Lima tahun lalu, Liliane Lakovelli kehilangan segalanya ketika Kian Marchetti—pria yang dicintainya—menembak mati ayahnya. Dikhianati, ia melarikan diri ke Jepang, mengganti identitas, dan diam-diam membesarkan putra mereka, Kin.
Kini, takdir mempertemukan mereka kembali. Kian tak menyadari bahwa wanita di balik restoran Italia yang menarik perhatiannya adalah Liliane. Namun, pertemuan mereka bukan hanya tentang cinta yang tersisa, tetapi juga dendam dan rahasia kelam yang belum terungkap.
Saat kebenaran terkuak, masa lalu menuntut balas. Di antara cinta dan bahaya, Kian dan Liliane harus memilih: saling menghancurkan atau bertahan bersama dalam permainan yang bisa membinasakan mereka berdua.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Caesarikai, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dalang Kematian Massimo
Roma, Italy
"Hari ini aku berusia 21 tahun. Apakah kau akan pulang hari ini?" Liliane berbicara dengan Kian lewat telepon. Gadis itu terdengar antusias dan sangat mengharapkan kehadiran Kian hari ini di acara ulang tahunnya.
Kian menyunggingkan senyumannya, merasa gemas dengan tingkah kekasihnya. Tentu saja jika hari ini tak ada kepentingan, Kian tak akan meninggalkan Liliane di Calabria.
"Tentu, cintaku. Aku akan segera pulang setelah urusan di Roma selesai." Jawaban Kian cukup menenangkan Liliane di sana. Dan obrolan mereka pun berakhir.
Restoran authentic ala Italia milik keluarga Marchetti memiliki banyak cabang di mana-mana. Di Italia sendiri, ada 10 cabang yang tersebar, salah satunya di Roma.
Kian melakukan penerbangan dari kota asalnya—Calabria. Hari ini Presiden Italia mengundangnya ke sebuah forum ekonomi dan investasi yang tentunya dihadiri banyak pengusaha di Italia, termasuk dirinya.
Namun, tentu saja tak hanya itu yang dilakukan Kian. Ia juga mampir ke restorannya untuk melakukan transaksi ilegal bersama dengan seorang pebisnis yang membutuhkan bantuannya.
Kian duduk santai di kursinya, dengan satu tangan menggenggam gelas anggur merah tua yang berkilauan di bawah cahaya redup. Di hadapannya terlihat seorang pria paruh baya dengan setelan mahal—seorang pengusaha yang sedang mencari perlindungan dan 'jalan pintas' untuk bisnisnya.
Pria itu menyesap anggurnya, gugup.
"Kudengar kau bisa menyelesaikan masalah... dengan cara yang tidak bisa dilakukan hukum."
Kian tersenyum tipis, meletakkan gelasnya dengan tenang.
"Tuan Ricci, di dunia ini, ada dua jenis orang, mereka yang mengikuti aturan... dan mereka yang menulisnya."
Kian menyandarkan tubuhnya ke kursi, menatap pria itu dengan tatapan tajam.
"Jika kau ingin barang-barangmu melewati pelabuhan tanpa gangguan, aku bisa mengaturnya. Tapi ada harga yang harus dibayar."
Pria itu mengangguk cepat, mengeluarkan dokumen dari dalam jasnya. Sebuah kontrak bisnis yang di permukaannya tampak legal, tapi di dalamnya terselip kesepakatan yang lebih gelap.
"Setengah di muka. Sisanya setelah barang tiba." Ucapnya.
Kian mengambil kontrak itu, mengamati sebentar, lalu menggesernya ke seorang pria berbadan besar di sebelahnya—salah satu orang kepercayaannya, Adam Spencer.
"Kau akan menerima pesan dalam dua hari. Pastikan kau membaca instruksinya dengan baik, Tuan Ricci. Aku tidak suka mengulang perintah."
Kian kembali mengambil gelas anggurnya, menyesapnya perlahan. Tuan Ricci yang masih tampak tegang segera berdiri dan berjabat tangan dengan Kian, meski tangannya sedikit gemetar sebelum pergi. Begitu pintu ruangan VIP tertutup, Kian menoleh ke anak buahnya.
"Kirimkan perintah ke pelabuhan. Jika ada yang mencoba melawan, pastikan mereka mengerti bahwa kita yang mengendalikan permainan."
Anak buahnya mengangguk dan segera pergi. Kian hanya tersenyum kecil, menyesap anggurnya sekali lagi. Bagi dunia luar, restoran ini hanyalah bisnis keluarga yang elegan. Tapi bagi mereka yang tahu, ini adalah jantung dari kekuatan keluarga Marchetti di dunia gelap... dan semua transaksi penting terjadi di balik meja makan yang mahal.
Seorang perempuan berbaju seksi masuk dan membantu Kian menuangkan anggur ke gelasnya. Dia adalah Ashley Smith, istri Adam sekaligus sekretaris Kian dalam mengelola bisnis legalnya.
Ashley terlihat bertatapan dengan Adam, namun hanya sekilas, mereka terlihat sangat profesional karena sudah bertahun-tahun ikut dengan keluarga Marchetti.
Adam berdeham rendah, seolah ingin menyampaikan sesuatu tetapi ragu. Kian yang peka, tentu saja mengetahui maksud Adam.
"Ada apa? Bicara saja." Ujar Kian dan kembali menyesap anggurnya.
Adam melangkahkan kakinya dua langkah, hingga ia dapat bertatapan dengan Kian. "CCTV mansion dua tahun lalu berhasil dibobol, Pietro yang membantu mencari orang yang dapat membobolnya. Dan ia mengirimkan rekaman itu padaku." Jelas Adam yang membuat jantung Kian berdetak lebih kencang.
Rekaman CCTV dua tahun lalu adalah kunci dari kematian Massimo yang tiba-tiba. Saat itu Massimo tidak didampingi Pietro di mansion, karena tangan kanan Massimo itu harus pergi menjemput Kian yang tiba di Calabria sepulang dari studinya.
Mereka baru sampai di mansion dan Kian yang menemukan Massimo sudah tak bernyawa di ruang kerjanya membuat tanda tanya besar bagi Pietro sendiri. Para penjaga bilang tak ada satupun penyusup yang memasuki mansion. Kian juga mencoba memeriksa CCTV, namun sayangnya rekaman CCTV hilang di detik-detik kematian Massimo.
Dan setelah melewati proses autopsi, dokter forensik tak mendapati hasil apapun selain mengatakan bahwa Massimo meninggal karena serangan jantung. Rasanya tak ada yang janggal dari kematian Massimo, tetapi Pietro yakin masih bisa menemukan hal lain yang ia rasa ada sangkut pautnya dengan kematian Massimo.
Kian juga mendukung Pietro dalam hal ini, tentu saja bila Massimo mati bukan karena penyakitnya, melainkan ada musuh yang tak terlihat, Kian tak segan-segan untuk memenggal kepalanya dan dia suguhkan di hadapan makam Massimo.
"Ini hasilnya." Adam memperlihatkan sebuah rekaman CCTV berdurasi lima jam yang dipercepat beberapa kali lipat.
"Signore John Lakovelli yang terakhir kali mengunjungi ruang kerja Signore Massimo. Hal itu terjadi dalam waktu setengah jam sebelum Signore dan Pietro menemukan Signore Massimo." Adam yang sudah lebih dulu melihat rekaman tersebut segera menjelaskan pada Kian.
Sementara Kian terlihat meneguk ludahnya dengan susah payah, calon ayah mertuanya kenapa bisa terlibat dalam hal ini. Sebelum itu John tak pernah mengungkit kematian Massimo di depannya dan hal ini juga tak pernah sekalipun melintasi pikirannya.
"Adakah hal lain yang dapat memperkuat bukti? Kita tidak bisa menuduhnya tanpa bukti, John tak mungkin mengkhianati II Fero. Dia tahu konsekuensinya." Ucap Kian masih mencoba berpikir logis dan tak membiarkan emosi buruk mengendalikan hati dan pikirannya.
Adam tampak mengutak-atik tabnya hingga menemukan sesuatu dan memberikannya pada Kian. "Pietro juga menemukan sebuah dokumen transaksi ilegal yang mengarah pada Signore John. Dokumen itu disobek dan diletakkan di tempat tersembunyi."
Tangan Adam menggulir layar tab ke samping. "Ditemukan juga gelas anggur Signore Massimo yang terdapat sidik jadi Signore John dan kandungan racun di dalam gelas tersebut. Meskipun tidak banyak, namun dokter forensik yang melakukan autopsi membenarkan hal itu."
"Terdapat kadar racun dalam tubuh Signore Massimo saat dilakukan autopsi, meskipun racun itu sebenarnya tak akan membahayakan keselamatan Signore Massimo jika tidak ada komplikasi." Lanjut Adam.
Tubuh Kian menegang, dadanya memanas seperti diremas. Beginikah rasanya dikhianati? Emosi yang meluap-luap itu akhirnya membuatnya tak terkendali.
"Kembali ke Calabria dan pergi ke mansion Lakovelli!"[]
***
seruny......
nyesel klo g baca karya ini