NovelToon NovelToon
Cinta Suci Untuk Rheina

Cinta Suci Untuk Rheina

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Penyesalan Suami / Ibu Mertua Kejam / Slice of Life
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: Nofi Hayati

Tidak ada pernikahan yang sulit selama suami berada di pihakmu. Namun, Rheina tidak merasakan kemudahan itu. Adnan yang diperjuangkannya mati-matian agar mendapat restu dari kedua orang tuanya justru menghancurkan semua. Setelah pernikahan sikap Adnan berubah total. Ia bahkan tidak mampu membela Rheina di depan mamanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nofi Hayati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Di Balik Kesedihan

Setelah operasi yang panjang, Desti, mami Adnan, akhirnya berada di ruang pemulihan. Wajahnya yang dulunya penuh kekuatan kini tampak lemah dan rentan. Rheina, yang dulu sangat tidak menyukai mertuanya, kini merasakan rasa iba yang mendalam. Desti, yang sering kali memperlihatkan sikap garang dan sombong, kini berbicara dengan nada lembut yang menyentuh hati.

"Mami minta maaf, Rheina. Mami tahu sudah banyak salah pada kamu," ucap Desti dengan suara yang hampir tak terdengar.

Rheina mengangguk, merasa terharu dengan perubahan yang tampak pada Desti. "Kami semua berharap mami cepat pulih," jawabnya dengan tulus.

Adnan berdiri di samping Desti, tampak lelah, tetapi penuh perhatian. Nando juga berdiri di dekat Rheina, memandang situasi dengan penuh rasa hormat. Mereka semua merasakan pergeseran dalam dinamika keluarga yang sebelumnya penuh konflik.

Desti, dengan suara lembutnya yang masih bergetar, melanjutkan, "Mami kangen Zahid. Mami ingin sekali bertemu Zahid."

Mendengar permintaan itu, Rheina merasa bingung. Zahid, yang sudah lama tidak bertemu dengan neneknya, mungkin tidak akan mengingatnya lagi. Namun, Rheina merasa ini adalah kesempatan untuk mengatasi masa lalu dan memberi kesempatan untuk rekonsiliasi.

Dengan hati-hati, Rheina memanggil Zahid yang sedang bermain di luar. "Zahid, sini sebentar, Nak. Nenek ingin bertemu denganmu."

Zahid datang dengan langkah ceria sambil menggandeng Alya, tetapi wajahnya berubah bingung saat melihat Desti. Rheina memperkenalkan Desti sebagai nenek Zahid dan mengajaknya mendekat. Desti menatap Zahid dengan penuh harap, sementara Zahid memandang neneknya dengan tatapan yang campur aduk.

"Mami, ini Zahid," ucap Rheina lembut, berusaha membuat Zahid merasa nyaman. "Zahid, nenek ini sakit dan ingin melihat kamu, Nak."

Zahid mendekat, tetapi tidak bisa menyembunyikan rasa bingungnya. Nando meraih Alya ke pangkuannya karena tidak ingin putri kecilnya mengganggu momen haru tersebut. Desti mengulurkan tangan dan mengelus kepala Zahid dengan lembut. "Zahid, nenek sangat merindukanmu."

Zahid hanya mengangguk, tampak canggung. Namun, anak lelaki tujuh tahun itu menghargai usaha Desti untuk mendekatinya. Rheina memandangi momen itu dengan penuh harapan, berharap bahwa pertemuan ini bisa memperbaiki banyak hal.

Zahid perlahan mendekati Desti, namun begitu dia berada di dekatnya, wanita paruh baya itu tiba-tiba meneteskan air mata. Di balik kelembutan tatapannya, pikiran Desti dipenuhi oleh bayangan masa lalu—kejahatan yang pernah ia lakukan pada menantu dan cucunya kini berputar-putar dalam benaknya. Penyesalan mendalam menghantam hatinya, menghantui setiap tarikan napas.

Rheina memandang mantan mertuanya dengan rasa simpati yang tak pernah ia bayangkan akan muncul. Ia tahu betapa kerasnya Desti pada masa lalu, tetapi melihat wanita yang pernah menjadi sumber kesedihannya kini tampak begitu rapuh, membuat hati Rheina luluh.

Namun, tiba-tiba napas Desti mulai terdengar berat dan tersengal. Tangannya mencengkeram selimut di tempat tidurnya, wajahnya tampak pucat. Semua orang di ruangan itu langsung siaga.

"Mami? Mami, ada apa?" Adnan bertanya panik saat melihat kondisi ibunya memburuk.

Desti tidak mampu menjawab, hanya isakan kecil yang terdengar dari bibirnya. Dadanya naik-turun dengan cepat, seolah ada sesuatu yang menghimpitnya dari dalam. Suasana ruangan yang tadi dipenuhi harapan berubah mencekam dalam sekejap.

Adnan segera berlari keluar ruangan, memanggil dokter dengan suara panik. "Dokter! Dokter! Tolong, mami saya!"

Rheina, dengan sigap, memeluk Zahid erat-erat yang terlihat ketakutan melihat kondisi neneknya. "Tenang, Sayang, semuanya akan baik-baik saja," bisik Rheina, meskipun dalam hatinya, ia tak sepenuhnya yakin.

Nando berdiri di samping Rheina, tangannya siap jika sewaktu-waktu dibutuhkan. Matanya mengawasi setiap gerakan Desti, yang semakin sulit bernapas.

Dokter dan perawat segera datang berlari masuk ke ruangan. Mereka dengan cepat memeriksa kondisi Desti, memberikan oksigen dan melakukan berbagai tindakan medis untuk menstabilkan keadaannya. Adnan berdiri di pintu, wajahnya tegang, penuh kecemasan.

Sementara itu, di sudut ruangan, Rheina hanya bisa memeluk Zahid semakin erat, mencoba menenangkan putranya yang jelas bingung dengan apa yang sedang terjadi. Tapi di dalam hatinya, ada kekhawatiran lain yang mulai tumbuh. Apa yang Desti coba katakan sebelum kondisinya memburuk? Apakah ada rahasia yang belum terungkap?

Setelah beberapa saat yang terasa seperti berjam-jam, dokter akhirnya berhasil menstabilkan Desti. Wanita itu kini tertidur lelap, tapi wajahnya masih tampak pucat, seolah berjuang melawan sesuatu yang lebih dari sekadar fisik.

"Beliau harus istirahat. Kami akan terus memantau kondisinya," ujar dokter sambil memberi tahu Adnan dan yang lainnya.

Adnan mengangguk, meskipun pikirannya tampak jauh. Ia menatap ibunya yang terbaring lemah, merasa campur aduk antara kekhawatiran dan rasa bersalah.

Saat semuanya tampak kembali tenang, Nando memecah keheningan. "Rheina, tadi ... sebelum mami Adnan sakit, dia ingin mengatakan sesuatu. Kamu merasakannya, kan?"

Rheina menatap Nando, matanya penuh pertanyaan. "Ya, aku merasakannya. Seperti ada sesuatu yang sangat penting. Tapi apa?"

Adnan yang mendengar percakapan itu berbalik menatap mereka. "Aku juga merasa begitu. Ada sesuatu yang ingin mami katakan."

Ketiganya terdiam, masing-masing tenggelam dalam pikiran mereka. Apa yang sebenarnya ingin dikatakan oleh Desti dengan ia yang terbaring lemah, dan keinginan yang masih tersimpan.

Setelah menunggu beberapa lama, Rheina dan Nando pamit pulang karena Alya dan Zahid terlihat sudah kelelahan dengan semua peristiwa yang terjadi hari ini.

Suasana dalam mobil terasa hening, hanya suara lembut dengkuran Alya dan Zahid di bangku belakang yang memecah kesunyian. Malam itu gelap, dan jalanan sepi, seolah-olah dunia sedang memberi Nando dan Rheina ruang untuk menghadapi momen yang akan datang. Nando melirik ke arah Rheina, tangannya yang memegang kemudi sedikit gemetar, bukan karena lelah, tetapi karena pertarungan batin yang sedang ia hadapi.

Sudah lama Nando ingin mengatakan perasaannya pada Rheina, sejak masa SMA mereka. Namun, saat itu, keberaniannya selalu runtuh demi menjaga persahabatan mereka, dan pada akhirnya Nando harus pergi dan meninggalkan cinta pertamanya tanpa pernah tahu perasaannya.

Kini, keadaan sudah berbeda. Adnan dan Rheina telah lama berpisah, meskipun ada Zahid yang menghubungkan mereka. Namun, Nando tahu perasaannya tidak berubah. Setiap kali dia melihat Rheina, hatinya masih berdebar seperti dulu.

Dengan ragu, Nando menarik napas dalam dan memberanikan diri untuk memulai pembicaraan. "Rheina, aku tahu ini mungkin bukan waktu yang tepat, terutama setelah semua yang terjadi hari ini... Tapi, aku nggak bisa terus diam."

Rheina menoleh, sedikit terkejut. "Apa maksudmu, Nando?"

Nando menelan ludah, tangannya semakin kencang menggenggam kemudi. "Sejak SMA, aku selalu punya perasaan untuk kamu, Rheina. Tapi, waktu itu aku terlalu pengecut untuk mengungkapkannya. Dan sekarang, setelah bertahun-tahun, perasaan itu nggak pernah hilang."

Rheina terpaku, matanya membelalak dalam keterkejutan. Ia tidak pernah menduga Nando akan mengatakan hal semacam ini, terutama di momen seperti ini. "Nando... Aku..." kata-kata Rheina terputus, ia tidak tahu harus berkata apa.

Nando melanjutkan, meskipun hatinya berat. "Aku tahu, ada banyak hal yang terjadi. Mami Adnan mungkin memiliki sesuatu yang ingin dia katakan padamu, dan aku takut kalau ucapannya itu mungkin mengubah segalanya. Tapi sebelum semuanya terungkap, aku cuma ingin kamu tahu bagaimana perasaanku."

Rheina terdiam, pikirannya berputar-putar, mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. Di satu sisi, hatinya pernah terluka oleh Adnan dan keluarganya, tetapi di sisi lain, Nando selalu ada untuknya—teman yang tak pernah pergi, bahkan saat situasi paling sulit sekalipun. Ia pun tidak memungkiri kalau ia juga pernah memiliki perasaan yang sama terhadap Nando, dulu ....

Namun, saat ia hendak menjawab pertanyaan Nando, sebuah pertanyaan muncul di benaknya. 'Apa sebenarnya yang ingin Desti katakan? Apakah itu akan mengubah segalanya antara dirinya, Adnan, dan Nando?

Rheina menatap Nando, masih bingung harus berkata apa. "Aku... aku nggak tahu, Nando. Ini semua terlalu tiba-tiba."

Nando mengangguk pelan, meskipun hatinya terasa sakit. "Aku mengerti, Rheina. Aku nggak mau memaksamu untuk memberi jawaban sekarang. Tapi aku nggak bisa terus menyimpan perasaan ini sendiri."

Sebelum Rheina sempat menanggapi lebih jauh, tiba-tiba ponselnya berbunyi. Nama Adnan terpampang di layar, dan perasaan tidak enak langsung menyelimuti hati Rheina.

Dengan ragu, Rheina mengangkat telepon itu. "Halo, Adnan?"

Suara di ujung telepon terdengar tegang. "Rheina, kamu harus datang ke rumah sakit sekarang. Mami... mami sudah sadar, dan dia ingin berbicara denganmu secepatnya."

Jantung Rheina berdetak kencang. Apa yang Desti ingin katakan?

Rheina menoleh ke arah Nando yang masih menunggu, tatapan matanya penuh kebingungan dan keraguan. Haruskah dia kembali ke rumah sakit dan mendengarkan apa yang Desti ingin ungkapkan? Atau haruskah dia fokus pada Nando dan perasaannya yang baru saja terungkap?

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!