**Prolog**
Di bawah langit yang kelabu, sebuah kerajaan berdiri megah dengan istana yang menjulang di tengahnya. Kilian, pangeran kedua yang lahir dengan kutukan di wajahnya, adalah sosok yang menjadi bisik-bisik di balik tirai-tirai istana. Wajahnya yang tertutup oleh topeng tidak hanya menyembunyikan luka fisik, tetapi juga perasaan yang terkunci di dalam hatinya—sebuah hati yang rapuh, terbungkus oleh dinginnya dinding kebencian dan kesepian.
Di sisi lain, ada Rosalin, seorang wanita yang tidak berasal dari dunia ini. Takdir membawanya ke kehidupan istana, menggantikan sosok Rosalin yang asli. Ia menikah dengan Kilian, seorang pria yang wajahnya mengingatkannya pada masa lalunya yang penuh luka dan pengkhianatan. Namun, di balik ketakutannya, Rosalin menemukan dirinya perlahan-lahan tertarik pada pangeran yang memikul beban dunia di pundaknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon d06, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 27
Hari ini adalah momen yang telah dinantikan seluruh Kerajaan Narnia: kompetisi pemilihan raja dimulai. Namun, hanya para bangsawan yang diizinkan menyaksikan jalannya pertandingan. Bagi rakyat, informasi tentang pemenang akan menjadi satu-satunya yang mereka ketahui.
Kompetisi ini akan berlangsung selama beberapa hari, terdiri dari berbagai perlombaan yang menguji kekuatan, kecerdasan, dan strategi. Hari pertama adalah pertandingan kekuatan, di mana Pangeran Kilian dan Pangeran Wiliam akan menunjukkan kemampuan mereka dalam bertarung.
Rosalin merasa yakin bahwa Kilian memiliki keunggulan dalam pertempuran, mengingat pengalamannya sebagai prajurit yang tangguh. Namun, dia tahu bahwa Wiliam unggul dalam urusan politik dan diplomasi. Dengan segala doa yang ia panjatkan, Rosalin hanya berharap Kilian dapat melewati setiap ujian ini dan membuktikan dirinya layak menjadi raja.
---
**Lapangan Kerajaan Narnia**
Lapangan yang biasanya digunakan untuk latihan para prajurit kini telah diubah menjadi arena pertandingan megah. Tribun penonton dihiasi kain berwarna emas dan merah tua, sementara para bangsawan duduk di bawah tenda yang megah dengan balutan sutra. Raja dan ratu duduk di kursi tertinggi, memandang kedua pangeran yang tengah bersiap di arena.
Rosalin hadir di antara para bangsawan, mengenakan gaun merah tua dengan sulaman emas yang menyempurnakan keanggunannya. Warna itu kontras dengan kulitnya yang pucat, membuatnya terlihat seperti nyala api di tengah keramaian. Di sebelahnya, Elena mengenakan gaun merah muda yang lembut, menciptakan kesan manis dan polos.
"Gaunmu cantik, Rosalin," puji Elena tiba-tiba. Suaranya terdengar ramah, meskipun tatapannya menyimpan sesuatu yang sulit diterka.
Rosalin menoleh, tersenyum kecil. "Terima kasih, Elena. Kamu juga terlihat manis."
Elena terkekeh, namun tatapannya beralih ke Kilian yang sedang menaiki kudanya di tengah arena. "Aku penasaran, siapa yang akan menang? Wiliam selalu punya cara untuk mencuri perhatian semua orang, bukan?" Nada suaranya terdengar santai, tapi Rosalin bisa merasakan nada terselubung di balik kata-kata itu.
"Aku yakin Kilian akan memberikan yang terbaik," jawab Rosalin mantap, meskipun hatinya terasa sedikit berdebar. Kilian sempat menoleh ke arahnya, seolah meminta restu. Tatapan itu membuat Rosalin tanpa sadar meremas gaunnya, doa-doanya membanjiri hatinya.
---
**Arena Pertandingan**
Kilian terlihat gagah dalam pakaian hitam khasnya, sementara tangan kokohnya menggenggam pedang dengan percaya diri. Di sisi lain, Wiliam tersenyum santai, tampak percaya diri seperti biasa.
"Para pangeran, bersiaplah!" seru prajurit dengan suara lantang. Semua orang menahan napas ketika suara terompet menggema, menandakan dimulainya pertandingan.
Pada awalnya, Wiliam memimpin. Dia menunjukkan kelincahan dan strategi yang tak terduga, menyerang dengan cepat dan membuat Kilian terpaksa bertahan. Sorakan dari gadis-gadis bangsawan terdengar nyaring, sebagian besar meneriakkan nama Wiliam.
"Astaga, Wiliam begitu memukau," gumam Elena, terlihat terkesan.
Rosalin tidak menanggapi, tatapannya terpaku pada Kilian yang perlahan mulai membalikkan keadaan. Dia tahu, meskipun Wiliam unggul dalam kelincahan, Kilian memiliki stamina dan kekuatan yang jauh lebih besar.
Di tengah pertandingan, Kilian berhasil mengunci serangan Wiliam, memukul pedangnya hingga hampir terjatuh. Namun, ketika Kilian hendak mengakhiri pertarungan dengan satu serangan terakhir, kudanya tiba-tiba tergelincir karena tanah yang licin. Suara gemuruh penonton terdengar, sebagian bersorak untuk Wiliam yang tampak memanfaatkan momen itu untuk menyerang balik.
Rosalin menahan napas, kedua tangannya terkepal erat. "Kilian, bangkitlah..." bisiknya pelan, penuh harap.
Kilian terjatuh dari kudanya, tapi dia dengan cepat berguling, menghindari serangan pedang Wiliam yang nyaris mengenainya. Kilian bangkit dengan satu gerakan lincah, matanya memancarkan tekad yang tak tergoyahkan. Dengan gerakan yang kuat, dia menyerang Wiliam, memukul pedang lawannya hingga terpental jauh.
Suasana menjadi hening sejenak, sebelum akhirnya terdengar suara prajurit yang mengumumkan, "Pangeran Kilian adalah pemenang pertandingan pertama!"
---
**Tribun Bangsawan**
Rosalin menghela napas lega, matanya tak bisa lepas dari Kilian yang berdiri kokoh di tengah arena.
"Kilian benar-benar kuat, ya?" Elena berkata dengan senyum samar, matanya menyipit. "Tapi ini baru awal. Kita lihat saja apa yang terjadi di kompetisi berikutnya."
"Ya, ini baru awal," Rosalin menjawab dengan tenang, meskipun hatinya masih berdetak kencang. Dia tahu, kemenangan ini hanyalah satu langkah kecil dalam perjuangan Kilian menuju takhta.
...***...
**Scene Pengumuman**
Ketika pertandingan usai, suara sorakan membahana memenuhi lapangan. Beberapa bangsawan berdiri, memberikan tepuk tangan untuk kedua pangeran yang telah menunjukkan kemampuan mereka. Di tengah arena, seorang prajurit tinggi dengan baju zirah mengangkat tanduk terompetnya, meniupkan bunyi nyaring yang berhasil membungkam keramaian.
"Perhatian semuanya!" serunya lantang, suaranya menggema hingga tribun penonton. "Pemenang pertandingan kekuatan hari ini adalah Pangeran Kilian!"
Sorakan keras kembali terdengar dari para pendukung Kilian, sementara beberapa lainnya tampak memasang wajah kecewa. Kilian berdiri tegap di tengah lapangan, pandangannya sejenak terarah ke tribun, tepat ke arah Rosalin, sebelum kembali menunduk hormat kepada raja.
"Namun," lanjut sang prajurit, menunggu hingga keramaian mereda, "kompetisi belum selesai. Esok hari, pertandingan kecerdasan akan diadakan. Dalam pertandingan ini, kedua pasangan calon raja dan ratu akan berdebat untuk memecahkan sebuah kasus perselisihan antar dua kubu faksi kerajaan."
Kata-katanya menarik perhatian semua yang hadir, terutama Rosalin. Ia menatap prajurit itu dengan penuh perhatian.
"Kasus yang akan dibahas adalah perbedaan pendapat antara faksi utara dan selatan mengenai batas wilayah perdagangan. Setiap pasangan harus menyampaikan pandangan mereka, solusi yang ditawarkan, serta bagaimana mereka akan memastikan perdamaian yang berkelanjutan di wilayah itu. Penilaian akan didasarkan pada kemampuan diplomasi, kecerdasan strategi, dan kekompakan pasangan masing-masing."
Prajurit itu berhenti sejenak, membiarkan semua yang hadir memahami pengumuman penting tersebut. "Pertandingan akan dimulai esok pagi, dan keputusan dewan kerajaan akan menjadi penentu. Bersiaplah untuk menyaksikan kemampuan para calon raja dan ratu kita!"
Setelah selesai, suara prajurit bergema sekali lagi melalui tiupan terompet, menandakan berakhirnya pengumuman. Kilian dan Wiliam meninggalkan arena dengan pengawalan masing-masing, meninggalkan suasana yang dipenuhi rasa penasaran akan pertandingan esok hari.
---
**Tribun Bangsawan**
Rosalin merasa sedikit gugup setelah mendengar pengumuman tersebut. Dia tahu, pertandingan esok tidak hanya menguji kecerdasan Kilian, tetapi juga dirinya sebagai pasangan yang harus menunjukkan kekompakan.
Elena, yang masih berdiri di sampingnya, tersenyum kecil. "Sepertinya pertandingan besok akan sangat menarik. Aku yakin Wiliam akan unggul, dia memang berbakat dalam hal diplomasi. Bagaimana dengan Kilian, Rosalin? Apakah dia terbiasa menyelesaikan masalah seperti ini?"
Rosalin menatap Elena, lalu menjawab dengan suara yang penuh keyakinan. "Kilian bukan hanya seorang petarung, dia juga pemimpin. Dia tahu cara menyelesaikan masalah dengan adil dan bijak."
"Benarkah?" Elena tersenyum tipis, namun matanya menyiratkan keraguan. "Kita lihat saja besok. Debat ini akan membuktikan siapa yang lebih pantas menjadi raja dan ratu."
Rosalin tidak menanggapi, tapi di dalam hatinya dia tahu pertandingan ini akan menjadi ujian besar, bukan hanya untuk Kilian, tetapi juga untuk dirinya sendiri.
...***...
Terimakasih karena telah menjadi pembaca setia cerita silhoute of love ❤️
Jangan lupa untuk like komen dan vote ❤️
semoga ceritanya sering update