Istriku Percayalah Cintaku Hanyalah Untukmu

"Ok Cut! Bagus sekali, semakin hari semakin mengagumkan saja kamu Livia." Sutradara itu memuji kepiawaian Livia dalam berakting.

Livia tersenyum manis, dia menganggukan kepalanya. "Terima kasih, Pak!"

"Ya, sepertinya kamu berhak mendapatkan penghargaan sebagai aktris pendatang baru terfavorit tahun ini!"

"Bapak bisa saja, saya jadi malu!"Livia menutupi mulutnya dengan kedua tangannya.

"Kamu ini menggemaskan sekali ya."kata sang sutradara.

Senyum Livia semakin lebar, saat dipuji untuk ke sekian kalinya, dia benar-benar bahagia dan sangat menikmati pujian dari sang sutradara.

"Baik, istirahat dulu semuanya. Setelah itu kalian kembali lagi ya!"

"Baik, Pak." jawab mereka serempak.

Livia mencoba menghubungi Raka, dia ingin menanyakan keadaan pria idamannya tersebut. Sayangnya, Raka selalu menolak panggilan masuk darinya. Membuat Livia kesal dan hampir saja membanting ponselnya.

"Sialan, bagaimana bisa dia mengabaikanku?" batin Livia.

"Via, sekarang baca lagi naskahmu jangan malas-malasan seperti itu. Ingat, Pak Raka tidak akan membantumu jika kau gagal memerankan karakter ini."

Livia memutar kedua bola matanya, kesal dengan perintah dari managernya ini. Padahal, dia pikir dirinya ini calon Nyonya Wijaya di masa depan. Sehingga, otomatis managernya ini akan menjadi bawahannya.

"Kenapa kamu melihatku seperti itu?Jangan bilang, kamu sedang membayangkan kalau aku ini bakalan menjadi bawahan kamu begitu kan?"sindir Managernya.

Livia terbelalak, bagaimana bisa Manager nya itu tahu apa yang saat ini dia pikirkan.

"Baiklah,aku masih memberikan kamu toleransi ya Via. Selanjutnya, jangan pernah memikirkan hal-hal begitu lagi, dan bekerjalah dengan baik. Ingat, Pak Raka tidak akan pernah melirik kamu sama sekali. Berhentilah bermimpi,bisa kan?"

Livia mengepalkan tangannya, dia benar-benar jengkel terhadap Lina.

"Kak Lina, bisa tidak berhenti bicara ketus denganku. Aku ini memang calon istrinya Raka, Kakak ini susah sekali dibilangin. Aku pastikan Kakak akan menyesal dengan apa yang barusan Kakak ucapkan,"sahutnya.

"Cih, kamu pikir kamu siapa Livia? Dari dulu juga Pak Raka itu hanya mencintai Ibu Yuna. Jangan bermimpi lagi, sudahlah. Kamu tahu, Ibu Yuna itu wanita mahal, aku yakin Pak Raka tidak akan bodoh menjadikan kamu istrinya. Dan lagi, aku katakan padamu kalau Pak Raka dan Ibu Yuna tidak akan bercerai sama sekali. So, sekarang sebaiknya hafalkan lagi dialog mu. Jangan kebanyakan mengkhayal!" sindir Lina.

"Kenapa Kakak bisa bicara seperti itu, apa yang membuat Kakak percaya diri untuk menyebut nama Yuna?"

"Panggil Nyonya Yuna, jangan sembarangan. Cepatlah hafalkan lagi dialogmu!" Bentak Lina sembari berlalu pergi.

Livia memandang kesal punggung Lina yang sudah berlalu pergi tersebut. Kamu lihat saja nanti, aku yakin bisa membuat Raka jatuh cinta padaku. Batinnya.

***

"Aku harus bagaimana Kak?"

"Untuk sementara ini, kamu lebih baik di rumah saja princess. Aku takut, terjadi hal yang seperti ini lagi. Jadi, Kakak harap kamu menurut ya, kamu bisa bekerja di rumah tanpa harus ke kantor," pinta Darren.

Yuna mengangguk "Baik Kak!"

Darren, mengusap puncak kepala adik sepupunya tersebut. Dia meminta agar Yuna tenang dulu, kalau Yuna sudah tenang baru adik sepersusuannya itu bisa bekerja kembali.

"Apakah Riko adalah pria yang pada saat itu menyatakan cintanya padaku?" batin Yuna.

Yuna teringat pada pria yang pada saat itu menyatakan cinta padanya, saat dia masih di bangku SMA. Pria itu tampan, hanya saja dia pada saat itu telah memiliki Raka. Sehingga, dia sungguh tidak bisa menerima pernyataan cinta dari pria itu. Tapi, siapa sangka pria itu justru terobsesi padanya. Sampai-sampai dia melakukan operasi plastik agar mirip dengan Raka.

Namun, meskipun dia sangat mirip dengan Raka. Dia bisa merasakan perbedaan diantara keduanya, kalau pria yang saat itu berhadapan dengannya bukanlah suaminya. Wangi parfum yang digunakan oleh pria itu sangat berbeda dengan parfum Raka. Dan, saat itulah dia sadar ada yang tidak beres, begitu hendak pergi justru pria itu menekan titik akupuntur kelemahannya. Alhasil, dia tidak sadarkan diri.

Dan, untuk saat ini dia hanya ingin menenangkan diri. Sebab, kejadian kemarin benar-benar membuatnya trauma. Bahkan dia merasa kalau dirinya kotor, sebab dia sudah disentuh oleh pria selain suaminya.

"Nyonya!"panggil seseorang di depan pintu kamarnya.

Yuna terperanjat saat mendengar suara Bibi Lala, yang saat ini tengah berada dibalik pintu kamarnya. Dia mengusap air matanya, dan menatap ke arah pintu tersebut. "Masuk Bi!" sahutnya.

Terlihat Bibi Lala dibalik pintu kamarnya, dia kemudian menghampiri Yuna.

"Ada apa Bi?"tanya Yuna.

Bibi Lala menatapnya, dia sedikit ragu untuk menjawab. Tapi, kemudian dia memberanikan diri untuk mengatakan apa yang saat ini sedang mengganggu pikirannya.

"Nyonya, di luar sana ada Pak Raka!"

Yuna menatap Bibi Lala, dia menghela napasnya "Katakan padanya kalau aku sedang tidur. Aku masih belum bisa menemuinya."

"Baik Nyonya, kalau begitu Bibi akan sampaikan,"sahut Bibi Lala.

Yuna mengangguk "Ya, terima kasih Bibi!"

Yuna, merangsek masuk ke dalam selimutnya. Dia kembali menangis sembari memeluk gulingnya. Sementara itu, Bibi Lala menghampiri Raka yang saat ini sedang duduk di sofa ruang tamu. Raka menatapnya dengan pandangan mata yang penuh penasaran.

"Pak Raka, Ibu Yuna masih belum bisa menemui anda."

Raka mengangguk "Bi, bolehkah anda antarkan saya ke kamar Yuna. Saya janji, tidak akan lancang masuk ke dalam kamarnya. Tolong saya Bi, saya sangat merindukan Yuna."

"Baik Pak, mari ikuti saya."

Tidak lama kemudian Raka sudah sampai di depan kamar Yuna.

"Saya permisi dulu!" Pamit Bibi Lala sembari berlalu.

Raka mengiyakan, dia menatap kamar yang saat ini sedang ditempati istrinya.

"Aku tahu, kamu tidak tidur kan?"tanyanya di balik pintu kamar.

Yuna hanya diam, dan semakin mengeratkan pelukannya pada guling tidurnya.

"Baiklah, kamu tidak ingin menyambut kedatanganku kan?Sayang, aku akan selalu menunggu sampai kamu memaafkan semua kesalahanku. Aku tahu, tidak akan mudah bagimu memaafkan semua kesalahan yang aku lakukan. Sayang, aku hanya ingin menjelaskan kalau aku dan Livia tidak seperti yang kamu pikirkan."

Yuna hanya diam, tidak ingin bergerak bangun dari posisinya.

"Aku tahu, saat ini kamu sedang mendengarkan semua yang aku katakan. Mengenai Livia, aku juga tidak mengerti tiba-tiba dia datang dengan seorang anak laki-laki yang berusia enam tahun padaku. Aku bingung harus bagaimana, disisi lain setelah tes DNA ulang hasilnya tetap sama. Yudha adalah anakku."

Tubuh Yuna bergetar, dia menangis tanpa suara. Entah mengapa rasanya dadanya semakin sesak, dan air matanya menetes tanpa kompromi membasahi pipinya.

"Sayang, kaku jangan khawatir. Aku saat ini lebih banyak menghindari Yudha, karena aku tidak ingin menyayangi anak yang bukan lahir dari ramim mu."

Yuna terkejut, dia menghapus air matanya. Dan, berusaha memberanikan diri untuk menghadapi Raka. Akankah dia berani berhadapan dengan suaminya?

Bersambung