wajah putus asa dari Axcel dan Maher, dimana kedua pemuda itulah yang sangat gigih dalam mendapatkan lukisannya.
" Aku akan pergi. Terimakasih atas bantuannya, kembalilah bekerja. "
" Semoga perjalanan anda menyenangkan, Nona." Wanita itu menunduk kecil, Zehya mengangguk dan meninggalkan tempat itu, menuju ke perusahaannya.
...****************...
" Kau disini, Rose?" Tanya Zehya pada Rose. Wanita yang di tanya oleh gadis itu menoleh pada sang Nona. Setelahnya, menghampiri Zehya yang baru saja keluar dari mobilnya, Rose mengangguk kecil.
" Bukanlah masa liburan masih sepuluh hari lagi? Kenapa kamu sudah ada disini?" Zehya bertanya dengan heran. Bukannya menghabiskan waktu berharganya dengan keluarga, Rose justru memilih untuk membersamai Zehya.
" Beberapa hari sudah cukup untuk melepas rindu, Nona." Zehya menatap Rose dengan ekspresi menggoda .
" Jujurlah, Rose. Kamu tidak bisa hidup tanpaku. kan?" Goda Zehya. Rose terbatuk kecil. Nyatanya, apa yang Zehya katakan memang benar. Selalu bersama dengan Nona mudanya selama sepuluh tahun ini, rasanya aneh jika harinya tidak bersama dengan sang Nona. Namun Rose berusaha menutupi ya.
" Hahaha... Tak perlu malu, Rose."
Setelah puas meledek Pengawalnya, Zehya memasuki gedung perusahaannya. Beberapa karyawan yang berpapasan dengannya langsung memberikan hormat. Senyum mereka sangat lebar, berita kedatangan Zehya pasti akan membuat satu perusahaan heboh.
" Mereka pasti heboh setelah mengetahui kedatangan anda. Nona."
" Mereka terlalu berlebihan"
Mereka menaiki lift khusus petinggi perusahaan, mereka turun di lantai paling atas. Dimana di lantai itu hanya ada dua ruangan besar dan satu ruang kerja milik Purnomo, anak dari sekertaris Zenata.
Zehya melangkahkan kakinya menuju ruang yang berada di ujung lorong. Ruangan itu masih tetap sama, semua benda yang dia tata di ruangan itu tidak bergeser walau hanya satu cm. Zehya duduk di kursi kebesarannya, dan mulai memeriksa tumpukan berkas yang baru saja Purnomo Letakkan di atas mejanya. Sedang lelaki itu tengah rapat di ruang sebelah.
Ilustrasi Zehya yang sedang berada di kantornya. ( Gambar saya ambil dari Google.)
Zehya memeriksa semua laporan yang menumpuk di mejanya dengan cepat dan teliti. Sedang Rose hanya berdiri di belakang Zehya dengan tenang.
...****************...
Hari sudah sore saat Zehya menyelesaikan pekerjaannya dan memutuskan untuk pulang. Purnomo yang juga baru keluar dari ruang rapat di susul oleh beberapa klien penting itu berpapasan dengan Zehya. Purnomo menghampiri Zehya dan mengatakan sesuatu, sehingga gadis itu kembali masuk ke ruangannya.
Zain yang menyaksikan kejadian tersebut, Karena dia juga berada disana, mematung di tempatnya. Hatinya bertalu-talu. Ada rasa yang sangat dia kenali kembali menyapa. Ingin Zain berlari dan mendekap tubuh gadis yang dia rindui setiap saat itu, menumpahkan semua rasa yang dia punya. Namun, logikanya menahannya. Ingatan saat dia memaksakan kehendaknya pada gadis itu, yang justru membuat Zehya tidak nyaman bersamanya masih membuatnya takut.
" Siapa dia sebenarnya? Mungkinkah gadis itu Zehya?Cepat cari tahu. Waktumu hanya lima menit." Zain memerintah asistennya dengan nada pelan. Setelah itu kembali masuk ke ruang rapat dan menunggu di sana dengan berbagai pemikiran yang memenuhi kepalanya. Tanpa mau peduli bagaimana reaksi asistennya, yang merasa sangat frustasi.
Selang beberapa menit kemudian, Pintu ruang rapat terbuka, menghadirkan sosok asistennya yang berjalan mendakatinya.
" Lapor, Tuan. Wanita muda yang anda cari selama ini adalah CEO Zenata Company. Beliau adalah Nona Zehya Alisya Zenata, putri tunggal Tuan Bagas Zenata, cucu sahabat kakek anda. Mohon maaf karena baru mengetahuinya sekarang. Semua informasi terkait data pribadi Nona Zehya sudah di tutup rapat oleh Tuan Daniel. Sehingga tidak ada satupun informasi terkait Nona di jejak digital."
Gambar ini sebagai ilustrasi sosok Zain saat menunggu asistennya di ruang rapat. ( Gambar saya ambil dari google)