WANTED DILARANG JIPLAK !!! LIHAT TANGGAL TERBIT !!!
Karena ketidaksengajaan yang membuat Shania Cleoza Maheswari (siswi SMA) dan Arkala Mahesa (guru kimia) mengikat janji sehidup semati di hadapan Tuhan.
Shania adalah gadis dengan segudang kenakalan remaja terpaksa menikah muda dengan gurunya Arka, yang terkenal dingin, angkuh dan galak.
Tapi perjuangan cinta Shania tak sia sia, Arka dapat membuka hatinya untuk Shania, bahkan Arka sangat mencintai Shania, hanya saja perlakuan dingin Arka di awal pernikahan mereka membuat lubang menganga dalam hati Shania, bukan hanya itu saja cobaan rumah tangga yang mereka hadapi, Shania memiliki segudang cita cita dan asa di hidupnya, salah satunya menjadi atlit basket nasional, akankah Arka merelakan Shania, mengorbankan kehidupan rumah tangga impiannya ?
Bagaimana cara Arka menyikapi sifat kekanakan Shania.Dan bagaimana pula Arka membimbing Shania menjadi partner hidup untuk saling berbagi? ikuti yu asam manis kehidupan mereka disini..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Usaha berdamai dengan obat
Shania bangun dengan wajah kuyunya, rambut bergelombangnya tampak seperti singa, ia memijit pelipisnya yang sedikit pusing.
"Ini gimana gue mau ke toilet, lemes banget badan gue !" Shania mengangsurkan badannya dan menyeret kaki yang dipasangi gips. Ternyata memang ia kesulitan tanpa bantuan, setelah sekian purnama, ia bisa turun dan memasuki kamar mandi kamarnya.
Ia berkaca di cermin, lalu mencuci muka dan gosok gigi. Mengingat mulut, ia baru saja sadar jika semalam Arka menyentuh bibirnya. Hawa panas kembali menyelimuti wajahnya.
"Gue ternodai, buat yang ketiga kalinya sama si kalajengking campur kingkong," cebiknya sebal, tapi tak dapat dipungkiri, omelannya ini adalah caranya menutupi rasa malu dan membuncah yang dirasakan secara bersamaan.
"Dada gue, kayanya mesti periksa deh, sejak malem jantung gue kaya kelainan !" ucap Shania memegang untuk mengelus dada.
Shania mengganti pakaian, dan menyisir rambut. Rasa pusing dan kleyengan masih terasa memberati kepalanya.
"Yang cedera kaki, tapi semuanya ikut sakit !" Shania melirik kakinya yang dipasangi gips seperti kaki gajah.
"Sha ?!" ibu mengetuk pintu kamar.
"Iya bu, " Shania mencoba bangkit dari tepian kasur, tapi ibu keburu membuka pintu kamar.
"Sudah bangun ?"
"Ibu sudah buatkan bubur ayam, pasti Shania bakalan suka. Yuk sarapan dulu," ajaknya.
Perut Shania memang sudah keroncongan, semalam badannya seperti habis melawan raksasa, belum lagi penyakit yang harus dia lawan, jadi sekarang tubuhnya benar benar membutuhkan asupan energi.
"Iya bu, "
"Sini ibu bantu, katanya kamu kesulitan minum obat ? lalu semalam bagaimana caranya kamu minum obat ?" tanya ibu membantu Shania berjalan.
Hal yang ingin Shania lupakan dari tadi, malah diingatkan kembali oleh pertanyaan ibu, mendadak wajahnya kembali memanas, seperti sedang di taruh diatas panggangan roti.
"Bisa bu, alhamdulillah !" hanya itu jawaban Shania,
Oke, bu kita skip saja cara mengerikan minum obat semalam, yang tak ingin ia ulangi lagi, sampai negara api menyerang pun, atau si dora the eksplorer sudah memakai guugle maps ia tak ingin mengingat bagaimana caranya pak Kalajengking memberinya obat, mulai dari mengikat kedua tangannya dengan dasi, dan menyobekan plastik berwarna silver dalam gerakan slow motion hingga suara sobekan itu seirama dengan degupan jantungnya. Memegang rahang Shania dengan satu tangannya dan satu tangan lain merengkuh bahu Shania. Dan dengan gerakan cepat bibir kenyal nan hangat itu menempel di bibirnya membuat nafas Shania seketika terhenti hingga ia harus membuka mulutnya untuk meraup oksigen, namun nihil yang ia dapatkan adalah lidah Arka yang mendorong obat pahit ke dalam mulutnya. Dammnn Shania ! jangan mengingat itu lagi.
Aroma wangi ayam, bawang goreng, dan bumbu rempah seperti daun salam menyadarkannya, memenuhi penciuman Shania yang hampir saja hilang karena demam semalam, membuat perutnya semakin bertabuh.
"Hmm, wangi bu !" seru Shania, ibu tersenyum mengusap rambut panjang Shania.
Shania sudah duduk di meja makan, ia langsung mengambil sendok dari tempatnya.
"Emh, enak bu !"
"Makan yang banyak, biar cepet pulih !" jawab ibu. Shania celingukan mencari keberadaan si raksasa yang sudah mencuri first kissnya semalam.
"Arka sedang lari pagi, sekalian cari buah buahan katanya, " seakan tau pikiran Shania.
"Eh, " Shania kikuk sendiri.
"Ga usah malu nak, nyari nyari suami sendiri wajar, kalo nyariin suami orang perlu dihajar namanya, " seloroh ibu membuat Shania tertawa renyah.
"Ibu bisa aja nih, " jawab Shania.
"Hari ini bi Atun pulang, jadi bisa bantu bantu lagi di rumah, Shania ga terlalu cape berisiin rumah. "
"Ibu rencananya kapan ke Surabaya lagi ? " tanya Shania menanyakan kembali.
"Lusa, nak !"
"Bundamu mau kesini, hari ini ya ?!" Shania mengangkat kedua alisnya.
"Bunda mau kesini bu ? ko Shania ga tau ?!" ia terkejut, pasalnya ia tak menghubungi siapapun sejak kemarin, ponselnya saja ia tak tau dimana rimbanya.
"Arka yang bilang, semalam ia menghubungi bundamu," jawab ibu ikut duduk bergabung dengan Shania.
"Ibu kenapa ga makan ?" tanya Shania.
"Nanti saja bareng Arka, Arka itu kalo makan senang ditemani," Shania menghentikan kunyahannya.
"Ga apa apa nak, kamu kan harus makan obat, jadi makan awal, agar cepat sembuh, ayo makan lagi, biar nanti ibu saja yang temani Arka."
"Obat ya, hm.." guman Shania.
Arka datang dengan membawa satu kresek penuh buah buahan. Sejak kejadian semalam, Shania menghindari bertatap muka dengannya, ia selalu membuang mukanya saat di depan Arka.
Malu ? sudah pasti Shania malu, salah tingkah, karena melihat Arka adalah mengingat kejadian pemaksaan semalam. Sedangkan lelaki itu malah tampak memukau dengan topi yang ia buka dan rambutnya yang berkeringat, lalu menyugarnya.
Cih! tua tua keladi, umpat Shania.
Tapi sikap impulsif yang diberikan Arka semakin membuat jantung Shania berdegup sangat kencang, tak tau apa ??! yang diperhatiin udah kaya bedug masjid, bertabuh tabuh.
"Mas Kala mau ngapain ?" tanya nya waspada, jika tidak sedang ada ibu, mungkin Shania sudah mendorong dan memukuli Arka.
"Kalo makan tuh rambutnya diikat, mana ikatan rambutmu ?" tanya nya.
"Di kamar, " cicit Shania.
Arka meraih karet gelang yang ada di atas kulkas lalu mengikat rambut Shania dengan karet gelang.
"Untuk sementara, " gumamnya seraya mengikat rambut panjang Shania. Yang lebih membuat Shania terkejut, saat ia menempelkan punggung tangannya di kulit Shania, bukan di kening saja, tapi di leher Shania juga.
"Sudah turun, " mata Shania hingga juling ke atas memperhatikan gerakan tangan Arka.
"Ga usah kesempatan mas," bisik Shania mencebik saat ibu mengambil sarapannya. Ia hanya menggidikan bahu acuh.
"Bu, Arka mandi dulu, " ucapnya.
"Iya,"
Tak berapa lama Arka sudah keluar dengan handuk kecil dan menggosok gosokkan rambutnya yang basah dan acak acakan, wangi maskulin memenuhi setiap sudut sekelilingnya.
Arka membawa obat yang harus dimakan Shania. Gadis itu menatap permusuhan pada Arka dan obat yang dibawanya. Seperti memandang musuh di medan perang.
Ibu sedang makan sarapannya.
Arka membukakan bungkusan obat, dan menyerahkan 3 butir obat ke depan Shania. Jangankan 3 yang sebesar besar biji rambutan, satu saja sebesar kuaci ia tak bisa.
"Mas ngajakin ribut di depan ibu ya ?!" tanya Shania dengan tatapan sengit.
Arka menyerahkan sebuah pisang dan mendorong toples biskuit ke depan Shania.
"Kamu makan bersama dengan pisang, atau mau biskuit ?" tanya Arka balik.
"Kalau tidak bisa secara normal, pake pisang saja nak, atau tidak biskuit, kamu kunyah dulu biskuit, setelah lu mat, sebelum ditelan masukkan obatnya lalu telan bersamaan dengan biskuit, dorong pake air minum, " penjelasan ibu bahkan terdengar memusingkan. Mendadak IQ Shania anjlok ke palung Mariana.
Gleuk !!!!
Ia menelan salivanya susah. Praktek memang tak semudah teori. Setelah ini, ia akan benar benar menjaga kesehatannya, ia tak mau sakit lagi jika harus seperti ini jadinya, dulu jika ia demam bunda hanya menempelkan kompresan instan di keningnya dan meminum coklat panas juga minuman vitamin C.
"Kalau masih tidak bisa mau mas hancurkan obatnya, mas larutkan pake air ?!" jelas itu bad idea, karena ia sering mencobanya dan itu rasanya lebih menyeramkan, rasa pahit obat lebih terasa dan menempel di pangkal lidahnya.
"Engga, " jawabnya singkat.
"Atau mau pake cara semalam ?" senyumnya miring.
"Ga usah ngarep !" tukasnya ketus.
"Memangnya ada cara lain nak ?" tanya ibu. Shania terdiam lalu sejurus kemudian ia melotot pada Arka. Tapi apa mau dikata Arka adalah orang paling tidak peka dan paling jujur se bima sakti.
"Arka yang memasukkannya bu, pake mulut," bagaimana dia bisa sesantai ini meloloskan kalimat tak se nonoh itu di depan ibu, bahkan gadis ini saja sudah mengerjapkan mata dan menahan nafasnya, Shania tersenyum kaku demi melihat ibu yang sudah mengulum bibirnya.
"Walah walah !!! kalau begitu ibu harus pergi ini, " ucap Ibu. Tak tau seberapa merah wajah gadis itu saat ini di depan ibu, apakah sama seperti apel di dalam keranjang buah yang ada di atas meja.
"Ibu ih, " Shania menahan tangan ibu.
"Ember bocor !" gerutunya menggumam.
"Shania pilih option pertama aja, " imbuhnya meraih biskuit dan obat dari depannya.
Beberapa kali Shania menghela nafas dan mengucap bismillah, membuat ibu dan Arka tertawa akan tingkahnya.
"Diem mas ! ga usah ketawa !" omel Shania. Shania mengunyah biskuit tapi beberapa kali ia refleks menelannya sebelum obat masuk ke dalam mulutnya.
"Yah, keburu ketelen bu !" ringisnya merengut, ibu tertawa.
"Tak apa, coba lagi, " jawab ibu.
Tapi detik berikutnya ia ingat penjelasan ibu, dan menyelipkan obat yang bagi Shania ukurannya membesar beberapa kali lipat.
Meskipun dengan susah payah, akhirnya Shania berhasil meloloskan 3 butir obat ke dalam perutnya dengan bantuan satu buah pisang dan 5 biskuit juga 2 gelas air.
Arka bahkan tertawa melihatnya, ditertawakan saat tengah tersiksa itu pedih, jendral !!! Rasanya Shania ingin melemparkan gips kakinya tepat di wajah Arka.
"Mau mandi ?" tanya Arka.
"Engga !" ketusnya.
"Bunda datang sebentar lagi, Inez mau datang nanti sepulang sekolah, " tukas Arka.
"Biarin, biar dibilang ga diurusin !" jawabnya kembali ketus.
"Ya sudah, terserah saja.." Arka mengambil laptopnya.
"Mas ngga ngajar ?" tanya Shania melirik jam di dinding sudah lebih dari jam 8.
"Engga, mas minta ijin cuti.." dengan mata yang terfokus pada laptopnya, tak tau apa yang sedang ia ketik. Mata Shania melirik lirik kepo, se kepo hati tetangga.
"Aku yang sakit mas yang cuti, enak banget, " cibir gadis itu.
"Terus siapa yang mau urusin kamu, ibu ?! jangan nyusahin orangtua, " kata kata itu membungkam mulut nyinyir Shania.
"Yang kemarin bilang sama ibu kalo ibu ga usah khawatir soalnya ada mas siapa ? hantu kah ?"
Shania memanyunkan bibirnya.
.
.
.
.
.