Kirana tak pernah menyangka, bujukan sang suami pulang ke kampung halaman orang tuanya ternyata adalah misi terselubung untuk bisa menikahi wanita lain.
Sepuluh tahun Kirana menjadi istri, menemani dan menjadi pelengkap kekurangan suaminya.
Kirana tersakiti tetapi tidak lemah. Kirana dikhianati tetapi tetap bertahan.
Namun semuanya berubah saat dia dipertemukan dengan seorang pria yang menjadi tetangga sekaligus bosnya.
Aska Kendrick Rusady, pria yang diam-diam menyukai Kirana semenjak pertemuan pertama.
Dia pikir Kirana adalah wanita lajang, ternyata kenyataan buruknya adalah wanita itu adalah istri orang dengan dua anak.
Keadaan yang membuat mereka terus berdekatan membuat benih-benih itu timbul. Membakar jiwa mereka, melebur dalam sebuah hubungan terlarang yang begitu nikmat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mei-Yin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sepenggal luka
Sesampainya di rumah mertuanya, Kirana segera bergegas turun dari taksi dan tak sabar bertemu kedua anaknya. Beberapa hari tak bertemu membuat rasa rindu memupuk, walaupun selama kepergiannya setiap hari dia selalu menghubungi hanya untuk mendengar suara mereka.
“Oh, kirain udah lupa pulang gara-gara kecantol orang lain di sana,” sindir Ajeng yang duduk di ruang tamu.
Sambutan yang selalu luar biasa, Bu.
“Anak-anak mana, Bu?” tanyanya tanpa berniat basa-basi.
“Pulang ke rumah sama Zidan.”
Mendengar hal tersebut, tanpa mau berlama-lama dia segera menghuni Joko untuk menjemputnya dan mengantar kembali ke rumah.
Tak sampai lima belas menit, pria paruh baya itu datang dan meletakkan koper di bagian depan motor.
“Aku pulang, Bu.” Kirana pamit, tetapi seperti biasa tak ada sahutan yang terdengar.
“Bu Kirana darimana? Kok pakai bawa koper segala,” tanya Joko.
“Dari Singapura, Pak. Kebetulan ada pekerjaan di sana.”
Sesampainya di rumah, dia memberikan beberapa lembar pecahan merah ke arah Joko yang selalu membuat pria paruh baya tersebut terharu.
“Mama pulang ....” ucap Kirana saat masuk ke dalam rumah.
“Mama!” Rina dan Lina berlari dan menubruk tubuhnya. Memeluk erat penuh kerinduan.
“Kangen mama,” ucap Rina.
“Mama juga kangen banget sama kalian.”
“Mana oleh-olehnya?” tanya Lina polos.
“Nanti ya, mama mau mandi, ganti baju terus nanti kita bongkar oleh-olehnya.”
“Oke,” sahut keduanya terlihat kompak.
Saat kakinya melangkah menuju kamar, kebetulan Zidan yang lebih dulu membuka pintu.
“Kamu udah pulang?” tanyanya basa-basi.
“Ya, aku mau bersih-bersih dulu.” Kirana melewatinya begitu saja. Suasana hatinya buruk dan dia tak ingin memperburuk keadaan dengan pertengkaran yang tiada ujung.
...✿✿✿...
Sesuai janjinya setelah membersihkan diri, Kirana menemani kedua anaknya membongkar oleh-oleh yang dibeli. Beberapa pakaian dan makanan juga pernak-pernik hasil berburu di pusat oleh-oleh Singapore Store.
Zidan juga ada di sana, menemani dalam diam tanpa banyak protes seperti biasa.
“Oleh-oleh buat papa mana, Ma?” tanya Lina.
“Papa udah gede, nggak perlu oleh-oleh,” jawab Kirana, diiringi senyum tipis.
“Yahhh, papa kasian dong. Jangan nangis ya, Pa.” Lina menoleh dan menghibur Zidan seolah pria itu adalah anak kecil.
Zidan tersenyum tipis. “Papa nggak sedih, lihat kakak dan adek seneng papa ikut seneng kok,” sahutnya.
Tak terasa waktu bergulir begitu cepat, Zidan benar-benar menghabiskan hari bersama mereka. Seusai makan malam Kirana menyuruh sang anak pergi tidur sementara dia masih duduk di meja makan.
“Kirana,” panggil Zidan pelan.
“Ada apa?” Kirana menoleh dan matanya bersitabrak dengan manik hitam milik sang suami.
Suasana di sekitar mereka tiba-tiba menjadi canggung, atmosfer di ruang makan tersebut terasa sangat panas.
“Bagaimana kabarmu?”
“Aku baik, tapi di sini masih sakit.” Tunjuk Kirana pada dadanya.
“Maaf.”
“Berkali-kali kamu mengucapkannya, itu nggak akan mengubah sesuatu. Semuanya udah terjadi dan sebentar lagi kamu akan dapat apa yang diinginkan.”
“Aku nggak mau hubungan kita seperti ini terus.”
“Aku juga nggak mau, tapi nasi sudah jadi bubur. Hubungan kita nggak akan bisa kembali seperti semula.”
“Kamu yang terlalu memperbesar masalah, Kirana. Semuanya baik, Luna nggak masalah dengan statusnya. Cuma kamu yang masih nggak terima dengan semua ini.”
“Dia nggak masalah karena memang dia yang menghancurkan semuanya. Dia yang merebut kebahagiaan keluarga kita.”
“Kamu hanya perlu berdamai. Toh hubungan kita sebelumnya juga nggak ada masalah, jangan hanya karena ini kamu harus meledak-ledak.”
“Bela terus! Kamu emang egois, mikirin perasaan sendiri tanpa peduli denganku,” sahut Kirana mulai lemah.
“Bahkan aku masih jadi suami yang tanggung jawab sampai saat ini. Harusnya kamu bersyukur, lihat di luar sana, banyak yang istrinya ditinggal hanya karena wanita baru.”
“Itu karena mereka nggak mencintai istri dan anak-anaknya. Jangan membandingkan kehidupan kita dengan orang lain, karena nggak semua orang kuat dalam menghadapi setiap masalahnya.”
“Aku mencintaimu juga anak-anak kita!” seru Zidan lantang.
“Cinta macam apa yang kamu katakan? Jika kamu mencintai kami, jangankan untuk menyakiti membuat kami bersedih saja kau tak akan mampu.” Kirana segera bangkit, tetapi tangannya dicekal oleh Zidan.
“Kita masih perlu meluruskan banyak hal.”
“Percuma. Pembahasan ini hanya akan berujung perdebatan, untuk kali ini pemikiran kita tak sejalan.” Dia benar-benar pergi sebelum amarah menguasai diri.
Kirana marah dan kesal. Zidan selalu menginginkan semuanya berjalan sesuai keinginan, tetapi lupa bahwa keadaan ini bermula dari dirinya.
Dia berharap Zidan akan mengerti semuanya. Namun sayang, itu tak akan terjadi.
To Be Continue ....