"Dewa Penghancur"
Kisah ini bermula dari seorang pemuda bernama Zhi Hao, yang sepanjang hidupnya selalu menjadi korban penghinaan dan pelecehan. Hidup di pinggiran masyarakat, Zhi Hao dianggap rendah—baik oleh keluarganya sendiri, lingkungan, maupun rekan-rekan sejawat. Setiap harinya, ia menanggung perlakuan kasar dan direndahkan hingga tubuh dan jiwanya lelah. Semua impian dan harga dirinya hancur, meninggalkan kehampaan mendalam.
Namun, dalam keputusasaan itu, lahir tekad baru. Bukan lagi untuk bertahan atau mencari penerimaan, melainkan untuk membalas dendam dan menghancurkan siapa saja yang pernah merendahkannya. Zhi Hao bertekad meninggalkan semua ketidakberdayaannya dan bersumpah: ia tak akan lagi menjadi orang terhina. Dalam pencarian kekuatan ini, ia menemukan cara untuk mengubah dirinya—tidak hanya dalam penampilan, tetapi juga dalam jiwa dan sikap.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jajajuba, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27: Kehancuran
"Tidak semudah itu!" teriak Xiao Ming sambil melompat ke samping, menghindari serangan Zhi Hao. Dia memanfaatkan kelincahannya untuk menyerang balik, mengarah ke tubuh Zhi Hao.
Namun, Zhi Hao sudah bersiap. Ia mengangkat pedangnya untuk menangkis serangan tersebut. Dentingan logam terdengar keras saat kedua senjata saling bertemu.
"Ini untuk Klan Zhi!" teriak Zhi Hao dengan penuh semangat, mengumpulkan semua kekuatan dan kemarahannya.
Swoosh!
"Teknik Pedang Kilat - Hujan Petir!"
Dengan teriakan itu, Zhi Hao melancarkan serangan yang mengerikan. Cahaya pedangnya memancar, menciptakan ilusi seolah-olah langit terbelah. Semua mata tertuju padanya, harapan dan ketakutan bercampur aduk di dalam diri mereka.
Xiao Ming menyadari bahaya yang akan datang, tetapi sudah terlambat. Zhi Hao telah mengunci pergerakan lawannya dengan serangan yang tak terduga.
Beng!
Serangan itu menghantam, dan suara dentingan logam bergema di seluruh arena.
Xiao Ming, jubah merahnya yang dulu cerah kini ternoda merah tua yang mengerikan, terkulai lemas di dekat batu yang tajam. Napasnya tersengal-sengal, setiap tarikannya bukti serangan tak henti yang telah dia hadapi.
Di seberangnya, Zhi Hao berdiri tegak dan tak tergoyahkan. Zirah hitamnya, dipoles hingga berkilau seperti cermin, memantulkan cahaya senja yang memudar, menebarkan bayangan menakutkan di atas medan perang. Senyum sinis terukir di bibirnya, matanya berbinar dengan cahaya dingin dan predator.
"Kamu, apakah kamu mencapai Ranah Bumi Bintang ketiga?" Xiao Ming berdesis, suaranya hanya bisikan, nyaris tak terdengar di atas angin. Dia berusaha mengumpulkan sisa-sisa kekuatannya, tatapannya tertuju pada Zhi Hao.
Zhi Hao hanya tertawa, suara dingin yang bergema di seluruh lembah. "Rupanya, kamu tak pernah memahami kekuatan lawanmu. Betapa sia-sianya hidupmu," dia mencemooh, suaranya meneteskan penghinaan.
Setiap kata yang diucapkan Zhi Hao adalah pukulan bagi jiwa Xiao Ming, pengingat kejam tentang ketidakberdayaannya sendiri. Gelombang mual melanda dirinya, dan dia batuk, semburan merah meletus dari bibirnya, menodai batu di bawahnya. Rasa darah memenuhi mulutnya, bukti pahit kekalahannya.
Kepanikan membanjiri. Dia harus melarikan diri. Dia harus mencari bantuan. Tapi ke mana dia bisa pergi? Pikirannya berpacu, mencari jalan keluar dari situasi yang tak menentu ini.
"Apakah kamu berencana untuk melarikan diri, atau menunggu bantuan Wild House?" Suara Zhi Hao menembus pikirannya, dingin dan tajam. "Jangan berharap, semua bandit itu telah kupunahkan."
Hati Xiao Ming mencelos. Wild House, kelompok Bandit terkenal yang dikenal karena kekejaman dan kesetiaannya, telah menjadi satu-satunya harapannya. Dia telah mengandalkan kekuatan mereka, dukungan mereka yang tak tergoyahkan. Tapi sekarang, mereka dikatakan telah lenyap, dihabisi oleh tangan Zhi Hao yang kejam.
"Tidak mungkin! Kamu pasti berbohong!" Xiao Ming berteriak, suaranya serak karena ketidakpercayaan. Tapi bahkan saat dia berbicara, keyakinan dalam suaranya terhuyung.
"Tidak ada gunanya berbohong," kata Zhi Hao, suaranya tanpa emosi. "Jika tidak percaya, tanyakan sendiri kepada mereka di neraka tentang siapa yang mengakhiri..."
Dia berhenti, matanya terkunci dengan mata Xiao Ming. Keheningan mencekam menyelimuti wilayah Klan Zhi, hanya diiringi oleh lolongan angin yang meratapi.
Xiao Ming tahu, jauh di lubuk hatinya, bahwa Zhi Hao mengatakan yang sebenarnya. Wild House telah lenyap. Dia sendirian. Dan dia menghadapi musuh yang kekuatannya tampak tak terbatas.
"Kamu mungkin telah mengalahkan Wild House," Xiao Ming berdesis, suaranya kembali menguat. "Tapi kamu belum mengalahkan aku."
Zhi Hao terkekeh, suara rendah dan bergemuruh yang terasa mengguncang tanah di bawah mereka. "Kamu berani menantangku, Xiao Ming? Kau hanyalah serangga yang mencoba melawan badai."
Dia mengangkat tangannya, gelombang energi berderak di sekelilingnya. Udara berderak dengan kekuatan, angin berputar di sekelilingnya seperti pusaran.
Dia menyerbu, pedangnya berkilat dalam cahaya senja yang memudar.
Slash!
Akhirnya, dengan jeritan kesakitan, Xiao Ming jatuh. Pedangnya berdentang di tanah, tubuhnya lemas dan tak bernyawa. Angin membawa napas terakhirnya, bukti bisu keberanian dan kekalahannya.
Zhi Hao berdiri di atas lawannya yang telah jatuh, wajahnya tanpa ekspresi. Dia mengangkat tangannya, satu jari menunjuk ke langit.
Kegemetaran menyelimuti para pengikut Klan Xiao saat menyaksikan kejadian mengerikan yang menimpa Xiao Ming. Berharap bisa melarikan diri dari cengkeraman Klan Zhi, mereka mendapati pintu keluar sudah terkunci, meninggalkan mereka tanpa pilihan selain menerima takdir kelam yang telah menunggu.
Zhi Hao dengan cepat melangkah ke pintu keluar, menyusuri tempat di mana para pengikut Klan Xiao masih berkumpul tanpa arahan. Ketidak Sempatan Xiao Ming memberikan sinyal menjadi penyesalan terbesar, mengubur harapan akan serangan balasan ke Klan Zhi.
Tiba-tiba, suara Zhi Hao bergema keras, membelah keheningan hutan. "Apa yang kalian lakukan disini?" Orang-orang Klan Xiao itu mendongak, terperanjat mencari sumber suara itu.
Namun, tanpa peringatan, kilat menyambar dari langit yang gelap. Serangan itu cepat dan mematikan—satu, dua, hingga tiga nyawa melayang seketika. Zhi Hao tidak memberi mereka kesempatan untuk bernapas. Dengan gerakan yang cekatan dan penuh kebrutalan, ia membabat habis para elit Klan Xiao, memadamkan cahaya hidup mereka dengan tiap tetesan darah yang jatuh ke tanah.
**
Matahari terbenam di cakrawala Kota Linggau, langit memerah seperti darah yang mengental. Di tengah hiruk pikuk pasar malam yang mulai ramai, sebuah bayangan gelap bergerak cepat, melintasi atap-atap rumah dan menara, menuju gerbang besar Klan Xiao.
Di sana, Zhi Hao, Tuan Muda Klan Zhi, berdiri tegak di atas atap gerbang. Matanya, tajam seperti elang, menelisik ke dalam halaman Klan Xiao.
"Ayo, ikuti Tuan Muda Zhi Hao!" Teriak para Tetua Klan Zhi, mengobarkan semangat para pejuang yang telah siap untuk menyerbu. Dengan langkah cepat dan penuh tekad, mereka mengejar jejak Tuan Muda menuju Klan Xiao.
Zhi Hao menarik napas dalam-dalam, mengendalikan detak jantungnya yang berpacu dengan waktu. Kekuatan Roh yang telah disempurnakannya mengalir di dalam tubuhnya, membantunya merasakan setiap denyut kehidupan di dalam Klan Xiao. "Ada tiga orang di taman, lima orang di kamar masing-masing, dan sepuluh orang berkumpul di aula utama," bisik Zhi Hao dalam hati. Itu adalah Tanda utama kekuatan lawan yang ia cari. "Aku harus cepat menghancurkan Klan Xiao sebelum mereka menyadari kedatanganku."
Dengan gerakan halus, Zhi Hao menggunakan Teknik dari Buku Penghancur Surga.
Seketika, tubuhnya seperti terbungkus kabut, menjadi tak terlihat oleh mata telanjang. Dia bergerak bebas layaknya bayangan, kekuatannya yang luar biasa membuatnya hampir tak terlihat.
Slash!
Slash!
Slash!
Tiga serangan cepat dan mematikan mendarat tepat di titik vital tiga penjaga yang sedang berjaga di taman. Mereka roboh tanpa suara, tubuh mereka terkapar di tengah hamparan bunga yang indah.
Zhi Hao, bagai angin puyuh, meluncur ke salah satu kamar. Di sana, seorang Tetua Klan Xiao sedang terhanyut dalam meditasi, aura kekuatan Roh mengepul di sekelilingnya.
Slash!
Tanpa ragu, Zhi Hao menebas dengan pedangnya, menghancurkan pertahanan roh Tetua itu dan mengirimnya ke alam kematian.