Hidup Nicho Javariel benar-benar berubah dalam sekejap. Ketenaran dan kekayaan yang dia dapatkan selama berkarir lenyap seketika akibat kecanduan obat-obatan terlarang. Satu per satu orang terdekatnya langsung berpaling darinya. Bukannya bertobat selepas dari rehabilitas, dia malah kecanduan berjudi hingga uangnya habis tak tersisa. Dia yang dulunya tinggal Apartemen mewah, kini terpaksa pindah ke rumah susun lengkap dengan segala problematika bertetangga. Di rumah susun itu juga, ia mencoba menarik perhatian dari seorang perempuan tanpa garis senyum yang pernah menjadi pelayan pribadinya. Dapatkah ia menemukan tempat pulang yang tepat?
"Naklukin kamu itu bangganya kek abis jinakin bom."
Novel dengan alur santai, minim konflik penuh komedi sehari-hari yang bakal bikin ketawa-ketawa gak jelas tapi tetap ada butterfly effect.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yu aotian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
Mulai mencoba mencicipi menu angkringan, Nicho malah kebingungan. "Ini apa gak ada sendok sama garpu gitu?"
"Yaelah, Bang. Mentang-mentang lagi makan sama crush, sok-sok jaim nyari sendok sama garpu!" ledek Cemong. Dia tak tahu kalau Nicho memang tak biasa makan menggunakan tangan.
Nicho memerhatikan sekeliling, di mana semua pengunjung hanya memakai tangan untuk makan.
Setelah puas menyantap angkringan, kini mereka mencoba mencicipi beberapa jajanan pinggir jalan. Sekali lagi, ini masih menjadi pengalaman pertama bagi Nicho. Dia sampai terheran-heran dengan segala bentuk aneka camilan.
"Ini apaan?"
"Ini tuh cireng! Emang Abang gak pernah makan?"
Nicho menggeleng pelan, kemudian mulai mencicipinya. "Oh, jadi ini yang disebut cireng," ucapnya. Ia lalu membaca gerobak sebelahnya, "Jasuke apaan lagi, tuh?"
"Jasuke itu, jagung susu keju."
"Kirain kepanjangan dari jangan suka kepo."
Cemong mulai heran karena Nicho tampak asing dengan beberapa makanan tersebut. "Abang pasti dulunya miskin banget ya sampe belum pernah coba makanan kek gini."
Celetukan Cemong sontak membuat mata Nicho terbelalak diiringi bibir yang mengerucut ke atas.
Melihat ekspresi Nicho, Cemong lantas buru-buru berkata, "Gak usah malu, Bang. Cemong juga pernah ada di posisi Abang. Makan telur sebutir tapi mesti dibagi empat buat sodara-sodara cemong yang lain ... pernah, Bang! Makan mie instan sebungkus buat dijadiin lauknya nasi dimakan rame-rame sekeluarga, juga pernah."
"Sialan, nih, bocah! Cuma karena gak pernah icip makanan ginian, kehidupan gua malah disangka melarat banget. Mana ngomongnya di depan Sera lagi!" gumam Nicho dengan wajah yang masam.
Nicho menoleh ke arah Sera. Ternyata perempuan itu sedang menepi sambil menggenggam ponselnya. Tampaknya, ia sedang melakukan panggilan video dengan seseorang. Melihat ekspresi Sera yang tampak senang, Nicho pun penasaran siapa gerangan yang tengah mengobrol dengannya. Mungkinkah ia berbicara dengan keluarganya? Entahlah ....
Nicho menghampiri Sera yang telah selesai melakukan panggilan video. Ia membawakan crepes berukuran jumbo yang baru saja dibelinya. Sera yang baru saja berbalik, tersentak kaget ketika pria itu langsung menyodorkan crepes ke mulutnya.
"Cobain ini!"
Karena crepes itu sudah menyentuh bibirnya, Sera pun tak sungkan membuka mulut dan menggigit ujungnya. Nicho turut menggigit sisi lain dari crepes itu hingga membuat dahi keduanya saling bersinggungan. Bersamaan dengan itu, terdengar suara jepretan kamera. Ternyata itu berasal dari kamera ponsel milik Cemong.
"Nice posisi, Bang!" ucapnya mendekat sambil menunjukkan hasil foto keduanya yang baru saja diambil.
"Ada gunanya juga lu, Botak. Entar jangan lupa kirim ke hp gua!" pinta Nicho setelah melihat foto tersebut.
Sementara, Sera malah langsung berbalik dan berjalan cepat hingga membuat Nicho mengejarnya.
"Kita mau ke mana lagi?" tanya Nicho.
"Aku mau pulang!" jawab Sera dengan wajah datar seperti biasa.
Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Setelah puas mencoba aneka jajanan, mereka akhirnya memutuskan untuk pulang. Seperti biasa, Cemong memilih berpisah dari keduanya untuk memberi kesempatan Nicho mendekati Sera.
Saat menaiki tangga-tangga rusun, keduanya tak lepas dari tatapan para tetangga yang tengah merumpi.
"Buru-buru amat jalannya udah kek pemadam kebakaran," ucap Nicho berusaha menyesuaikan langkah kaki Sera.
"Kamu sendiri kenapa terus ngikutin aku?" protes Sera.
"Aku mesti mastiin kamu sampai di depan rumah dengan selamat."
"Tapi aku dah sampai di depan rumahku!" tandas Sera sambil berhenti di depan pintu.
Tak percaya, Nicho langsung berbalik dan menyadari rumah Ucup di seberang sana. Ternyata segalanya terasa begitu cepat jika tengah bersama Sera.
"Oke, selamat malam." Nicho menjalan mundur dua langkah.
"Terima kasih atas traktirannya malam ini," ucap Sera sebelum masuk dan menutup pintu.
Bukannya segera pergi, Nicho kembali berdiri di depan rumah Sera dan langsung menempelkan tubuhnya di pintu seperti seekor cicak.
"Met tidur," ucapnya sambil mengecup pintu Sera berkali-kali sambil mengelus-elus permukaan dindingnya. Sepertinya, tingkat kebucinan akutnya sudah tak terselamatkan lagi. Ia pun baru menyadari aksinya tersebut sedang dilihat oleh tetangga sekitar yang tengah lewat.
Hanya berselang lima menit setelah masuk, tiba-tiba Sera kembali membuka pintu rumahnya. Ia melihat Nicho yang baru saja hendak masuk ke rumahnya.
"Hei!" panggil Sera seketika.
Nicho berbalik. Matanya berkedip cepat menatap Sera yang juga tengah memandangnya.
"Kamu manggil aku?" tanyanya sambil menoleh ke kiri dan kanan memastikan pendengarannya tidak salah.
Sera mengangguk. "Bisa tolong ke sini sebentar?" tanyanya sedikit sungkan.
Mata Nicko terbelalak seketika, saking kagetnya mendengar permintaan Sera.
Kenapa tiba-tiba banget manggil aku datang ke sana?
"Of course!" Nicho mengangguk cepat.
"Kalo gitu cepat ke sini!" panggil Sera lagi.
Mata Nicho kian terbelalak ketika perempuan itu tampak tak sabaran. Tak mau melewatkan kesempatan, ia pun buru-buru ke sana.
"Ayo masuk!" ajak Sera.
Nicho malah terpaku. Ini terasa aneh baginya karena untuk tipe perempuan sedingin Sera, mengijinkan dirinya bertamu semalam ini.
Enggak! Enggak! Sera gak bermaksud godain aku, kan? Iya, Sera bukan tipe cewek kek gitu.
"Kenapa masih di situ? Ayo!"
Dengan jantung yang sudah jumpalitan, Nicho pun melangkah masuk ke rumah Sera dan langsung mengambil posisi duduk di kursi sofa kecil.
"Ngapain duduk? Ayo ke sini!" panggil Sera yang telah berdiri di depan pintu.
Pikiran Nicho malah semakin liar dan menjadi-jadi.
Apa aku yang salah nilai dia selama ini? Gak mungkin kan, dia seberani ini mau langsung ajak aku main! Kok jadi sama kek cewek-cewek yang aku kenal selama ini.
Beringsut pelan, Nicho berdiri di sisi tiang pintu sambil mengelus-elus tangannya "Sera, apa kita gak terlalu buru-buru ngelakuin ini?"
"Kita emang harus buru-buru! Ayo masuk sini!" ucap Sera sambil membuka pintu tersebut.
Mata Nicho yang sudah membulat, semakin membulat mendengar jawaban Sera.
Astaga, ternyata Sera tipe cewek yang satset. Gas keun lah!
Antara tak percaya, tapi juga tak sabar, ia pun langsung melangkah masuk ke ruangan kecil tersebut dengan perasaan senang. Pada detik itu juga, semburan air langsung menyambutnya dan menyemprot wajahnya beriringan dengan suara memelas dari Sera.
"Tolong bantu perbaiki pipa airku! Aku gak bisa!"
.
.
Like dan komeng