Welcome Yang Baru Datang☺
Jangan lupa tinggalkan jejak, Like, Vote, Komen dan lainnya Gais🌹
=====================================
Irene Jocelyn harus kehilangan masa depannya ketika ia terpaksa dijual oleh ibu tiri untuk melunasi hutang mendiang sang ayah. Dijual kepada laki-laki gendut yang merupakan suruhan seorang pria kaya raya, dan Irene harus bertemu dengan Lewis Maddison yang sedang dalam pengaruh obat kuat.
Malam panjang yang terjadi membuat hidup Irene berubah total, ia mengandung benih dari Lewis namun tidak ada yang mengetahui hal itu sama sekali.
hingga lima tahun berlalu, Lewis bertemu kembali dengan Irene dan memaksa gadis itu untuk bertanggung jawab atas apa yang terjadi lima tahun lalu.
Perempuan murahan yang sudah berani masuk ke dalam kamarnya.
"Aku akan menyiksamu, gadis murahan!" pekik Lewis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bucin fi sabilillah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Istriku hanya satu!
Clara mengernyit mendengar saran dari Marisa. Ia tidak ingin menjadi simpanan, mau ditaruh di mana wajahnya nanti?.
Sementara Lewis hanya menghela napas dengan kasar. Ia terdiam dan memilih untuk memeriksa beberapa berkas yang ada di atas meja.
"Lewis, apa kau tidak mendengar Mommy!" tanya Marisa membuat Lewis menatapnya dengan malas.
"Aku sudah menjawabnya, Mom! Aku hanya memiliki satu istri dan akan tetap seperti itu sampai kapanpun," jelasnya dengan tegas.
"Lewis, aku sudah berusaha selama ini menjadi yang kamu mau. Apa tidak ada sedikitpun rasa dalam hatimu? Aku kurang apa Lewis?" tanya Clara dengan air mata yang menggenang.
"Pulanglah, Mom! Ini bukan acara termehek-mehek!" ketus Lewis merasa muak dengan drama yang selalu ditampilkan oleh Clara
Mungkin jika belum menemukan Irene, ia akan tetap menjadi anak patuh dan mengikuti keinginan Marisa.
Namun tidak untuk sekarang dan seterusnya. Ia sudah menikahi Irene dan memiliki anak kembar. Sangat tidak mungkin jika ia harus menghianati mereka.
"Lewis!" hardik Marisa.
"Mom, sekarang Mom itu mengidap penyakit jantung. Jangan sampai kambuh lagi dan tidak bisa melihat cucumu dikemudian hari!" ucap Lewis langsung membuat Marisa terdiam.
"Lewis, kenapa kamu berbicara seperti itu?" tanya Clara sambil menggenggam tangan Marisa.
"Pulanglah!" tegasnya.
Clara dan Marisa tidak beranjak dari sana.
Lewis mengambil ponsel dan menelpon George. "Pecat mereka yang membiarkannya masuk! Pajang pengumuman sebesar-besarnya untuk melarang dia menginjakkan kaki lagi di sini!" tegas Lewis membuat mata Clara membulat sempurna.
"Lewis, apa yang kamu lakukan?" pekik Marisa.
"Aku sudah mengatakan ini berulang kali, Mom! Jangan sampai aku mengulanginya kembali!" ucap Lewis tegas tanpa mengalihkan pandangannya dari dokumen itu.
"Suruh dia keluar, atau aku panggilkan satpam!" sambungnya tegas.
Marisa dan Clara tidak ada pilihan lain. Sepanjang perjalanan mereka ditatap dengan tidak bersahabat, terutama Clara.
Para karyawan seolah tengah mencemooh wanita cantik itu. Dulu saja ia berbuat semena-mena kepada mereka, sekarang karma itu berbalas bahkan Clara sampai di black list dari perusahaan.
"Cih, si paling calon Nyonya," sindir mereka.
Marisa terdiam dan perlahan melepaskan genggaman tangan Clara dan membuat gadis itu terdiam dengan wajah pucat pasi.
"Mom?" panggilnya.
"Pulanglah dulu! Biar supir mengantarmu. Ada yang akan Mommy katakan kepada Lewis," ucap Marisa berlalu.
"Mom!" panggil Clara khawatir.
Ia berusaha untuk mengejar, namun sayang beberapa karyawan yang dulu sering ia bentak, mulai menghalanginya.
"Mau apa kalian?" tanya Clara was-was.
"Mau ke mana anda, calon Nyonya gak jadi?" tanya mereka sambil tertawa.
"Ternyata aku punya kesempatan untuk membalas semua perlakuannya!".
Clara memilih untuk segera pergi dari sana, ia berlari agar bisa menghindari para karyawan yang berusaha untuk mengejarnya. Hingga ia tersandung dan terjatuh tepat di hadapan kaki George.
"Selamat Siang, Nona! Apa anda butuh bantuan?" tanya George dengan wajah datar.
Clara mengulurkan tangan, namun George tidak bergerak sedikitpun.
"Bukankah saya ini sampah? Apa anda masih sudi, Nona?" tanya George tersenyum sinis.
Clara hanya mengeram kesal dan melepas hils-nya lalu segera bangkit. Kakinya terasa sakit, namun ia harus bergegas pergi sebelum diamuk oleh karyawan di sini.
"Heh, mau kemana kau?" pekik karyawan tadi.
"Eh, Asisten George. Selamat siang," sapa mereka.
"Jangan membuat keributan!" tegas George membuat mereka hanya bisa mengangguk sambil menahan kesal.
Mereka hanya bisa memandang Clara yang berhasil kabur dan menaiki mobil. Kalau bukan karena George, mungkin Clara sudah menjadi bulan-bulanan karyawan di sini.
Sementara itu di ruang presdir, Marisa kembali masuk dan menatap Lewis dengan lekat.
"Ada apa, Mom?" tanya Lewis menatapnya dengan lembut.
"Lewis, kamu yakin dengan gadis itu? Dia tidak sepadan dengan kita," jelas Marisa.
"Memang, tapi dia lebih baik dari perempuan tadi. Aku bisa menjaminnya," ucap Lewis.
"Dia wanita yang sudah memiliki anak, Lewis. Masih banyak perempuan di luar sana...,".
"Aku akan menerimanya!" tukasnya Lewis membuat Marisa terdiam.
"Kau begitu bodoh, Lewis. Kalau benar dia perempuan baik, dia tidak akan hamil di luar nikah!" ucap Marisa menatap putranya dengan lekat.
Lewis terdiam. Ia masih belum ingin menjelaskan apapun tentang Diego dan Devon kepada orang tuanya. Itu akan sangat beresiko, dan dia tidak akan tergesa-gesa.
"Aku yang paling tahu siapa dia, Mom! Aku sudah mencaritahu tentang dia. Mom jangan khawatir," bujuk Lewis.
Pribadi pria tampan ini sangat berbeda ketika berada di hadapan Clara. Ia masih begitu menyayangi Marisa walaupun rasa haus kasih sayangnya tidak bisa ditebus hingga kapanpun.
"Lewis...,".
"Berhenti untuk keras kepala, Mom! Irene bukan gadis biasa, dia hanya korban rumah tangga sepertiku!" jelas Lewis membuat wanita paruh baya itu bungkam.
Marisa paham, ia tidak akan pernah bisa mengendalikan Lewis lagi. Ia juga tidak akan bisa menang berdebat dengannya.
Namun, istri yang dipilih oleh Lewis sangat tidak berkelas, pengangguran dan juga perempuan yang tidak baik.
Ia memilih untuk pergi dari sana dengan mobil perusahaan dan kembali pulang. Berharap, orang suruhannya sudah mendapatkan informasi tentang Irene.
"Aku akan mencari lagi wanita yang sepadan dengannya," tegas Marisa setelah meninggalkan perusahaan.
Sementara itu di Mansion Lewis. Devon dan Diego tengah berlarian saling mengejar satu sama lain.
"Hahaha, ayo kejar aku dek!" tawa Devon terdengar hampir memenuhi seisi rumah.
Para pelayan yang melihatnya merasa bahagia dan juga takut jika terjadi kerusakan di rumah itu nanti. Pasti Lewis akan murka dan memecat semua pelayan yang ada.
Hingga tubuh kecil Devon terbentur kaki Pak Man. Ia langsung memasang wajah datar dan menatapnya dengan tajam.
"Maaf, saya gak sengaja," ucap Devon.
Pak Man hanya menatap mereka dengan lekat. Kabar terbaru tentang status Diego dan Devon belum tersebar di Mansion, namun mereka hanya menghargai Irene sebagai Nyonya rumah.
"Jangan membuat kekacauan di rumah ini! Mereka sudah lelah membersihkannya setiap saat!" tegas Pak Man.
Devon dan Diego terdiam. Mereka segera pergi dari sana dan menuju ke dapur, di mana Irene tengah memasak.
"Kenapa, Sayang?" tanga Irene ketika tidak lagi mendengar suara anak-anaknya.
"Kakek tua itu memarahi kami, Bu. Kami main di kamar saja, ya!" ucap Diego dengan wajah sedih dan memelas.
"Ya sudah, nanti kalau sudah selesai masak, ibu panggil ya!" ucap Irene tersenyum manis dan mengusap kepala kedua pria kecil itu.
"Baik, Ibu. Love yoh Ibu!" ucap mereka dan kembali berlari menuju kamar sambil tertawa.
Pak Man berdiri tak jauh dari Irene. Wanita cantik itu menyadari kehadirannya.
"Maaf sudah membuat keributan! Saya akan pastikan jika mereka tidak akan merusak apapun!" ucap Irene tegas sambil menatap Pak Man.
Pria tua itu hanya mengangguk dan memilih untuk melihat pekerjaan pelayan yang lain.
Irene hanya menghela napas. Jika saja mereka tau siapa ayah dari anak-anaknya, mungkin tidak akan ada yang berani menegur meraka ketika bermain di rumah ini.
Dalam lamunan, Irene dikejutkan dengan sebuah tangan yang melingkar di pinggangnya. Ia mencium aroma yang sudah memenuhi indra penciumannya selama hampir satu bulan ini.
"Begitu harum!" bisiknya terdengar begitu menggoda setelah mengecup bahu Irene.
di tunggu bab selanjutnya ya🥲🥲