Haura, Istri Pilihan Dari Desa

Haura, Istri Pilihan Dari Desa (27)

" Untung setiap ke apartemen Melodi, aku ngajak kamu, Dam," ucapan Alkana merasa bersyukur.

Mendengar pembicaraan Melodi dan Anggun tadi, Alkana tak pernah menyangka kalau Melodi punya niat busuk padanya.

Awalnya mereka ingin melabrak Melodi dan Anggun. Namun, apa yang bisa di harapkan dari dua orang yang sudah mulai tak sadar karena minum.

Akhirnya Alkana dan Adam memilih kembali pulang. Setidaknya mereka pulang membawa hasil.

" Beruntung kita sudah di kasih tahu password apartemen Amel. Coba kalau gak tahu, entah sampai kapan kita di bodohi Amel,"

Alkana mengangguk membenarkan.

" Terus rencana selanjutnya apa?,"

"Biar saja dia tetap bersandiwara. Kita juga pura-pura ikut permainan dia saja. Kalau Amel tahu kita sudah tahu, entah apa yang akan ia lakukan,"

" Tapi, artinya masalah kalian belum clear. Bukannya kamu di kasih waktu untuk menyelesaikan semua sebelum Lala pulang?,"

Alkana mengangguk. " Terus baiknya gimana?,"

" Ya, selesaikan masalah balas Budi itu."

...******...

" La, seru gak disana? Teteh kayaknya mau nyusul. Teteh butuh refreshing," Reva menelpon Haura.

" ya, udah. Kesini aja, Teh. Temenin Lala. Nanti kita jalan-jalan ke air terjun,"

Kebetulan lokasi tempat tinggal Haura dekat dengan wisata air terjun.

" Kenapa, teh?," tiba-tiba Haura penasaran. Kakak iparnya yang paling semangat ini terdengar lesu.

" Mumet aja. Dapat proyek tak terduga," ucapnya lesu.

" Jangan-jangan proyek pernikahan pujaan hati," Haura terkekeh.

Namun sedetik kemudian, Haura tak lagi tertawa karena orang yang ia ajak bicara tidak ikut tertawa.

" Kamu benar, La. Teteh mau nolak tapi, gak punya alasan," lirihnya.

" Teh, seriusan?," Haura hanya menebak. Namun tidak disangka tebakannya benar.

" Humm. Hah ..." Reva menghirup dan menghembuskan nafas dengan kasar.

" Kapan nikahnya?,"

" Dua Minggu lagi,"

" Mendadak dan teteh terima?,"

" Mau bagaimana lagi. Dia mohon-mohon,"

" Besok teteh kesana dulu deh. Sekalian refreshing sebelum menghadapi kenyataan kalau dia akan jadi milik orang," Reva tertawa hambar.

Menertawakan cintanya yang bertepuk sebelah tangan.

" Ya, sudah kesini aja. Kita senang-senang,"

" Sekalian ngobrolin resepsi pernikahan kamu dan Al. Kata Al terserah Lala mau seperti apa,"

" Hah? Jadi bikin resepsi, teh?,"

" Jadilah. Ini berita besar yang harus orang tahu. Biar perempuan yang suka sama Al sadar diri,"

" Begitu ya teh? Padahal Lala gak mau resepsi besar-besaran loh,Teh. Akad kemarin sudah cukup kalau buat Lala,"

" Tapi, orang gakkan tahu kalau Al udah nikah. Mereka nanti malah sibuk deketin Al. Kita harus hempasin semua sekalipun baru menjadi bibit. Kalau udah jadi p3lakor, susah nanti."

" iya, juga sih."

" Oh iya, udah ngobrol sama Al soal masalah kalian,"

" Hmm. Aa bilang cuma salah paham. Katanya dia cuma mau balas Budi. Tapi, kok kesannya mereka mau deketin Kak Melodi sama Aa ya, Teh?,"

Reva tertawa. Haura saja sadar. Lah ini adiknya tidak peka kalau dia hanya dimanfaatkan. Menjadi target misi keluarga melodi.

Karena orang tua melodi pun ternyata ikut untuk membujuk Alkana agar mau menolong mereka menjaga Melodi kan? Padahal, Alkana sudah jelas mengatakan sudah menikah dan tidak bisa. Namun, kedua orang tuanya melodi memaksa. Hingga Alkana mau tapi, ia selalu mengajak Adam.

" Kamu sadar?"

" Ya, kelihatan jelas lah tujuan mereka. Mendekatkan Aa sama kak Melodi dan merusak hubungan Aa dan Lala,"

" Jadi, kamu gak terpengaruh sama mereka kan?,"

Haura menggelengkan kepalanya. Padahal jelas-jelas mereka hanya melakukan telpon biasa yang artinya Reva tidak akan melihat jawaban Haura yang berupa gerakan itu.

" Gak terlalu sih teh. Lala cuma kesal sama Aa aja. Bisa-bisanya lebih mentingin balas Budi daripada Lala,"

" Al itu emang gak peka. Harus di kasih b0m dulu. Baru sadar,'

" Iya, dan b0m nya itu adalah kehilangan calon anak kita," Haura jadi sedih mengingat hal itu.

" Kan melo lagi." Reva sadar kalau Haura jadi kembali bersedih.

" Hehe gak ko, Teh. Memang belum rezeki aja," Haura mencoba tersenyum.

Terlalu larut dalam kesedihan juga tidak baik. Anak itu amanah. Jika pun di ambil kembali ya harus ikhlas.

" Iya, insya Allah kamu dapat yang lebih nanti."

"Aamiin. Tapi, nanti aja dulu deh, Teh. Lihat Aa dulu. Masih labil gini mah, Lala gak bisa kayaknya," jawab Haura.

" Ya, kita lihat apa yang akan dilakukan anak itu. Kalau masih baik sama si Melodi, awas aja,"

...******...

" Al kenapa kita ketemuan di luar? Gak di apartemen ku?," Tanya Melodi.

Pagi tadi ia mendapat kabar kalau Alkana meminta bertemu sore ini di cafe di sebrang apartemen Melodi.

" Lebih baik bertemu di tempat umum, biar tidak ada fitnah," jawab Alkana.

Sebenarnya ia menghindari sesuatu yang tidak di harapkan. Apalagi setelah mendengar bahwa semua yang terjadi adalah ulah Melodi. Bahkan Melodi berniat menjebaknya.

" Kenapa harus ada dia juga?," tanya Melodi menunjuk ke arah Adam yang acuh tak acuh pada pembicaraan keduanya. Ia hanya fokus pada ponselnya.

Alkana mengajak Adam agar tidak ada masalah lagi kedepannya. Ada Adam saja jadi masalah, apalagi hanya mendatangi Melodi seorang diri.

" aku tidak mau Lala salah paham jika menemui kamu seorang diri sekalipun di tempat umum,"

Melodi mendengus.

" Dia gak suka sama aku ya, Al?," Melodi memasang wajah sedihnya.

Adam sangat muak sementara Alkana hanya menghela nafas. Kalau dia tidak tahu kenyataannya, mungkin ia akan iba.

" Lala gak begitu. Hanya saja ini pesan Papi dan Mami. Aku sudah menikah sekarang. Jadi, aku harus bisa menjaga perasaan istriku,"

" Kita hanya bersahabat, apa salahnya?,"

" Aku mulai tak nyaman dengan semua ini." ucap Alkana akhirnya.

" Maksudnya?,"

" Dengan dalih sahabat, balas Budi kamu dan keluargamu meminta ini dan itu padaku. Termasuk menjaga kamu."

" Kamu tidak ikhlas membantuku?,".

" Harusnya aku yang bertanya. Apa kamu dan keluargamu tidak ikhlas membantuku? Hingga kalian mengungkit jasa kamu di masa lalu. Memintaku membalas Budi?,"

Deg

" Kami ikhlas. Hanya saja apa salahnya kalau kamu membantuku disaat sulit. Ini darurat,"

Alkana hanya tersenyum tipis. Ia merasa benar-benar menjadi manusia b0doh. Bisa-bisanya percaya dengan semua sandiwara Melodi.

" Mulai hari ini aku tidak bisa lagi datang ke apartemen mu. Aku pun ingin membatasi interaksi kita. Aku baru sadar, tidak ada persahabatan antara perempuan dan laki-laki,"

Alkana akhirnya memutuskan bersikap tegas pada Melodi.

" Kenapa kamu berubah semenjak kamu menikah, Al? Aku lebih dulu mengenalmu."

"Istriku jauh lebih dulu mengenalku,"

Melodi lupa mereka teman masa kecil.

" Aku tak menyangka kamu tega padahal aku sudah sakit parah begini. Hanya minta untuk ditemani saja kamu permasalahkan?," lirihnya mulai berlakon.

" Kamu serius kamu sakit?"

" Tentu saja,"

" Kenapa orang tuamu tak peduli saat anaknya sakit parah dan lebih mementingkan pekerjaan. Setidak berharga itu kah kamu bagi ayah dan ibumu? Padahal kamu anak tunggal,"

TBC