Di pagi hari yang cerah tepatnya di sebuah rumah sederhana terlihat seorang gadis yang bernama Alina Astriani atau kerap di panggil Alin.
Saat ini Alin sedang bersembunyi di balik selimutnya. Dia enggan membuka mata dari tidur yang sangat nyenyak. Hingga terdengar suara keributan yang membuatnya harus bangun dari tidurnya.
"Ih, siapa, sih, yang ribut pagi-pagi di rumah orang gini, ganggu aja orang lagi mimpi indah juga," ucapnya kesal. Lalu Alin pun keluar dari kamarnya menuju arah suara keributan tersebut yang ada di ruang tengah rumahnya.
"Cepat kasih tau pada kami di mana kau sembunyikan anakmu!" teriak seorang pria yang mengenakan jas sambil mencengkram kerah baju seorang pria paruh baya.
"Nggak akan. Saya nggak akan menyerahkan anak saya. Apapun yang akan kalian lakukan, saya tidak peduli!"
Karena merasa kesal pria berjas tersebut mendorong pria paruh baya itu ke lantai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alin26, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 27
"Ya Tuhan. Apa yang sudah aku lakukan? Aku sudah menyakiti orang yang salah. Argh! Bella, kenapa kamu lakuin ini? Apa salah dia sama kamu?" Al menjerit dan mengusap wajahnya frustasi.
Tak pernah ia mengira Bella akan bertindak sejahat itu pada Alin, yang membuat dirinya sampai hari menyakiti fisik Alin hanya demi Bella. Dia yang frustasi melempar semua barang-barang yang ada di hadapannya.
"Alin," gumamnya kemudian dia berlari keluar menuju kamar Alin dengan hati yang dipenuhi penyesalan. Bisa-bisanya dia menyakiti orang yang tidak bersalah tanpa mencari tau kebenarannya terlebih dahulu. Sungguh dia sangat menyesal dan merasa bersalah pada Alin.
Brak!
Alin yang sedang mengobati lukanya tersentak kaget saat Al membuka pintu kamarnya dengan keras.
"Pa---Pak Al mau ngapain ke sini?" tanya Alin terbata keran dia ketakutan melihat Al setelah apa yang dilakukan pemuda itu pada dirinya. Kejam, Al menyiksanya dengan sangat tak berperikemanusiaan.
Sementara Al tertegun melihat tubuh Alin yang sudah dipenuhi luka cambukan karena dirinya. Rasa penyesalan dan bersalah pun semakin menghinggapi hatinya.
"To---tolong jangan sakiti saya lagi, Pak, sa---saya mohon, hiks!" Alin merangkak menjauh saat Al mendekatinya. Bahkan hanya untuk berdiri saja dia tak sanggup saking sakit dan pedihnya luka cambukan itu.
Al semakin dekat pada Alin, membuat wanita itu tak bisa bergerak lagi karena terpentok dinding.
"Ja---jangan, Pak. Pe--pergi dari sini!" teriak Alin yang semakin ketakutan saat Al berjongkok di depannya. Air matanya terus mengalir menahan sakit dan rasa takut.
"Ja---jangan sakiti...."
Greb!
Ucapan Alin tiba-tiba terhenti saat Al langsung memeluknya dengan erat, membuatnya seketika bungkam dan hanya bisa menangis.
"Maaf ... maafin saya. Saya memang orang yang bodoh. Saya seharusnya bisa melihat siapa yang salah dan siapa yang benar. Seharusnya saya nggak lakuin ini sama kamu, tolong maafin saya, Lin, maaf," lirih Al dengan air mata penyesalan yang membasahi pipinya. Sementara Alin, dia hanya bisa terdiam di pelukkan Al.
"Lin, maafin saya. Lin ... Alin!"
Merasa tak mendapat jawaban, Al mengurai pelukkannya dan dia pun langsung panik melihat Alin sudah tak sadarkan diri dalam pelukannya.
"Alin bangun, hei, bangun!" Al menepuk pelan pipi Alin akan tetapi nihil, dia tak kunjung membuka matanya. Al segera mengangkat tubuh Alin lalu menidurkannya di atas tempat tidur.
"Kamu bertahan, Lin, aku, aku akan telepon dokter."
Al yang panik bukan main dengan keadaan Alin langsung menghubungi dokter untuk datang ke rumahnya, karena tak mungkin dia membawa Alin ke rumah sakit.
Setelah beberapa lama kemudian, dokter itu pun datang dan langsung memeriksa Alin.
"Apa yang sudah Anda lakukan, Pak? Apa Anda melakukan kekerasan fisik terhadapnya?" tanya dokter yang terkejut melihat keadaan fisik Alin yang penuh dengan luka bekas pukulan benda keras.
Dokter itu terus mencerca Al dengan pertanyaan sehingga membuat Al marah.
"Saya menyuruh Anda ke sini untuk mengobatinya, bukan untuk menanyakan hal yang tidak penting!" Bentuk Al seraya mencengkram kerah kemeja dokter tersebut. "Cepat obati dia! Kalau tidak, saya pastikan Anda tidak akan keluar dari sini dengan selamat!" ancamnya.
Karena merasa ketakutan dengan ancaman Al, sang dokter pun segera melakukan apa yang diperintahkan Al padanya tanpa banyak bertanya lagi seperti sebelumnya.
"Pak, lukanya cukup parah, Anda harus membawanya ke rumah sakit," terang dokter setelah melakukan pemeriksaan.
Al menggeleng lemah sembari menatap Alin sendu. "Tidak, saya bisa merawatnya sendiri tanpa harus ke rumah sakit," ujarnya yang memegang tangan Alin.
"Baik, kalau itu yang Anda inginkan. Saya akan berikan resep obat yang harus di oleskan pada lukanya." Dokter itu pun memberikan resep obat pada Al.
"Terima kasih, Dok. Maaf karena saya sudah membuat Anda takut tadi. Saya hanya tidak ingin terjadi sesuatu padanya," ucap Al yang masih setia memegang tangan Alin.
"Saya bisa mengerti, Pak. Saya juga akan melakukan hal yang sama jika Istri yang saya cintai ada di posisi istri Bapak," ucap dokter.
"Kalau begitu saya permisi dulu. Tolong obatnya di oleskan padanya setiap 5 jam sekali." Setelah itu, dokter pun keluar meninggalkan Al yang duduk di samping Alin.
"Aku akan nebus kesalahan aku dengan merawat kamu. Tapi kamu harus bangun, aku ingin minta maaf sama kamu," ucap Al sambil mengelus kepala Alin. Lalu dia pun mengirim gambar resep obat yang diberikan oleh dokter pada seseorang.
[Saya butuh obat ini sekarang juga]
[Baik, Tuan]
Setelah itu Al meletakan kembali ponselnya di atas nakas.
"Bella benar-benar keterlaluan. Gue akan coba ngomong sama dia besok," batin Al sambil menatap wajah Alin yang pucat.
Tak lama ponsel Alin berdering, membuat Al yang sedang mengganti pakaian Alin menghentikan aktivitasnya.
Dia tak menghiraukan ponsel tersebut saat melihat nama Raja di sana. Namun, bukannya berhenti benda pipih tersebut malah semakin berdering dan membuat Al merasa sangat kesal karenanya.
Tanpa ba bi Bu, Al pun melempar ponsel itu hingga pecah tak berbentuk. Entah mengapa tiba-tiba dia merasa kesal saat Raja terus menghubungi Alin.
"Permisi, Tuan, ini obat yang Tuan minta!" Seorang bodyguard memasuki kamar dan menyerahkan kresek yang berisi obat pesanan Al.
"Terima kasih, kamu boleh pergi." Bodyguard itu pun pergi kemudian Al mengoleskan obat tersebut di tubuh Alin yang penuh dengan luka bekas cambukannya.
"Ayolah bangun. Aku ingin meminta maaf," ujar Al lirih setelah ia mengoleskan obat tersebut di luka Alin.
Al membelai rambut Alin dengan lembut. Dan tak sengaja melihat fotonya yang ada di dekat diary milik Alin. Perlahan tangannya mengambil foto dan diary itu, kemudian membaca halaman terakhir dari diary itu. Tak terasa air matanya mengalir saat membaca apa yang tertulis di sana.
"Ternyata dia mencintai gue dengan tulus. Tapi, apa yang gue kasih? Jangankan membalas cintanya, gue malah tega melukai hati dan fisik orang yang setulus dia," batin Al.
"Maafin aku, Lin, aku nggak bisa balas cinta kamu. Aku hanya bisa memberikan kamu penderitaan saja selama ini, maafin aku, maaf," lirih Al sambil memeluk Alin. Tanpa sadar, dia pun tertidur dengan posisi memeluk Alin dari samping.
***
Matahari yang cerah bersinar menyinari bumi hingga menembus jendela kamar Alin. Sinarnya yang tajam mampu membangunkan Alin yang sudah tak sadarkan diri sejak semalam.
"Eugh!" lenguh Alin yang terbangun saat merasakan ada yang menyentuh tubuhnya.
"Selamat pagi." Al tersenyum pada Alin sambil mengoleskan obat di pergelangan tangan wanita itu.
"Apa yang Bapak lakukan?" tanya Alin yang tampak ketakutan sambil menarik tangannya dari Al.
"Bapak mau...."
"Ssttt! Jangan bicara dulu. Siniin tangan kamu, aku bentar lagi selesai nih," ucap Al lalu meraih tangan Alin kemudian melanjutkan mengoleskan obat.
Alin di buat terpaku dengan gaya bicara Al yang berubah menjadi aku-kamu, dia terus menatap wajah pemuda itu lekat tapi juga ada ketakutan di matanya.
"Selesai!" seru Al lalu menaruh kotak obat di atas nakas setelah ia selesai mengobati luka di tangan Alin.
Kemudian dia memegang tangan Alin dengan lembut, yang masih terus saja menatap dirinya kemudian Al tersenyum.
"Aku udah tau semuanya tentang apa yang sebenarnya terjadi. Ternyata Bella memang sengaja menfitnah kamu. Aku mau minta maaf atas kesalahan aku ke kamu, Lin. Nggak seharusnya aku lakuin itu sama kamu. Aku terlalu bodoh sampai aku sendiri nggak tau mana yang salah dan mana yang benar," ucap Al yang perlahan memeluk tubuh. "Sebisa mungkin tolong, tolong maafin aku. Aku janji, setelah ini, kamu nggak akan pernah ngalamin penyiksaan ini lagi."
"Kamu mau, kan, Lin? Please, aku mohon," ucap Al lagi setelah melepas pelukannya. Tangannya mengusap air mata Alin dengan lembut.
"Kamu kenapa nangis? Apa masih sakit?" tanya Al cemas, tetapi Alin hanya diam.
"Ya udah kalau kamu masih belum mau ngomong sama aku, nggak papa. Tapi...." Al mengambil piring yang berisi makanan yang sudah dia siapkan. "Tapi, kamu harus makan, ya, biar aku suapin."
Al menyendokkan makanan ke mulut Alin, tapi lagi-lagi Alin hanya diam dan tidak membuka mulut, tatapannya begitu lurus ke depan dan air mata di pipinya semakin deras mengalir.
"Ayo, aak!" Untuk yang kedua kali Al ingin menyuapi Alin, tapi Alin masih enggan membuka mulut.
Ketahuilah kesabaran Al hanya setipis tisu. Kebungkaman Alin memancing amarahnya karena merasa tak dihargai oleh wanita itu, seakan ia hanya patung belakang. Akhirnya Al meletakkan piring itu dengan kesal.
"Saya tau saya memang salah. Tapi tolong, jangan nyakitin diri kamu sendiri. Kalau kamu marah sama saya silahkan. Ayo pukul saya sesuka kamu, ayo! Tapi kamu jangan kaya gini, saya mohon!"
Karena kesal tanpa sadar Al sudah membentuk Alin sehingga membuat Alin semakin terisak.
Al mengusap wajah dengan kasar, dia yang semula berdiri kembali duduk di depan Alin saat mendengar isakkannya.
"Aku minta maaf. Bukan maksud aku bentak kamu," ungkap Al yang menyesal telah membentuk wanita itu. Al lalu memeluk Alin. Kali ini Alin membalas pelukan Al dengan erat dan menumpahkan tangisannya di dada bidang pria itu.
"Kenapa Bapak nggak percaya sama saya? Padahal saya bicara jujur, Pak, dan Bapak---" Ucapan Alin terhenti saat Al menyelanya lebih dulu.
"Maaf ... maaf." Kata itu berkali-kali keluar dari mulut Al.
oh iya mampir juga yuk dikarya baruku, judulnya ISTRI PENGGANTI TUAN ARSEN😁🙏