NovelToon NovelToon
Fanatic Obsession

Fanatic Obsession

Status: sedang berlangsung
Genre:Percintaan Konglomerat / Wanita Karir / Karir / Dendam Kesumat / Menyembunyikan Identitas / Office Romance
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: Janice SN

Stella adalah seorang aktris terkenal, baginya hidup ini terasa mudah saat begitu banyak penggemar yang mencintainya. Tetapi lama-lama salah satu penggemar membuat Stella tak merasa nyaman, dia selalu mengatakan bahwa Stella harus bersikap baik dan mematuhinya, jika tidak, kejadian tak diinginkan akan terjadi.

Lalu Stella mulai mencurigai seseorang, apakah orang itu akan tertangkap? Atau Stella malah terperangkap jauh dalam genggamannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Janice SN, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Biarkan Aku Menjadi Badutmu

"Kemana bosmu pergi?! Kenapa lama sekali?!" seru Stella yang kehilangan kesabaran, sedari tadi, dirinya terus menunggu di mobil seperti orang bodoh dan sampai sekarang, Austin belum menunjukkan batang hidungnya. "Apa bos mu itu diam-diam pergi ke salon untuk berdandan?!"

Penjaga botak yang bertugas menyetir itu kesusahan, dia takut salah menjawab. "S-saya tidak tahu, Nona."

"Lalu apa yang kau tahu?!" Stella yang marah-marah tidak jelas. Perempuan itu seperti kepanasan. "Memang ya, sedari dulu, pria botak selalu membuatku kesal!"

Pria itu menelan ludahnya. Dia tidak merasa marah, ataupun takut, bos nya itu selalu dikelilingi perempuan garang yang seperti kucing. Di luar lembut, tapi nyatanya bisa mencakar siapapun yang membuatnya marah, jadi dirinya sudah terbiasa menghadapi sikap perempuan yang seperti itu.

Mulut Stella terus saja komat-kamit, perempuan itu tidak bisa lebih sabar lagi, ada rasa ingin menjambak rambut seseorang, tapi di depannya, ada sosok yang tidak memiliki rambut. "Dasar breng--"

Seseorang tiba-tiba masuk, dia duduk di samping Stella, lalu menutup pintu mobil. "Ayo, jalan!"

Penjaga botak itu langsung menyalakan mobilnya dan melaju dengan kecepatan sedang.

Stella mengatupkan kedua bibirnya, dia menahan segala cacian untuk Austin. Dirinya tidak boleh melakukan kesalahan lagi. Diliriknya Austin yang sedang bermain ponsel, hal itu membuat Stella keheranan. Mengapa dia menjadi pendiam begini? Memang sih, dia tidak pernah heboh, tapi setidaknya pria itu tidak akan sesenyap sekarang.

Sedangkan Austin, sedang menahan amarahnya saat membaca pesan Bela yang terus datang beruntun.

["Pokoknya, jangan libatkan aku! Pura-pura tidak saling mengenal, paham?"]

["Aku bahkan menyesal pernah menyapanya saat di rumah sakit! Saat itu, aku hanya kesal karena dia pemeran utama di film yang sama denganmu!"]

["Aku juga menyebutnya pembawa sial. Tapi sepertinya, saat kau terus di sekelilingnya, kesialan akan terus menimpanya."]

Austin mematikan ponselnya, lelaki itu kesal karena Bela, menyebutnya pembawa sial bagi Stella. Dirinya ini penyelamat! Suatu saat nanti, Stella juga akan sadar tentang posisinya. Austin menarik lengan Stella, lalu memeluknya dari samping. Lelaki itu terlihat nyaman, hingga menutup matanya.

Stella yang dipeluk tiba-tiba itu hanya bisa menahan nafas. Dirinya terlalu kaget dengan serangan yang mendadak ini. Perempuan itu terdiam, saat mendengar suara detak jantung Austin yang berpacu dengan cepat. Stella termangu, tanpa sadar pipinya mulai memerah.

***

"Bukankah, ini alamatnya?" tanya Asta yang sedari tadi terus menekan bel, tapi Stella tidak pernah keluar. Pagi-pagi seperti ini, dirinya ingin bertemu dengan Stella.

Sedangkan ponselnya terus berdering, panggilan itu membuat Asta kesal, akhirnya, dia mengangkat panggilan itu. "APA YANG KAU MAU?!"

Terdengar isakan dari telepon, tapi itu tidak membuat Asta luluh. "Telepon Ibumu saja, jangan menggangguku!" Asta mematikan sambungannya, dirinya ini hanya ingin bernafas dengan tenang, tapi tidak bisa. Selfa terus mengganggunya.

"Mohon maaf, dengan siapa?"

Seseorang datang ke arahnya, Asta langsung menjelaskan. "Saya datang kemari untuk menemui teman saya, tapi sedari tadi, dia tidak keluar, ponselnya juga sulit dihubungi," terangnya yang berbohong, dirinya bahkan tidak memiliki nomor ponsel Stella, bagaimana, dirinya bisa menghubungi mantan kekasihnya itu.

"Oh pemilik apartemen ini sudah pindah kemarin, barang-barangnya juga sudah diambil."

Asta terdiam sebentar, lelaki itu sedikit kebingungan. "Oh baik Bu, terimakasih." Asta langsung pergi dari sana, pria itu terus memikirkannya sepanjang perjalanan. Sudah sulit sekali mendapatkan alamat ini, tapi Stella malah pindah.

***

Lea sedang duduk di lokasi syuting. Perempuan itu terus tersenyum melihat ponselnya yang menampilkan sebuah pesan. Pesan itu dari bank, yang memberitahukannya uang yang masuk ke rekeningnya.

"Ah, tak ada salahnya bukan, aku membantu Asta sedikit," terangnya yang senang. Semalam Asta terus mengirimkan pesan di akun media sosialnya, pria itu meminta alamat Stella dan dirinya memberikannya saat Asta menawarkan uang. "Aku tidak membuat masalah besar kan? Lagipula, Stella sudah pindah, mereka akan sulit untuk bertemu."

"Ah, akhirnya sampai!"

Seseorang duduk di sampingnya, hal itu membuat Lea terkejut, perempuan itu segera mematikan ponselnya. "Aku mulai tidak enak denganmu, jadi aku putuskan untuk berhenti libur dan fokus mengurus aktris ku ini."

Stella menyenderkan punggungnya ke kepala kursi. "Memangnya, Rima sudah sembuh?"

Lea mengangguk. "Dia sudah membaik."

Stella terlihat lega. Perempuan itu mulai mengemil makanan yang berada di meja. Perempuan itu baru sadar belum sarapan. Austin memang tidak pandai mengurusnya.

"Kau bawa mobil? Nant, aku akan mengantarmu pulang," kata Lea dengan wajah yang penasaran dengan jawaban Stella.

Stella menggelengkan kepalanya. "Hari ini dan seterusnya kau tidak perlu mengantarku terlalu sering, aku akan menghubungimu jika aku membutuhkanmu, pokoknya kau fokus saja pada Rima."

Lea menahan senyumannya, dirinya tidak boleh terlihat bahagia. "Oh bagaimana tentang iklan itu? Apa lancar?"

Stella mengangguk. "Ya, ya. Lancar." Stella terus fokus pada makanannya.

Lea menganggukkan kepalanya, perempuan itu membuka ponselnya sambil memakai earphone, untuk menghilangkan rasa bosan jadwal syuting yang akan dimulai tengah hari.

Stella meneguk air dengan tuntas, sekarang dirinya sudah tenang, perutnya tidak lagi keroncongan. Tiba-tiba, seseorang duduk di samping kirinya, Stella mencoba untuk tidak menoleh, dari wangi parfumnya saja, dia sudah tahu siapa orangnya.

"Bagaimana kabar pacarmu itu?"

"Baik." Stella menjawab tanpa menoleh sedikitpun.

"Sepertinya, kau sangat mencintainya bukan?"

"Ya, aku tidak bisa hidup tanpanya," sahut Stella dengan nada yang cuek. Tangan perempuan itu mulai meraih makanan lagi.

Morgan menghela nafas, lelaki itu kesal dengan sikap Stella, dengan sabar, Morgan berbicara lagi. "Walaupun kau sudah punya pacar, seharusnya hubungan kita tidak pernah berubah bukan? Aku tidak masalah, untuk terus menjadi badutmu..."

Stella akhirnya menoleh, kata 'badut' seolah membuatnya terasa menjadi orang yang jahat. "Itu candaan masa lalu, kenapa kau mengungkitnya?"

"Tapi, kau senang kan saat aku terus melakukan peran itu? Ayolah, biarkan aku menjadi badutmu lagi, Stella," jelas Morgan dengan wajah memohon.

Stella menggelengkan kepalanya. "Kau tahu, kau mulai berubah," kata Stella dengan wajah yang kesal. Perempuan tanpa sengaja menoleh ke arah lain, di mana seseorang memperhatikannya sambil memangku dagu, hal itu membuat Stella menelan salivanya.

Morgan mengikuti arah pandangan Stella, saat mengetahuinya, lelaki itu menjadi geram. "Walaupun kalian bersama di dunia nyata, tapi tidak dengan di film, bukankah pemeran utama pria di film ini, berakhir tragis, Stella?"

Stella mencoba tidak mendengarnya, perempuan itu menggeser kursinya ke samping. Ini bukan salah dirinya, Morgan yang salah karena dia duduk di sampingnya, padahal masih banyak kursi kosong.

Morgan semakin kesal, tangan kanan pria itu meraih naskah, lalu tangan kirinya, menggenggam tangan Stella. "Bagaimana jika kita mulai berlatih?" tanyanya sambil mengelus pelan tangan perempuan itu.

Stella tentu saja terkejut, dia mencoba melepaskan tangan Morgan yang mencekalnya erat. "Kau tahu apa yang kau lakukan?!"

Morgan malah tersenyum ke arah Austin, sambil menaikkan satu alisnya, pria itu mendadak sombong. Dalam batinnya ia berkata. 'Sedari awal, dia milikku, tidak akan kubiarkan orang lain mencurinya.'

1
Iren Nursathi
lanjut dong penasaran nih thor
Janice SN: Udah kak🤗🤗
total 1 replies
Iren Nursathi
lanjuuuuuuut thor
Janice SN: udah kak🤗
total 1 replies
Selfi Selfi
semangat kk...
lanjutkan



kita saling suport yukヾ(^-^)ノ
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!