🌹Lanjutan Aku Bukan Wanita Penggoda🌹
Awas baper dan ketawa sendiri! 😁
Ayesha Putri Prayoga, seorang gadis bertubuh gemuk itu menyaksikan langsung kekasih yang sangat ia cintai tengah bercinta dengan sahabatnya sendiri.
Sakit hati Ayesha membuatnya menepi hingga bertemu dengan Kevin Putra Adhitama, pria dingin kaku dan bermulut pedas.
Dan, takdir membawa mereka menjadi sepasang suami istri karena dijodohkan.
Sikap Kevin yang menyebalkan selama pernikahan membuat banyak perubahan dalam diri Ayesha termasuk tubuh gemuknya, hingga semakin hari Kevin pun semakin terpesona dengan kepribadian sang istri.
Namun di saat benih cinta itu muncul, Ayesha kembali dekat dengan mantan kekasihnya yang muncul sebagai partner kerjanya di kantor.
"Ayesha, aku masih mencintaimu dan ingin memilikimu kembali," gumam Tian, mantan kekasih Ayesha dulu yang membuatnya sakit hati.
Mampukah Kevin mempertahankan pernikahannya? Siapa cinta yang Ayesha pilih? Suami atau cinta pertama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elis Kurniasih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Apa aku keterlaluan?
Ayesha menarik kursi dan duduk di hadapan Kevin beserta asistennya. Ia mencoba menetralisir detak jantungnya yang sedari berdebar kencang karena berlari sekaligus menahan malu. Ingin rasanya ia pergi dari hadapan Kevin atas insiden memalukan tadi.
Sean masih tertawa, tapi kali ini lebih tipis dan pelan. “Kamu mau pesan makanan atau minum, Ay?” tanyanya.
Ayesha menggeleng. “Ngga, Kak. Terima kasih.”
“Jangan gitu, ayo pesan makanan saja dulu! Sebelum kita mulai berbincang,” jawab Sean.
Sementara Kevin hanya diam.
Ayesha tetap menggeleng. Walau sebenarnya perut itu terasa lapar, tapi ia gengsi makan di depan Kevin, sementara pria itu hanya memesan minuman.
“Saya minum aja, Kak,” jawab Ayesha.
“Oke.” Sean langsung menepukkan tangannya untuk memanggil pelayan, hingga pelayan itu pun menghampiri meja yang diduduki Ayesha.
“Kamu pesan apa, Ay?” tanya Sean lagi. Padahal seharusnya, Kevin yang menjamu calon istrinya, karena dia yang meminta Ayesha bertemu.
“Apa aja, Kak.”
“Beneran apa aja?” tanya Sean meeldek. “Nanti kalau aku pesenin wine, mau?”
Ayesha langsung menggelengkan kepalanya. “Ngga ... Ngga ...”
Sean tertawa melihat wajah lucu Ayesha.
“Sean,” panggil Kevin dengan nada memperingatkan agar sahabatnya itu tidak mengoda Ayesha.
“Sorry.” Lalu, Sean memesan minuman yang sama dengan dirinya dan Kevin untuk Ayesha.
Ayesha diam, menunggu Kevin atau Sean bicara. Arah matanya menatap kedua pria di depannya ini bergantian ketika mereka sedang berdiskusi.
“Oh iya, Ay Aku butuh tanda tangan kamu untuk berkas pernikahan kalian.” Sean menyodorkan beberapa lembar kertas.
Ayesha mengangguk.
“Maaf, kita ketemu di sini, karena aku ga mungkin meminta tanda tangan kamu dikantor,” kata Sean lagi.
Ayesha kembali mengangguk dan menerima pulpen dari tangan Sean. Ia pun membubuhkan tanda tangannya di setiap lembar yang Sean tunjukkan.
“Satu lagi, Kevin ingin ada perjanjian pra nikah,” ucap Sean.
“Perjanjian pra nikah? Maksudnya?” tanya Ayesha bingung.
Ia menerima perjodohan ini dengan tulus. Ayesha memang tak mau lagi berpacaran, mengingat apa yang telah ia alami sebelumnya dengan sang mantan pacar sangatlah menyakitkan. Ayesha pikir dengan menerima perjodohan ini, akan membantunya untuk menyembuhkan luka hati. Tapi entahlah, karena pernikahan ini pun tidak atas dasar sama-sama cinta.
“Kita menikah karena dijodohkan. Dan, ini begitu cepat untukku juga untukmu pastinya. Walau kita bukan orang asing dan kenal sejak kecil tapi kita dua orang yang tidak saling mencintai. Benar?” Kevin bersuara.
Ayesha mengangguk.
Ya benar, mereka memang tidak saling mencintai. Kalau pun Ayesha menyukai Kevin dengan pembawaannya yang tenang dan dewasa, tapi untuk cinta, dihati Ayesha masih terukir nama Christian, pria yang menjadi pacarnya selama tiga tahun kemarin. Tiga tahun bagi Ayesha waktu yang cukup lama untuk dekat dengan pria yang hingga saat ini masih berada di negara kanguru itu. Walau Tian menorehkan luka dalam untuknya, tetapi sebagai wanita yang sulit membuka hati, nama Tian tak bisa begitu saja ia usir dari hatinya. Semua butuh proses. Dan, Ayesha berharap sosok Kevin mampu mengusir nama pria brengs*k itu di hatinya.
“Right, ternyata apa yang kita pikirkan sama. Jadi saya ingin kita menyepakati beberapa hal setelah ijab wobul selesai.”
Ayesha kembali mengangguk. “Apa kesepakatan itu harus dengan tanda tangan?”
“Ya ... Pertanyaan yang bagus, Ayesha,” teriak Sean hingga Ayesha kaget.
Sean melirik ke arah Kevin. “Sepertinya tidak perlu ada kesepakatan hitam putih dan tanda tangan di atas materai, Kev. Itu berlebihan.”
“Itu harus, Sean. Supaya Ayesha tidak menuntut ini itu padaku nantinya.”
Kedua pria itu berdiskusi tepat di depan Ayesha.
“Saya tidak akan menuntut apa pun ke Mas Kevin,” celetuk Ayesha membuat Kevin dan sean tak lagi bersahutan.
“See,” kata Sean.
“Saya tidak akan melanggar kesepakatan itu, walau tidak di atas materai,” ucap Ayesha lagi.
Kevin menatap ke kedua mata Ayesha yang sebenarnya meneduhkan, hanya saja belum ada cinta untuk wanita itu membuat Kevin tak menyadarinya.
“Oke. Saya pegang janjimu, Ay. Tapi sekalinya kamu melanggar kesepakatan ini, kita seelsai.”
Sontak Ayesha syok. Belum saja, pernikahan ini di mulai, Kevin sudah menyebut kata selesai. Sungguh terlalu.
“Oke,” jawab Ayesha lantang.
Kevin meneganggak tubuhnya. Sean pun melakukan hal yang. Ketiganya tampak serius dengan pembicaraan ini.
“Sean menjadi saksi kesepatakan ini.” Kevin menunjuk ke arah asistennya dan Ayesha pun mengangguk.
“Pertama, tidak ada satu pun orang yang ada di gedung Adhitama tahu bahwa kita pasangan suami istri. Kedua, di dalam rumah kita memang tinggal satu atap dan berstatus suami istri, tapi ketika di luar rumah kita adalah manusia asing yang tidak saling kenal. Ketiga ...”
Ayesha mendengarkan dengan seksama setiap kata yang keluar dari mulut Kevin. Sadis memang, tapi biarlah, ia hanya butuh tempat untuk berlindung saja dari pada harus kembali ke Australia dan mengingat lagi kenangan buruk itu.
Lalu, Kevin melanjutkan perkataannya. “Ketiga, tidak ada kewajiban untuk memberi nafkah batin, tapi saya tetap memberimu nafkah lahir.”
Ayesha mengangguk. “Hanya itu?” tanyanya dengan menatao Kevin. “Ada lagi?”
Kevin melirik ke arah Sean yang juga tengah meliriknya.
“Wah, nantangin.” Kata Kevin dalam hati sambil memberi kode pada Sean yang juga ingin mengatakan yang sama.
Sesaat kemudian, Sean menyungging senyum. Lalu, Kevin kembali menatap Ayesha.
“Itu cukup,” jawab Kevin.
Ayesha kembali menganggukkan kepalanya. “Saya setuju dengan kesepakatan ini.”
“Waw, kamu penurut sekali, Ay.” Sean memberi aplouse pada wanita yang duduk di depannya ini.
Tidak wanita yang suka rela dimanfatkan seperti ini, dan Ayesha pun tahu itu. Jelas-jelas di dalam pernikahan ini, keuntungannya hanya untuk keluarga Adhitama, terutama Kevin dan Kenan.
“Anggap saja ini bentuk terima kasih saya karena Mas Kevin telah menyelamatkan nyawa saya waktu itu.”Ayesha tersenyum.
Senyum terpaksa. Ayesha tak mengira bahwa Kevin sama saja seperti pria-pria yang lain yang melihat wanita dari penampilannya saja. Padahal sejauh ini, Ayesha melihat sesuatu yang berbeda di diri pria yang sebentar lagi akan menjadi suaminya. Di tambah kegagahan Kevin saat menolongnya waktu itu, membuat Ayesha merasa tersanjung. Tapi ternyata, Kevin melakukan itu atas dasar kemanusiaan saja, dan kini ia pun tak meliriknya. Apa memiliki tubuh XL itu buruk? Tidak pantas dicintai? Sepertinya benar apa yang dikatakan ibunya.
“Turunkan berat badanmu, Nak! Jaga pola makan! Pria tidak akan melirikmu, jika penampilanmu seperti ini,” kata Rea setiap waktu.
“Ayesha pintar, Ma. Banyak pria yang memilih wanita karena kepintarannya dan bukan karena fisiknya saja,” jawab Ayesha pada sang ibu.
“Mungkin untuk wanita, memilih pria tidak dari penampilan, asalkan baik dan bertanggub jawab. tapi untuk pria yang pertama kali mereka pilih adalah fisik, jika ditambah kecantikan yang ada didalamnya, maka wanita itu akan menjadi dambaan kaum pria."
Ayesha mengingat percakapannya dengan sang ibu, sejenak.
“Baiklah, jika tidak ada lagi yang ingin dibicarakan. Saya pamit,” ucap Ayesha tegas, membuat kedua pria di depannya saling melirik.
“Oke, semua berkas sudah ditanda tangani,” sahut Sean.
“Baik kalau begitu, saya permisi.” Ayesha undur diri. Sungguh ia ingin sekali mampir ke restoran enak dan memakan semua menu makanan di sana. selain karena perutnya lapar, saat ini ia pun sedang kesal dengan sikap Kevin.
“Kata Kevin, dihabiskan dulu minumanmu,” ucap Sean yang langsung mendapat pelototan dari Kevin, karena pria itu tidak meminta asistennya untuk berkata seperti ini.
Sementara Sean hanya berbasa-basi dengan mengatasnamakan Kevin.
Ayesha tersenyum dan meminum minuman itu, lalu pergi.
Kevin menatap punggung lebar itu dari belakang. Sesungguhnya, ia tidak ingin melakukan hal kejam ini pada Ayesha, tapi saat ini ia memang tidak memiliki perasaan apa pun pada wanita itu. Bukan karena tubuh Ayesha yang berukuran XL tapi memang karena ia tak bisa berbasa basi, apalagi dengan lawan jenis yang tidak ia cintai.
Sean ikut menatap punggung belakang gadis malang itu yang semakin lama tak terlihat.
“Apa gue keterlaluan?” tanya Kevin pada Sean.
“Menurut lu?” Sean balik bertanya, membuat Kevin terdiam.
itu sih namanya bukan cinta tapi nafsu, cinta itu melindungi bukan merusak.