"Neng, mau ya nikah sama anaknya Pak Atmadja.? Bapak sudah terlanjur janji mau jodohkan kamu sama Erik."
Tatapan memelas Pak Abdul tak mampu membuat Bulan menolak, gadis 25 tahun itu tak tega melihat gurat penuh harap dari wajah pria baruh baya yang mulai keriput.
Bulan mengangguk lemah, dia terpaksa.
Jaman sudah modern, tapi masih saja ada orang tua yang berfikiran menjodohkan anak mereka.
Yang berpacaran lama saja bisa cerai di tengah jalan, apa lagi dengan Bulan dan Erik yang tak saling kenal sebelumnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa icha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9. Perdebatan kecil
"Kenapa kamu tidak bilang kalau gangnya sempit." Mas Erik menggerutu setelah keluar dari mobil.
"Salah siapa Mas Erik tidak bertanya." Balasku tak kalah kesal dan berjalan menuju rumah saudara Dila yang ada di dalam gang. Mobil Mas Erik harus diparkiran di seberang gang karna jalannya tidak bisa dilewati mobil. Itu sebabnya aku menyuruh Bintang mengantarku menggunakan motor agar bisa sampai di depan tempat acara.
"Kamu serius bicara seperti itu?" Nada bicara Mas Erik terdengar lebih kesal dari sebelumnya. Mau tidak mau, aku menghentikan langkah dan berbalik badan.
Bisa terlihat raut wajah Mas Erik tampak tidak bersahabat. "Lalu aku harus bicara bagaimana mana? Memang benar kan Mas Erik tidak bertanya. Harusnya Mas Erik tanya dulu. Lagipula aku juga tidak minta di antar. Sudah benar tadi Bintang saja yang mengantarku."
Dengan sedikit kesal, aku beranjak dari hadapan Mas Erik. Sengaja aku melebarkan langkah menuju gang di depan sana. Kedatangan Mas Erik malah membuatku tidak tenang, ada saja hal yang membuat ku kesal dan menguras energi.
Aku sudah kelelahan berjalan tapi rumah saudara Dila belum terlihat juga. Terakhir aku datang kesana sekitar 1 tahun yang lalu dan rasanya tidak sejauh ini.
Langkah kaki Mas Erik terdengar semakin dekat, tapi dia tidak bicara apapun sejak memasuki gang. Aku menoleh sekilas karna penasaran. Siapa tau Mas Erik diam-diam sedang mengumpat tanpa suara di belakangku. Tapi saat aku menoleh, Mas Erik masih santai berjalan di belakangku sambil memainkan ponselnya.
"Kamu yakin ini gangnya? Kenapa jalannya sepi." Ujarnya. Suara berat itu sempat membuatku terkejut, aku pikir Mas Erik tidak melihat saat aku menoleh kebelakang karna dia sedang fokus pada ponselnya, ternyata masih bisa melihatku dengan mata tajamnya.
"Mas Erik mau bilang kalau aku salah gang? Aku sudah sering main ke rumah saudara Dila, mana mungkin salah jalan." Jawabku sedikit kesal. Tamu bulanan kali ini sepertinya ingin aku meluapkan emosi. Biasa aku tidak pernah se sensitif ini ketika kedatangan tamu bulanan. Jangan marah, niat untuk marah saja tidak pernah terlintas di benakku.
"Kalau tidak salah gang, kenapa kita belum sampai? Gangnya juga sepi, tidak ada orang lewat selain kita." Mas Erik semakin menggerutu.
Aku akhirnya menghentikan langkah dan mengeluarkan ponsel untuk menelfon Dila. "Assalamu'alaikum Dil, aku sudah masuk gang lumayan jauh tapi rumah saudara kamu belum kelihatan. Rumahnya tidak pindah kan?"
"Waalaikumsalam. Ya ampun Bulan, sorry banget. Maafin aku, aku lupa ngasih tau kamu. Rumah Sari pindah di RT sebelah, beda 2 gang dari gang rumah lama." Seru Dila panik.
Aku hanya bisa menghela nafas berat dan berusaha menahan emosi. "Dila, kamu tega bikin aku jalan kaki ratusan meter dan berakhir putar balik?" Lirihku pasrah.
"Maaf ya. Kamu tunggu disana, aku akan jemput kamu sekarang."
"Bawa 2 motor, aku sama Mas Erik."
"Apa.? Suami kamu datang?"
"Nanti aku jelaskan. Cepat kesini, jangan lama-lama." Sembari mengucap istighfar dalam hati, aku mengakhiri panggilan telfon dan bermaksud menjelaskan pada Mas Erik, tapi pria itu lebih dulu membuka suara.
"Masih mau menyangkal tidak salah jalan? Kamu keras kepala." Cibirnya dengan senyum mengejek. Mas Erik bersandar pada dinding rumah warga sembari menyilang kedua tangan di dada.
"Mas Erik lebih baik diam, jangan buat aku semakin kesal." Geram ku pura-pura kesal, padahal yang sebenarnya terjadi adalah aku sedang menahan malu karena tadi begitu percaya diri kalau aku tidak salah.
"Lain kali coba dengarkan pendapat orang lain, jangan asal membantah. Kalau sudah begini kamu juga yang capek."
Aku melirik sebal karna Mas Erik masih saja berbicara. "Mending Mas Erik pulang saja kalau kita sudah keluar dari gang. Bikin bad mood saja."
"Ya ampun Mbul,, sorry banget bikin kamu capek." Seru Dila yang baru saja sampai dengan sepeda motornya. Di belakang Dila ada wanita muda yang terlihat seumuran dengan kami. Dia juga membawa motor.
"Bukan hanya bikin aku capek, tapi kesal campur emosi. Aku sedang kedatangan tamu bulanan, Dila. Bayangkan harus mengalami tragedi seperti ini, astaghfirullah untung aku sabar."
Mas Erik terdengar menyemburkan tawa tertahan, sontak aku memelototinya.
"Sebentar, kita putar balik dulu. Kamu sama suamimu pakai motor ini." Ujar Dila sembari putar balik di gang yang sempit itu.
Dila turun dari motornya dan diserahkan pada Mas Erik. Dila bergegas naik ke motor temannya. Sedangkan aku, aku malah sibuk bengong dan memikirkan cara bagaimana agar tidak bersentuhan dengan Mas Erik ketika duduk di belakangnya. Bagaimana pun Mas Erik lebih mempertahankan kekasihnya dan enggan membuka lembaran baru dalam pernikahan kami, jadi sebisa mungkin aku tidak mau ada kontak fisik agar Mas Erik paham bahwa aku benar-benar menjaga jarak.
"Bulan, cepat naik." Teguran Mas Erik membuyarkan lamunan. "Lihat, temanmu sudah jalan."
Aku menoleh dan melihat Dila bersama temannya sudah jauh.
"Dila benar-benar tidak pengertian." Aku menggerutu sambil naik ke atas motor dan memastikan tidak bersentuhan dengan Mas Erik. Aku mengambil posisi duduk paling ujung, bahkan sampai menduduki besi di ujung jok motor saking tidak ingin dekat-dekat dengan Mas Erik.
"Bukan Dila yang tidak pengertian, tapi kamu yang terlalu banyak berfikir." Mas Erik menimpali sembari melajukan motornya.
Pria ini selalu saja menjawab. Jika dipikir-pikir, Mas Erik lebih banyak bicara di banding awal kami menikah. Biasanya Mas Erik lebih banyak diam dan cuek, bahkan terkesan dingin.
"Bulan, kamu tidak salah duduk di ujung?" Tanya Mas Erik yang sempat menoleh kebelakang. Dia mungkin menyadari jarak duduk kami terlalu jauh.
"Tidak.! Yang salah itu kalau aku duduk di atas stir motornya." Jawabku acuh.
Terdengar Mas Erik tertawa kecil. "Kata Mama kamu itu kalem, lembut, tapi baru dua bulan nikah sudah keluar emosinya, lawaknya."
"Ya, orang hanya melihat dari luar saja. Seperti keluarga ku yang menilai Mas Erik sebagai pria baik-baik dan bertanggungjawab, nyatanya,,," Aku tidak melanjutkan ucapan ku karna tidak sengaja melihat raut wajah Mas Erik dari kaca spion.
"Mereka benar, Mas Erik memang baik dan bertanggungjawab, hanya saja aku seharusnya tidak hadir di tengah-tengah kalian." Ucapku dan reflek terkekeh. Rasanya sangat konyol menjalani pernikahan seperti ini. Aku tidak tau apakah ini yang dinamakan diselingkuhi, atau aku yang justru merebut Mas Erik dari kekasihnya.
Dila berhenti di depan gang dan menyuruh aku memakai mobil Mas Erik saja karna jalan ke rumah saudaranya bisa dilewati mobil.
Aku bergegas turun dari motor, Mas Erik juga turun dan mengembalikan motor itu pada Dila.
"Ingat ya, 2 gang dari sini. Rumahnya kelihatan dari depan gang." Ujar Dila sebelum melajukan motornya pelan-pelan.
"Anak itu niat nunjukin jalan atau tidak." Aku menggerutu dan masuk ke mobil Mas Erik.
"Sepertinya mood kamu benar-benar buruk." Komentar Mas Erik. Aku hampir berteriak dan mengatakan kalau orang yang membuat mood ku buruk adalah Mas Erik, tapi tiba-tiba dia menyodorkan paperbag dengan gambar coklat yang sedang viral padaku.
"Ambil. Ini coklat dari klien ku yang baru pulang dari dubai." Jelasnya.
"Makasih." Lirihku sembari mengambil coklat dari tangan Mas Erik dengan malu-malu. Rejeki tidak boleh di tolak kan? Apalagi coklatnya lebih dari 3 tiga.
"Mas Erik bilang apa tadi?!" Aku melotot karna samar-samar mendengar umpatan pelan dari mulut Mas Erik.
"Apa? Aku tidak mengatakan apapun." Ujarnya santai.
Seketika aku terdiam, mungkin memang aku yang salah dengar.
gᥲ⍴ᥲ⍴ᥲ ᥣᥲᥒ mᥲkіᥒ һᥲrі mᥲkіᥒ ᥱᥒᥲk k᥆kk 😁🤭 ძ᥆ᥲkᥙ sᥱm᥆gᥲ kᥲᥣіᥲᥒ ᥴᥱ⍴ᥲ𝗍 ძі kᥲsіһ m᥆m᥆ᥒgᥲᥒ ᥡᥲ.. ᥲᥲmііᥒ
akunya suka cerita yg sprti ini g terlalu muter2,,,GK berlebihan,,,
karena akunya membaca nyari hiburan untuk sejenak rehat ktika lelah didunia nyata,,,jadi suka cerita othor yg menghibur,,makasi y thor