Raya Lituhayu (25) kecewa karena sang kekasih menikahi sekretaris pribadinya yang sudah hamil duluan. Bayu Agung Gunawan (27), menyimpan cinta untuk tetangga yang berprofesi sebagai pengacara dengan status janda.
Orangtua Raya dan Bayu berniat menjodohkan mereka untuk semakin mendekatkan dua keluarga. Tentu saja ditolak, apalagi hubungan mereka layaknya Tom and Jerry. Satu insiden membuat mereka akhirnya menerima pernikahan tersebut.
Kehidupan rumah tangga yang penuh drama dan canda, menimbulkan cinta. Namun, semua berantakan ketika kerjasama dua keluarga besar terpuruk. Bunda Bayu terluka dan Papi Raya harus mendekam di penjara. Hubungan Raya dan Bayu semakin renggang dan berujung perpisahan. Tidak mudah bagi Raya menjalani hidup setelah keterpurukan keluarga bahkan dalam kondisi hamil.
“Benci dan rindu itu batasnya tipis, sekarang kamu benci bentaran juga rindu sampai bucin. Ayolah, jangan jadikan kebencian ini mendarah sampai anak cucu kita."
===
Jangan menumpuk bab 😘😘😘🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27 ~ Pergilah !
Prank
Raya memejamkan mata menahan pusing, bahkan gelas yang dia pegang pun terjatuh ke lantai dan pecah. Selain tubuhnya yang sedang tidak baik, ia tidak bisa tidur setelah Bayu pergi. Dihubungi tidak dijawab dan pesan pun tidak dibaca.
Menduga kalau kondisi Bunda Erika agak parah, karena sang suami mengabaikan bahkan tidak mengabarkan apapun.
“Sehat-sehat, aku harus sehat,” gumam Raya. mensugesti dirinya.Ia berencana ke rumah sakit, memastikan sendiri kondisi ibu mertuanya dan memberikan dukungan pada Bayu.
Sudah berada di lobby, kunci mobil sudah di tangan. Ponselnya berdering, ternyata dari Rama.
“Halo, bang.”
“Ray, kamu di mana?” tanya Rama dengan suara lemah dan parau.
“Apartemen. Bang, Bunda Erika kecelakaan, tapi aku belum tahu kondisinya gimana” ungkap Raya dan hening, tidak ada respon apapun. “Bang, Rama.”
“Ra, Papi kena masalah. Dari semalam aku temani beliau di kantor polisi.”
“Hah, masalah apa Bang? Kok bisa.”
“Hm. sekarang, tolong kamu cari tahu kondisi tante Erika. Langsung kabari aku.”
Raya bahkan belum menjawab, tapi Rama sudah mengakhiri panggilan. Kepalanya terasa makin pusing, menghadapi masalah yang dihadapi. Orangtuanya, juga orang tua Bayu. Gegas menuju parkiran dan meninggalkan apartemen menuju rumah sakit.
“Papi kena masalah apalagi,” gumam Raya.
Dalam perjalanan, Raya sempat menghubungi Bayu. Masih diabaikan.
“Mas Bayu, kenapa sih?”
Tiba di rumah sakit, Raya berjalan pelan di sepanjang koridor. Tidak tahu Erika ada di ruangan mana, sedangkan Bayu belum juga merespon. Bertanya pada bagian informasi, ternyata masih berada di ICU. Gegas ia menuju ke sana.
Dari petunjuk arah, ruang ICU ada di depan sana. sambil terus melangkah, ponselnya kembali berdering, lagi-lagi dari Rama.
“Bang, aku sudah di rumah sakit. Mas Bayu belum respon, Bunda ada di ICU aku baru mau lihat kondisinya.”
“Ray.”
Raya mengernyitkan dahinya, mendengar isakan di ujung sana, memastikan pendengarannya kalau Rama sedang … menangis.
“Abang, kenapa?” tanya Raya lirih.
“Papi dinyatakan bersalah, sekarang dia ditahan. Ini ada hubungannya dengan tante Erika.”
Deg
Raya terdiam, jantungnya berdebar tidak karuan. Kepalanya terasa semakin sakit dengan segala macam praduga dan informasi yang diterima. Benar-benar membingungkan.
“Maksud Abang?” tanya Raya dengan terbata dan mata mulai berkaca-kaca.
“Tante Erika celaka karena ulah ayah. Sebenarnya aku tidak percaya Ra, tapi bukti dan saksi mendukung pernyataan itu. Situasi akan tidak kondusif, kamu sebaiknya pulang ke rumah.”
Rama masih terdengar bicara, tapi Raya sudah tidak fokus mendengarkan meski ponsel masih berada di telinga. Pandangannya tertuju pada pria di ujung sana, sedang menatap ke arahnya. Bayu, pria itu Bayu yang juga sedang menatap ke arahnya. Menatap datar dan diam.
Seakan tidak ada dialog dari tatapan mereka, hanya tatapan kosong dan hampa. Raya tidak tahu jelas apa yang terjadi, yang dipahami kalau dirinya dan juga Bayu adalah korban keadaan. Hubungan mereka akan terpengaruh oleh masalah ini. Pernikahannya akan berada di ujung tanduk.
“Raya, kamu dengar nggak?”
Tersadar dari lamunan karena pekikan di ujung sana. Bayu terlihat berbalik karena seseorang mengajaknya pergi.
“Mas Bayu.”
“Raya, kamu bertemu Bayu?”
“Bang, mas Bayu pergi. Dia acuhkan aku,” jawab Raya mulai terisak.
Terdengar hela nafas Rama. “Pulang Ra, sebaiknya kamu pulang ke rumah Papi.”
“Tapi Mas ….”
“Demi kebaikan kamu, sebaiknya pulang ke rumah.”
Panggilan berakhir, Raya masih terisak dan mengusap air mata dengan punggung tangannya. Saran dari Rama memang benar, sebaiknya dia pulang.Menjauh untuk sementara sampan situasi lebih nyaman. Namun, sebelum itu Raya ingin memastikan sendiri kondisi Erika. Mana tahu, wanita itu bisa memberikan kesaksian kalau Papinya tidak bersalah.
“Suster, ini ICU ‘kan? Ibu Erika di sebelah mana?” tanya Raya.
“Masuk saja mbak, banyak ruangan di dalam. Keluarga pasien bisa melihat dari kaca.”
Raya pun memasuki ICU, melewati ruangan demi ruangan dan melihat pasien yang terbaring tidak berdaya dengan segala macam alat medis. Langkahnya terhenti, yang dicari sudah di depan mata. Kedua tangannya berada di kaca. Tangisnya kembali pecah melihat kondisi wanita itu juga nasib Papinya.
“Bunda, kenapa jadi begini. Bagaimana nasib papi, bagaimana hubunganku dan Mas Bayu.”
“Raya.”
Mendengar namanya dipanggil, Raya pun menoleh.
“Mbak Mirna. A-ku ….”
“Sebaiknya kamu jangan di sini, biar kami yang menjaga Bunda.”
“Bagaiman kondisi Bunda? Maksudku, Bunda ….”
“Tidak baik, dia belum sadar. Masih ada rangkaian operasi yang harus dilakukan, tapi harus menunggu sadar. Sebaiknya kamu berdoa agar Bunda bisa pulih atau keluargamu akan merasa bersalah seumur hidup.”
“Mbak, aku ….”
“Pergilah!” Mirna mengalihkan pandangannya menatap ke ruangan dimana Bundanya berada.
\=\=\=\=\=
Mampir yuks ke karya rekan author