Perenggut Malam Pertamaku

Ingrid pernah berada di masa sulit dan sangat terpuruk. Waktu itu Ingrid menangis dan tidak tidur semalaman. Ingrid mandi berjam-jam seraya menggosok tubuhnya hingga kulitnya lecet dan badannya demam. Bahkan Ingrid sempat pingsan di lorong hotel dengan keadaan yang mengenaskan.

Saat itu Ingrid tidak bisa menerima kenyataan, bahwa orang yang mengambil kesuciannya bukan suaminya, melainkan adik ipar yang dibencinya. Bahkan Ingrid harus di rawat beberapa hari di rumah sakit karena kejadian itu. Hingga saat ini Ingrid masih membenci Marcell karena kejadian itu.

Tidak ada yang tahu betapa tertekannya Ingrid karena mengandung anak yang tidak diinginkannya. anak dari orang yang di bencinya.

Menggugurkan kandungan? Menggugurkan kandungan itu berdosa dan bisa masuk penjara. Namun berdasarkan Pasal 75 ayat (2) UU Kesehatan, aborsi diperbolehkan jika dilakukan oleh korban pemerkosaan.

Para korban pemerkosaan dapat melakukan aborsi apabila dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dokter bisa menyarankan untuk melakukan prosedur aborsi dan korban pemerkosaan berhak untuk melakukan aborsi apabila ada indikasi kedaruratan medis atau menyebabkan trauma psikologis.

Apabila tindakan aborsi dilakukan dengan tidak sesuai atau diluar ketentuan perundang-undangan yang terkait, maka tindakan tersebut dapat dijerat hukum pidana.

Tindakan aborsi pada korban pemerkosaan hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling.

Tapi dalam prakteknya, korban pemerkosaan masih kesulitan melakukan aborsi meskipun sudah ada undang-undang yang melegalkan.

Dampak fisik dari pemerkosaan mungkin dapat sembuh lebih cepat daripada dampak psikologis. Oleh karena itu, peran keluarga, kerabat, dokter maupun terapis menjadi kunci penting dalam membantu proses penyembuhan dan pemulihan para korban pemerkosaan.

Semua orang di ruangan itu seolah lupa dengan kejadian yang pernah membuat Ingrid terpuruk itu. Semua orang yang ada di dalam ruangan itu merasa geram mendengar perkataan Ingrid yang ingin menggugurkan kandungannya.

Marcell mengepalkan kedua tangannya merasa tidak terima karena anaknya akan di gugurkan. Sedangkan Budi, Ani dan Hugo juga nampak marah mendengar rencana Ingrid itu.

"Aku tidak menyangka kamu sampai berpikir untuk melenyapkan janin yang tidak berdosa itu. Padahal aku mencintaimu setulus hati dan bersedia bertanggung jawab atas perbuatanku," ucap Marcell yang terlihat jelas sangat kecewa.

"Maaf, aku sudah tidak percaya lagi dengan kamu dan keluargamu. Aku tidak ingin ada hubungan apapun lagi di antara aku, kamu dan keluargamu. Jadi anak ini tidak perlu lahir di dunia ini," ucap Ingrid dengan suara datar, kemudian beranjak dari duduknya.

"Jika kamu ingin menggugurkan bayi itu, maka jangan pernah lagi memanggil aku bunda. Anggap saja ibumu sudah mati," ucap Ani tiba-tiba dengan suara datar.

"Deg"

Ingrid yang baru beranjak tiga langkah dari tempat duduknya itu langsung menghentikan langkah kakinya setelah mendengar apa yang dikatakan oleh ibunya. Rasanya dada Ingrid bagai di hantam benda berat setelah mendengar kalimat yang diucapkan ibunya dengan suara datar itu.

Ingrid langsung membalikkan tubuhnya menghampiri Ani dan bersimpuh di depan wanita yang telah melahirkan, merawat dan membesarkan dirinya itu. Ingrid menatap Ani dengan mata yang berkaca-kaca.

"Bun..ke..kenapa bunda berkata seperti itu?" tanya Ingrid yang akhirnya menitikkan air mata.

"Bukankah sudah ayah katakan padamu? Jika kamu berani menyakiti cucu ayah, ayah tidak akan mengakui kamu sebagai anak lagi," ucap Budi tak kalah datar dari Ani.

Ingrid tertunduk dengan pipi yang basah oleh air mata. Tidak ada yang mengerti dirinya. Tidak ada yang peduli dengan perasaannya.

"Baiklah. Aku tidak akan menggugurkan anak ini. Aku akan menerima keputusan apapun yang ayah dan bunda buat," ucap Ingrid pada akhirnya tidak bisa melawan kedua orang yang telah merawat dan membesarkan dirinya dengan curahan kasih sayang itu. Bagaimanapun keras dan terlukanya hati Ingrid, tetap saja Ingrid tidak bisa melawan kedua orang tuanya.

Marcell dan Hugo merasa lega mendengar apa yang baru saja di katakan oleh Ingrid. Namun masih penasaran dengan keputusan yang akan di buat Budi.

"Marcell, setelah Ingrid resmi bercerai dengan Bastian, aku izinkan kamu menikah dengan putriku, tapi dengan syarat. Aku harap kamu bisa memenuhi syarat ini," ucap Budi serius.

"Katakan saja, Pak. Saya akan berusaha memenuhi syarat itu," sahut Marcell penuh kesungguhan.

"Kalau begitu dengarkan baik-baik. Pertama, perbaikan penampilan kamu. Berpenampilan lah yang baik dan sopan, karena kamu akan menjadi seorang ayah. Kamu akan menjadi panutan bagi anak kamu. Berikan contoh sebaik yang kamu bisa. Kedua, setelah menikah, kamu harus tinggal bersama kami di sini. Ketiga, jangan pernah menjatuhkan tanganmu pada Ingrid. Karena kami tidak pernah memukul Ingrid. Jika ada masalah, bicarakan secara baik-baik dan pecahkan bersama dengan kepala dingin. Yang terakhir, bekerjalah dengan tekun untuk menafkahi anak dan istrimu. Dan jangan lupa menabung untuk masa depanmu dan juga untuk masa depan anak serta istrimu. Jika kamu tidak bisa menyanggupi empat syarat itu, jangan pernah meminta hak asuh atas bayi di dalam kandungan Ingrid. Apa kamu sanggup?" tanya Budi yang tidak menentukan berapa Marcell harus memberi nafkah pada Ingrid.

"Saya sanggup, Pak," sahut Marcell tegas dan penuh keyakinan.

"Pada akhirnya aku harus menikah dengan orang yang sama sekali tidak aku cintai. Entah rumah tangga macam apa yang akan aku jalani nanti," batin Ingrid yang hanya bisa pasrah menerima keputusan dari ayahnya.

"Baik, kalau begitu kita tinggal menunggu Ingrid dan Bastian resmi bercerai. Dan hingga waktu itu tiba, aku harap kamu sudah bisa memperbaiki dirimu," ucap Budi yang berharap Marcell benar-benar memenuhi syarat yang diajukannya.

"Saya akan berusaha, sebaik mungkin, Pak," sahut Marcell penuh tekad.

"Saya akan membantu proses perceraian itu agar cepat selesai," sahut Hugo.

Setelah pembicaraan itu, akhirnya Marcell dan Hugo pun pamit pulang. Sepintas Marcell melirik Ingrid yang hanya duduk dengan menundukkan wajahnya. Tidak ada kebahagiaan yang terlihat di wajah wanita yang dicintainya itu.

"Jangan bersedih. Aku berjanji akan membuat kamu bahagia," gumam Marcell dalam hati.

Hugo melajukan mobilnya meninggalkan rumah Budi dengan perasaan lega. Sepintas Hugo melirik Marcell yang duduk di sebelahnya.

"Cell, kamu yakin bisa menghidupi anak dan istri kamu dengan pekerjaan kamu sekarang?" tanya Hugo yang mengkhawatirkan masa depan putranya.

"Aku yakin, pa. Papa jangan khawatir, aku akan bekerja apa saja untuk menafkahi anak dan istriku nanti, yang penting halal," sahut Marcell terlihat tenang tanpa beban.

"Memangnya apa pekerjaan kamu?" tanya Hugo penuh selidik.

"Macam-macam, pa. Bisa di bengkel, di kafe, dan juga berkerja freelance," sahut Marcell yang tetap menyembunyikan bahwa dirinya adalah pemilik bengkel dan juga kafe yang terkenal di kota itu.

Marcell sengaja menutupinya karena takut Hugo membangga-banggakan dirinya di depan Bastian dan Ema. Marcell tidak ingin Bastian dan Ema tahu tentang kafe dan bengkelnya, lalu menganggu usaha miliknya. Bukan berprasangka buruk, tapi hanya mengantisipasi hal buruk, mengingat bagaimana Bastian dan Ema membenci dirinya.

"Kamu akan pulang ke rumah, 'kan?" tanya Hugo penuh harap.

"Enggak, pa. Aku akan tidur di kafe aja," sahut Marcell yang enggan pulang dan bertemu Ema serta Bastian.

"Kamu yakin akan tinggal bersama mertua kamu, jika sudah menikah nanti?" tanya Hugo yang masih saja khawatir pada Marcell.

"Yakin, pa. Lagipula aku juga nggak tinggal di rumah seharian. Selain itu, menurut aku kedua orang tua Ingrid itu baik, kok. Tergantung dari kitanya saja bagaimana bersikap terhadap mereka," sahut Marcell terdengar santai.

"Baiklah, kalau kamu yakin dengan keputusan kamu, papa akan mendukung kamu. Yang penting, mulai sekarang kamu jangan lagi melakukan hal-hal yang tidak baik. Jangan sampai Pak Budi mengurungkan niatnya untuk menikahkan kamu dengan Ingrid," ujar Hugo menasehati putranya.

"Iya, aku mengerti, pa," sahut Marcell tanpa membantah.

"Semoga mulai saat ini kamu bisa berubah menjadi lebih baik, Cell. Papa ingin ibumu di surga sana bangga padamu," batin Hugo yang tidak terucapkan.

...🌸❤️🌸...

.

To be continued