Cegil? itulah sebutan yang pantas untuk Chilla yang sering mengejar-ngejar Raja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rrnsnti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gengsi
Raja terbangun dengan keringat dingin. Ada gerakan di sisi ranjang yang mengusik tidurnya. Perlahan, ia membuka mata, menemukan Chilla sedang membalikkan tubuh, kini menghadap ke arahnya. Dalam temaram kamar, wajah Chilla terlihat lembut, tapi sorot matanya penuh teka-teki. Sebelum ia sempat berkata apa-apa, Chilla tiba-tiba mendekat, merengkuhnya dengan pelukan erat.
“Lo ngapain, Chilla?” tanya Raja, suaranya serak karena baru terbangun. Ia mencoba tetap tenang meski jantungnya berdegup kencang dengan tingkah Chilla yang tiba-tiba.
Namun Chilla tidak menjawab. Ia semakin mendekat, tubuhnya menempel pada Raja, membuat aroma parfumnya yang lembut tercium samar. Rasanya membuat kepala Raja sedikit berputar.
“Aku suka ciuman kamu, Jeno,” bisik Chilla dengan nada yang nyaris seperti mimpi. Raja tersentak. Sebelum ia sempat merespons, Chilla mengecup pipinya singkat, membuat pikirannya kacau balau.
“Jeno?!” Nama itu membakar telinga Raja. Jantungnya berdegup semakin kencang, kali ini karena amarah. Siapa Jeno? Dan kenapa nama itu keluar dari bibir Chilla?
Chilla masih dalam kondisi setengah sadar. Tangannya tiba-tiba menggenggam tangan Raja, menempelkannya ke pipinya. “Jeno, please kiss me. Aku suka kamu peluk aku, cium aku, tapi jangan sampai suami aku tahu ya, dia serem banget,mulutnya pedes banget sampe ngalahin kuah mercon.” gumamnya sambil tersenyum kecil.
Raja tidak bisa mempercayai apa yang baru saja ia dengar. Rahangnya mengeras, napasnya memburu. Ia mencoba menarik tangannya dari genggaman Chilla, tapi ada sesuatu yang menahannya. Perasaan marah, bingung, dan terluka bercampur aduk dalam dadanya.
“Bangun!” Raja mengguncang tubuh Chilla cukup keras, mencoba membangunkannya dari ‘mimpi aneh’ itu.
Chilla membuka matanya perlahan, memasang ekspresi bingung. “Apa sih, Ja? Ganggu aja,” keluhnya sambil mengusap wajahnya.
Raja menatapnya tajam. “Siapa Jeno?” tanyanya langsung, tanpa basa-basi.
“Jeno?” Chilla mengerutkan kening. “Oh, itu temen gue. Kenapa emang?” jawabnya santai, seolah tidak ada yang salah.
Raja semakin kesal. “Temen lo? Gue baru aja denger lo manggil-manggil nama dia sambil... Lo sadar gak sih apa yang lo bilang tadi?” tanya Raja menatap tajam Chilla.
Chilla memiringkan kepala. “Oh, tadi? Gue cuma mimpi, kali,” katanya dengan santai. Ia kemudian mengambil ponselnya dari meja samping ranjang. “Dia nelpon, kah? Soalnya tadi sore dia bilang mau sleepcall sama gue, tapi gak ada kabar sampai sekarang.”
Raja merasa dadanya hampir meledak. “Sleepcall?” gumamnya, nyaris tidak percaya dengan apa yang barusan ia dengar.
“Kenapa lo marah-marah?” tanya Chilla dengan nada polos, menatapnya seperti orang yang tidak bersalah.
Raja mencengkeram lengan Chilla, kali ini dengan lebih kuat. “Denger ya, gue gak peduli siapa Jeno itu. Tapi lo istri gue. Gue gak akan tinggal diam kalau lo berani main-main sama cowok lain.”
Chilla tersenyum kecil, senyum yang membuat darah Raja semakin mendidih. “Lo lebay banget sih, Ja. Lagian, lo juga gak pernah peduli sama gue. Jadi buat apa lo cemburu?”
“Gue gak cemburu,” elak Raja cepat, meskipun ia tahu itu kebohongan besar.
Chilla menyilangkan tangan di dada, ekspresinya seperti seseorang yang baru saja memenangkan perdebatan. “Kalau gitu, kenapa lo ribut? lagian bukannya lo juga punya cewek ya.” tanyanya, lalu merebahkan tubuhnya kembali di tempat tidur, seolah tidak ada yang terjadi.
Raja menatapnya dengan frustrasi. Ia merasa seperti berbicara dengan tembok. Dengan napas berat, ia melangkah keluar ke balkon, mencoba menenangkan pikirannya.
“Kenapa gue harus menghadapi ini? dasar cewek gak jelas” gumamnya pelan, menatap langit malam. Namun, bahkan bintang-bintang pun tidak memberinya jawaban.
Di dalam kamar, Chilla membuka matanya perlahan, menatap pintu balkon dengan senyum puas. Ia tahu ia telah berhasil membuat Raja terguncang.
“Game on, Raja,” bisiknya pelan, sebelum kembali memejamkan mata. Semoga saja saat bangun dia melihat keajaiban dalam diri Raja.
Malam itu hanyalah awal dari permainan Chilla. Ia tahu bahwa pernikahan ini tidak dimulai dengan cinta, melainkan kompromi. Tapi jika Raja berpikir ia akan menyerah, pria itu salah besar.
Raja masih di balkon, mencoba merenungkan semuanya. Ia tidak bisa mengabaikan rasa marah yang terus menghantuinya. “Kenapa gue peduli?” pikirnya keras. Ia mencoba meyakinkan dirinya bahwa rasa kesalnya bukan karena cemburu, melainkan harga diri.
Namun, di balik semua itu, ada sesuatu yang lebih dalam. Raja tidak ingin mengakuinya, tapi ia merasa terusik. Chilla berhasil memicu sesuatu dalam dirinya yang selama ini ia hindari: rasa takut kehilangan.
“Gue gak suka cewek ribet kayak Chilla,” gumamnya pada dirinya sendiri. “Tapi kenapa dia selalu ada di kepala gue?”
Raja kembali masuk ke kamar. Chilla sudah tertidur, atau setidaknya berpura-pura tidur. Raja menatapnya sebentar, mencoba mencari jawaban di wajah gadis itu. Namun, yang ia temukan hanyalah lebih banyak pertanyaan.
Keesokan paginya, suasana di meja makan terasa canggung. Raja mencoba bersikap normal, tapi pikirannya masih dipenuhi oleh kejadian semalam.
“Pagi, Ja,” sapa Chilla dengan nada ceria, seolah tidak ada yang terjadi. Ia duduk di depannya sambil menuang kopi.
Raja hanya mengangguk singkat, tidak ingin memulai percakapan. Namun, Chilla tidak menyerah.
“Lo kelihatan capek. Tidur gak nyenyak ya?” tanyanya dengan nada menggoda.
Raja mendengus. “Lo tahu kenapa,” jawabnya dingin.
Chilla tersenyum tipis. “Masih mikirin soal Jeno? Ja, gue udah bilang, dia cuma temen.”
“Temen lo yang lo ajak sleepcall?” balas Raja tajam.
“Ya ampun, Ja. Lo beneran cemburu ya?” Chilla menatapnya dengan mata berbinar, seolah baru saja menemukan sesuatu yang menarik.
Raja menatapnya tajam. “Ini bukan soal cemburu, Chilla. Ini soal lo sebagai istri gue. Gue gak peduli apa alasan lo, tapi gue gak akan terima kalau lo main-main sama cowok lain.”
Chilla tertawa kecil. “Lo lucu, Ja. Lo marah-marah seolah-olah kita ini pasangan yang saling cinta. Padahal disini lo sendiri yang main-main sama cewek lain."
Kata-kata itu menusuk hati Raja. Ia tahu Chilla sengaja mengatakannya untuk memprovokasi, tapi tetap saja, rasanya menyakitkan.
“Kalau lo gak suka, kenapa lo masih di sini?” tanya Raja akhirnya, mencoba menantang balik.
Chilla terdiam sejenak, lalu tersenyum. “Karena gue gak akan nyerah, Ja. Lo boleh benci gue, tapi gue gak akan biarin lo kabur dari gue.”
Kata-kata itu membuat Raja bingung. Apa sebenarnya yang Chilla inginkan darinya?