Rasa bersalah yang menjerumuskan Evelin, atlet renang kecil untuk mengakhiri hidupnya sendiri, karena sebuah kecelakaan yang merenggut nyawa seluruh keluarganya. Kesepian, kosong dan buntu. Dia tidak mengerti kenapa hanya dia yang di selamatkan oleh tuhan saat kecelakaan itu.
Namun, sebuah cahaya kehidupan kembali terlihat, saat sosok pria dewasa meraih kerah bajunya dan menyadarkan dia bahwa mengakhiri hidup bukanlah jalan untuk sebuah masalah.
"Kau harus memperlihatkan pada keluargamu, bahwa kau bisa sukses dengan usahamu sendiri. Dengan begitu, mereka tidak akan menyesal menyelamatkanmu dari kematian." Reinhard Gunner.
Semenjak munculnya Gunner, Evelin terus menggali jati dirinya sebagai seorang perenang. Dia tidak pernah putus asa untuk mencari Gunner, sampai dirinya tumbuh dewasa dan mereka kembali di pertemukan. Namun, apa pertemuan itu mengharukan seperti sebuah reuni, atau sangat mengejutkan karena kebenaran bahwa Gunner ternyata tidak sebaik itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elsa safitri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ingatan
Evelin terdiam, terpaku pada kenangan masa lalu. Wajah ibunya kembali terbayang, memeluknya erat sebelum mobil terjun ke dasar jurang. Piala di tangannya masih tergenggam kuat, simbol kesalahan yang tak termaafkan. Apakah semua ini memang salahnya?
Evelin terjebak dalam spiral trauma yang tak berakhir, suara peluit memicu reaksi lambat dan tidak pasti. Dia melompat ke air, tapi rasa takut dan tidak percaya diri menghambat gerakannya. Peserta lain berenang dengan mudah, sementara dia berjuang melawan rasa kesulitan yang menghimpit dan membebani pikirannya. Air yang seharusnya menyegarkan kini terasa seperti ancaman yang menghantui, membuatnya terjebak dalam lingkaran ketakutan dan keraguan.
Evelin terus berjuang dengan terengah-engah di dalam air, namun saat dia bergerak dengan lebih cepat, sebuah tangan terasa muncul di permukaan air dan menahan kakinya untuk tidak menyusul para perenang lain. Dia semakin lambat dan tertinggal jauh di belakang. Dia merasakan sesak yang mendalam, seolah tercekik oleh sebuah rantai hitam dari kegelapan.
Glenn dan Edward saling menatap khawatir, melihat Evelin tertinggal jauh di belakang. "Apa yang terjadi padanya?" Glenn bertanya dengan cemas, suaranya terdengar tidak percaya. Evelin, perenang andalan yang selalu unggul, kini terlihat lemah dan terpuruk, memicu kekhawatiran yang mendalam.
Edward menatap Glenn dengan mata penasaran. "Apa yang sebenarnya terjadi, Glenn? Evelin terlihat sangat berbeda bahkan saat latihan. Apakah percakapan kalian malam itu ada hubungannya dengan penurunan performanya?" Suaranya penuh kekhawatiran dan keingintahuan.
Glenn menggelengkan kepalanya, "Tentu saja tidak. Aku hanya memberinya beberapa semangat dan motivasi."
Edward mengerutkan kening, mata penasarannya semakin tajam. "Motivasi apa itu, Glenn? Kau terdengar mencurigakan." suaranya sedikit meninggi, menandakan kecurigaan yang membesar.
Glenn menghela nafas panjang. "Aku hanya mengatakan bahwa kemenangan akan membuat orang tuanya bangga. Tidak ada yang lain. Aku beritahu dia untuk terus bersemangat."
Mendengar kata-kata Glenn, Gunner yang sedang memikirkan kenapa Evelin terlihat berbeda, kini tersadar akan sesuatu. Lima tahun yang lalu, dia mengucapkan kata-kata serupa pada gadis itu, dan kini kenangan itu kembali muncul ke permukaan.
Dia teringat saat dia berdiri di teras rumah sakit, melihat gadis kecil yang tergoyah di tepi jurang keputusasaan, siap melompat ke dalam kegelapan. Ekspresi putus asa Evelin kala itu masih terukir jelas dalam ingatannya.
Kenangan itu membangkitkan rasa penasaran dan kekhawatiran. Apakah ada hubungan antara kejadian masa lalu dan penurunan performa Evelin sekarang? Gunner merasa terdorong untuk mengungkapkan misteri yang tersembunyi di balik perubahannya.
Dia menyimpan kameranya dan bergegas turun ke area kolam. Semua orang terkejut, namun memilih mengamati dari jauh. Sementara itu, para perenang lain mulai mencapai finish, kecuali Evelin. Gunner berdiri di tepi kolam, tempat fisinih Evelin dan berseru, "Evelin! Kemarilah!"
Mendengar suara Gunner, tangan tak terlihat yang membatasi pergerakannya menghilang. Rantai tak kasat yang mencekiknya juga hanyut terbawa air. Evelin merasakan kebebasan dan kekuatan baru. Dia mempercepat gerakannya dan akhirnya menyentuh garis finish dengan tekad yang tak terkalahkan.
Setelah menyentuh garis finish, Evelin segera melepas topi renang dan kacamatanya. Matanya yang basah oleh air kolam kemudian bertemu dengan pandangan Gunner. Pria itu benar-benar ada disana.
"Ayo naik." Gunner mengulurkan tangannya untuk membantu Evelin naik ke atas, dan Evelin dengan cepat meraih tangan Gunner.
Evelin menunduk, rasa penyesalan menghimpit hatinya. Dia baru saja naik ke atas, tetapi kelegaan itu tergantikan oleh kesadaran akan kesalahan yang telah dia lakukan. Rasa terpuruk yang sempat menghantui saat berenang kembali muncul, membuatnya merasa lelah dan kecewa.
Gunner memegang pundak Evelin dengan hangat, menawarkan dukungan dan pengertian. "Tidak masalah, Evelin," katanya lembut, "Kamu masih punya kesempatan di lomba tahun depan. Jangan menyerah. Di lomba selanjutnya, kamu pasti bisa menang dan mendapat medali emas."
Namun, Evelin tetap membisu, wajahnya masih menunduk dalam kesedihan. Ekspresi kecewanya terukir jelas, membuat hati Gunner tergerak untuk terus memberikan semangat.
"Kamu harus memperlihatkan pada keluargamu, bahwa kamu bisa sukses dengan usahamu sendiri. Dengan begitu, mereka tidak akan menyesal menyelamatkanmu dari kematian."
Mendengar bagian terakhir, Evelin tampak terkejut dan mendongak menatap Gunner. "Senior, itu.." Dia ragu untuk melanjutkan. Namun, Gunner memberinya senyuman dan mengusap rambutnya yang basah.
"Apa kamu masih tidak bisa lepas dari traumamu, bahkan setelah aku mengatakan hal seperti itu lima tahun lalu?"