Tidak semua cinta terasa indah, ada kalanya cinta terasa begitu menyakitkan, apalagi jika kau mencintai sahabatmu sendiri tanpa adanya sebuah kepastian, tentang perasaan sepihak yang dirasakan Melody pada sahabatnya Kaal, akan kah kisah cinta keduanya berlabuh ataukah berakhir rapuh
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Withlove9897_1, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Side Story Hate 001
Ini side story Love is Beautiful Pain alias bonus cerita.....🫠🫠🫠
...****...
...Summary...
Melody Senja seorang gadis yang Kaal benci tanpa alasan. Mungkin karena itu, ia terdorong untuk sedikit berlaku kasar padanya, dan setiap kali Kaal menyakiti gadis itu maka sesuatu yang aneh akan terjadi padanya.
Berbeda dengan apa yang lelaki itu rasakan tak peduli seberapa buruknya Kaal dan seberapa parahnya lelaki itu menyiksanya Melody tetap teguh pada perasaanya. Karena yang ia tahu dia telah jatuh cinta pada Kaal....
Lalu apa alasan Kaal benci pada gadis itu? Apa karena ia takut jatuh cinta, atau karena dia memang sudah terjatuh terlalu dalam?
...****...
Bulan November adalah bulan yang paling Kaal benci, bulan yang menurut Kaal tidak pernah l menjadi kenangan yang menyenangkan untuknya.
Semilir angin dingin di bulan November ini sebenarnya sangar cocok untuk segelas teh hangat, atau mungkin untuk secangkir cokelat hangat.
Kaal kembali meninggalkan payung yang telah disiapkan ibunya dan mengabaikan pembawa ramalan cuaca yang terus mengingatkan untuk membawa jas hujan karena bulan ini selalu dihiasi dengan rinai air hujan
Langit bulan November terlampau cepat berubah warna. Biru yang mengharu bisa terkuras sendunya kelabu hanya dalam sekejap mata.
Berbaring telentang di atas rumput kering taman sekolahnya, Kaal mencoba Kaal menatap langit, mencari matahari siang yang masih enggan untuk menampakan dirinya. Ia merentangkan tangan ke udara, membiarkan semilir angin dingin menelusup ke antara sela jarinya hingga membuat tangannya berubah pucat kedinginan
Sayup suara murid yang bercakap dapat terdengar dari tempatnya merebahkan diri. Kaal tidak menghiraukan, memilih mengamati telapak tangannya yang memerah.
Kaal masih bisa merasakan sakit akibat hantaman telapak tangannya di pipi seorang perempuan. Namun entah mengapa, rasa sakit itu lebih berkumpul di hati daripada kepalannya.
Kaal menggeram, memejamkan matanya cepat ketika bayangan wajah perempuan itu tergambar di ingatannya. Dadanya mendadak terasa sesak, hingga ia terbatuk keras.
Kaal bangkit dari posisinya, memukul tulang rusuknya berkali-kali karena batuk itu semakin mencekik. Ia membekap mulutnya kuat, berusaha mengatur nafas saat merasakan sesuatu merangkak naik dari tenggorokan, mendesak keluar lewat mulutnya.
Kaal menarik tangannya menjauh, sorot matanya berubah kosong menatap benda yang baru saja ia muntahkan.
cairan pekat berwarna merah.
Merah yang sedikit jauh lebih gelap dibanding memar yang terdapat di telapak tangannya itu.
...****...
Sampai saat ini, Kaal Vairav belum menemukan alasan mengapa ia begitu membenci seseorang perempuan bernama Melody Senja.
Melody adalah murid paling pendiam yang pernah ia temui. Gadis pendiam itu lebih memilih duduk menyendiri, menjaga jarak dengan siapapun yang berada di dalam kelas tanpa mengucapkan sepatah kata hingga jam pelajaran berakhir.
Raut wajah gadis itu selalu menampakkan ekspresi tak acuh walaupun banyak perkataan buruk yang ditujukan kepadanya.
Mungkin sebab itu, Kaal Vairav terdorong untuk sedikit berlaku kasar.
"Tidakkah kau penasaran mengapa aku sellau mengganggumu, hah?!" bentak Kaal keras setelah mendorong gadis itu dengan satu dorongan yang membuat Melody terjembab.
"Tidakkah kau ingin tahu apa yang menyebabkan aku bersikap seperti ini kepadamu?"
Kaal mencengkram rambut Melody, memaksa gadis itu untuk mendongak menatapnya.
"Memohon padaku Melody." Ancam Kaal dengan seringai di sudut bibir.
"Aku akan menghentikan ini jika kau memohon dan mengakui kesalahanmu."
Bibir Melody tetap terkatup rapat. Gadis itu hanya memandang Kaal dalam diam. Matanya tidak menunjukkan rasa takut ataupun sakit sedikitpun. Hal itu semakin membuat amarah Kaal naik. Ia melepaskan cengkramannya dengan kasar hingga gadis itu kembali jatuh ke lantai.
"Apa kau bisu, hah?! Kau benar-benar seorang idiot ya?!" Kaal memandang rendah kearah Melody, yang masih dalam posisi terduduk dibawahnya, sementara itu Melody hanya pasrah dan menatap kearah mata Kaal yang menumpahkan semua rasa bencinya itu.
Kaal dengan sengaja menginjak tangan gadis itu, ia memberikan sedikit tekanan kakinya ke tangan gadis itu sembari memaki dengan berbagai umpatan kasar yang merendahkan.
Namun hingga tangan Melody yang tak merasakan apapun lagi, dengan seragam yang berubah lusuh karena beberapa kali didorong sampai terjatuh oleh Kaal dan bahkan meninggalkan banyak noda, gadis itu tetap tidak angkat bicara.
Kaal terkadang menduga apa yang ada di dalam kepala Melody Senja.
Mungkin gadis itu bodoh. Batinnya.
Karena sampai sekarang, Melody Senja tidak pernah sekalipun melaporkan tindak kekerasan yang Kaal lakukan padanya.
Kejadian ini bahkan telah berlangsung lama di antara mereka, namun Melody seakan tidak menaruh peduli. Padahal, gadis itu jelas memiliki bukti kuat bahwa Kaal menyakitinya. Hampir tidak ada hari dimana Melody berakhir tanpa luka.
Kaal benar-benar ingin mengetahui sampai kapan gadis itu akan terus bungkam.
Ia melirik ke arah Melody yang sedang menunduk menatap buku catatannya. Luka di tangan gadis yang di akibatkan olehnya itu tadi pagi telah dibersihkan. Beberapa band-aid terlihat menempel di sikunya.
Dua orang murid yang duduk di sebelah Melody terus mengganggu gadis itu. Melemparkan banyak kertas kecil serta ejekan 'dia sepertinya bisu atau tuli' kemudian terkikik dengan nada menyindir.
Ada desiran aneh yang mengganggu hati Kaal ketika menyaksikannya. Ia sengaja mendorong salah satu meja dengan kaki, memancing perhatian semua murid serta guru yang tengah mengajar di kelas.
"Berhenti membuat gaduh brengsek." Ucap Kaal datar sambil menunjuk dua lelaki yang mengganggu Melody.
"Aku tidak bisa berkonsentrasi."
Mr. Erwin memandang ke arah David dan Vicky yang berpura-pura bodoh. Pria itu mendesah kemudian meminta dengan tegas agar mereka tidak berulah ketika pelajaran sedang berlangsung.
"Dan Kaal Vairav, bicaralah yang sopan ketika kau ingin mengungkapkan sesuatu." Tandas Mr. Erwin sebelum melanjutkan pengajarannya yang tertunda.
Kaal mendengus pelan sebagai tanggapan. Ia bersandar malas pada kursi, mengabaikan tatapan penuh dendam dari David dan Vicky kepadanya.
Kaal juga merasakan sepasang mata lain yang melihatnya dengan membelalak. Gadis yang berjarak tiga bangku darinya itu seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja ia lakukan.
Kaal ingin tertawa. Jika Melody menganggap ia sedang menyelamatkannya tadi, maka gadis bodoh itu salah besar. ia hanya tidak suka berbagi sesuatu yang merupakan miliknya. Menurutnya, seseorang yang mempunyai hak penuh atas Melody Senja hanyalah dirinya.
Sembari masih memasang raut wajah antipati, Kaal membalas tatapan Melody. Ia sama sekali tidak mengantisipasi sesak yang kembali menyerang dadanya ketika mata mereka saling tertambat.
Kaal mendadak terbatuk hingga membungkuk. Ia mengenggam erat pulpen yang tadi digigitnya saat sesuatu memenuhi tenggorokannya. Dengan terburu-buru, Kaal menutup mulut.
Ia tidak lagi terkejut mendapati beberapa tetes cairan pekat merah memenuhi telapak tangannya.
...***...
...Mawar Biru melambangkan keinginan akan hal yang tidak mungkin tercapai. Mereka berkata:...
..."Aku tidak bisa memilikimu, tapi aku tidak bisa berhenti memikirkanmu"...
...***...
Kaal mencengkram rahang gadis itu dengan kuat. Ia menekan kepala Melody itu ke dinding di belakangnya.
"Hah... hah...!" Deru nafas Melody terdengar memburu namun mulutnya tetap terkunci.
Tidak ada suara perlawanan apapun keluar dari gadis itu walaupun Kaal telah melakukan sesuatu yang buruk padanya selama lebih dari sepuluh menit.
"Apa kau seorang idiot?" Desis Kaal penuh dengki.
Ia benar-benar tidak mempercayai gadis ini masih mampu bertahan walaupun darah telah mengalir dari sudut bibirnya, mungkin karena ia melakukannya terlalu kasar
"Gunakan mulut tidak bergunamu itu untuk bicara." Kaal kembali memaki.
Ia menghempaskan tubuh Melody kemudian menekan bagian bawah gadis itu menggunakan lututnya.
"Ahh...!" Erangan tertahan Melody saat jatuh terduduk akibat serangan Kaal ataau mungkin karena lutut lelaki itu menenkan bagian bawahnya.
"Shhh..." Melody mengeluarkan rintihan sambil meringkuk di atas lantai.
Kebencian Kaal kepada Melody semakin menjadi. Ia selalu memiliki alasan untuk menyakiti gadis itu atau sekedar mendorong wajah arogan gadis itu sekali dua kali.
Tapi Melody tidak pernah bicara. Gadis itu hanya menerima setiap pukulannya, tanpa berusaha berlari apalagi berteriak minta tolong.
Gadis itu seolah meminta Kaal untuk terus menghajarnya.
"Dasar bisu." Kaal menekan paha Melody, membuat gadis itu kembali meringis kesakitan.
"Shhh...!"
Kaal terlalu larut dalam amarahnya, ia tetap saja menekan bagian bawah Melody tanpa ampun seperti gadis itu hanyalah benda mati yang tak dapat merasakan apapun
Sampai ketika Kaal merasakan genggaman seseorang menghentaknya kasar.
"Kaal Vairav, apa kau sudah gila, hah?!"
"Kau pikir apa yang sedang kau lakukan?!"
Pandangan Kaal disambut dengan wajah gusar Tom. Lelaki bepostur tinggi itu segera menghampiri Melody kemudian membantunya berdiri.
Melihat banyaknya luka di sekujur tubuh Melody, kilat mata Tom berubah menghakimi.
"Kali ini aku akan melaporkan perbuatanmu, Kaal." Ancam Tom.
Kaal mendengus menantang. "Silahkan lakukan, kau pikir aku peduli?."
Tom menggeleng kecil, tidak mempercayai betapa brengseknya Kaal Vairav.
"Kali ini kau benar-benar keterlaluan Kaal."
"Kau pikir aku peduli?"
...TBC?...