Kisah haru seorang gadis yang dilahirkan dari sebuah keluarga miskin. Perjuangan tak kenal lelah mencari bapaknya yang pergi ke luar negeri sebagai TKI, dimulai setelah ibunya meninggal dunia.
Sepeninggal ibunya, Lily kecil diasuh oleh tetangga yang trenyuh melihat nasibnya. Namun ternyata hal itu tidak serta merta merubah nasib Lily. Karena tak lama kemudian bunda Sekar yang mengasuhnya juga berpulang.
Di rumah keluarga bunda Sekar, Lily diperlakukan seperti pembantu. Bahkan Lily mengalami pelecehan seksual yang dilakukan oleh suami almarhumah. Lelaki yang sangat dihormati oleh Lily dan dianggap seperti pengganti bapaknya yang hilang entah kemana.
Ditambah perlakuan kasar dari Seruni, anak semata wayang bunda Sekar, membuat Lily akhirnya memutuskan untuk pergi.
Kemana Lily pergi dan tinggal bersama siapa? Yuk, ikuti terus ceritanya sampai tamat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rinarient 2, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27 Anak-anak mami
Bel tanda pulang sekolah berbunyi. Para siswa langsung gaduh. Mereka tak mau lagi memberikan kesempatan pada guru untuk sekedar menambah kalimat.
"Ya udah. Kalian boleh pulang!" Bu Santi pun tak bisa lagi menahan anak didiknya yang sudah ramai.
Lalu dia pun mengemasi buku-bukunya.
"Selamat siang!" ucap bu Santi sebelum meninggalkan kelas.
Tak ada yang menjawab.
Hanya Lily yang mengangguk seperti biasanya.
"Ayo Ly, aku antar pulang," ucap Lavender.
"Eit! Enggak bisa! Lily pulang jalan kaki sama aku," serobot Doni.
"Panas! Kasihan Lily!" tepis Lavender.
Lily yang masih merasa tidak enak kalau menumpang mobil Lavender, menolak tawaran diantar dengan halus.
"Ven. Aku jalan kaki aja, ya?"
"Loh, kok gitu?" protes Lavender.
"Tuh, kan. Aku bilang juga apa? Lily jalan kaki ama aku. Iya enggak, Ly?"
Doni merasa menang.
Lavender langsung cemberut.
Lily jadi merasa tidak enak. Tapi mau bagaimana lagi? Menumpang di mobil Lavender bakalan lebih tidak enak lagi.
"Atau kamu ikut kita jalan kaki juga?"
Doni yang kasihan pada Lavender mencoba memberikan tawaran.
Lavender berpikir sejenak.
Jalan kaki? Panas-panas begini? Lavender mengerutkan keningnya.
Tapi enggak apa-apa deh. Sesekali jalan kaki. Itung-itung olahraga. Batin Lavender.
"Ya udah. Aku ikut jalan sama kalian."
Lavender akhirnya menyerah juga.
Lily menatap wajah temannya itu.
"Kamu yakin, Ven?" tanya Lily meragukan.
Secara Lavender anak orang kaya yang biasa kemana-mana naik mobil. Mana mungkin mau jalan kaki di siang yang panas ini.
Lavender mengangguk.
"Udah, ayo. Kelamaan!" Doni menarik tangan Lavender biar tak berubah pikiran lagi.
Lily berjalan di belakang mereka.
"Hey! Kalian mau kemana?" tanya Sonia yang sudah ada di depan kelas.
"Pulanglah. Emangnya mau nginep di kelas!" sahut Lavender ketus.
Sepertinya Lavender masih kesal pada Sonia. Padahal Sonia sendiri yang biasa bersikap arogan pada orang lain, sudah melupakan kejadian tadi.
"Bertiga?" Sonia menatap Lily yang ada di belakang Lavender dan Doni.
"Iya!" jawab Lavender masih ketus.
Lalu dia menoleh dan menarik lengan Lily biar segera berlalu dari hadapan Sonia.
"Aku ikut!"
Sonia mengejar mereka.
"Kita mau jalan kaki. Ikut?" tanya Doni.
"Jalan kaki? Kemana?" Sonia balik bertanya. Karena setahunya Lavender dan Doni biasa diantar jemput mobil pribadi.
"Pulang nona cantik!" jawab Doni.
"Panas-panas begini?" tanya Sonia lagi, keheranan.
Bagaimana mungkin dia akan membakar kulitnya yang putih mulus?
"Ya iyalah. Apa mau nunggu malem, biar enggak panas?" sahut Lavender.
Padahal dia sendiri belum yakin kalau kuat berjalan kaki di tengah panas yang cukup terik.
Sonia menghela nafasnya. Lalu menggeleng.
Rupanya dia masih menyayangkan kulitnya yang bakal terbakar.
Lavender melengos. Lalu kembali menarik lengan Lily.
"Udah Ly, anak sombong itu enggak usah dipikirin. Mana mau dia jalan kaki," ucap Lavender.
Doni terkikik.
"Kenapa, Don?" tanya Lavender.
"Enggak apa-apa," jawab Doni sambil berjalan di sebelah Lily.
Pake nanya kenapa? Tanya ke dirimu sendiri, yakin enggak mau jalan kaki? Gumam Doni dalam hati.
Sebenarnya Doni juga baru kali ini pulang sekolah berjalan kaki. Biasanya kalau dia tidak dijemput, pasti pesan ojek online.
"Sebentar...Sebentar." Lavender menahan langkah Lily.
"Ada apa?" tanya Lily.
"Aku bilang dulu ke pak Parto. Biar dia pulang duluan." Lavender menunjuk ke sebuah mobil mewah yang terparkir di pinggir jalan.
Lily mengangguk mengerti. Walaupun dia tidak hafal dengan mobil keluarga Lavender, tapi dia paham maksud Lavender.
"Gitu tuh, kalau anak mami. Antar jemput pakai mobil mewah," ucap Doni pada Lily.
"Bukannya kamu begitu juga, Don?" tanya Lily.
"Iya. Tapi enggak tiap hari. Hehehe," jawab Doni sambil garuk-garuk kepala.
Malu juga dia mengatai Lavender. Sementara dirinya juga sama saja.
"Enak banget jadi anak orang kaya," gumam Lily sambil menatap Lavender yang sedang bicara pada sopir pribadinya.
"Sama aja, Ly. Kamu juga enak. Pulang sekolah bisa main kemana kamu mau. Kalau kami, pulang udah dijemput dan harus langsung masuk mobil," sahut Doni.
"Tapi kalian enggak kepanasan. Enggak capek. Bisa mampir kemana-mana juga, kan?" Lily membayangkan kalau saja dirinya seberuntung teman-temannya.
"Tapi sendirian, Ly. Cuma ama sopir doang. Enggak seru!" sahut Doni.
"Enggak ngajak teman buat nemenin?" tanya Lily.
"Mereka kan juga sama aja, Ly. Udah dijemput mobil masing-masing. Malah banyak yang dijemput orang tuanya," jawab Doni.
Iya. Cuma aku yang tak pernah dijemput. Dan jalan kaki ke rumah, biar uang ongkos naik angkot bisa buat nambahin beli lauk. Batin Lily ngenes.
"Ly. Kenapa kamu enggak naik angkot aja? Kan murah," tanya Doni.
Lily menggeleng.
"Aku lebih suka jalan kaki, Don. Kalau jam segini, biasanya angkot penuh," jawab Lily berbohong.
Doni manggut-manggut.
Memang benar, kalau jam pulang sekolah, angkot-angkot biasanya berjubel. Itu yang sering dilihat Doni dari balik kaca mobilnya.
"Ayo! Aku udah pamit ke pak Parto. Biar dia pulang duluan," ujar Lavender dengan senyuman merekah.
Lavender berasa seperti anak yang mau diajak jalan ke arena bermain. Ada kegembiraan di dalam senyumannya.
Lily mengangguk. Lalu mulai melangkahkan kakinya.
Doni dan Lavender mengikuti dan mulai mensejajarkan langkah mereka.
"Rumah kamu jauh enggak, Ly?" tanya Lavender.
"Lumayan," jawab Lily.
Tiba-tiba Lily kepikiran. Bagaimana kalau mereka berdua ingin melihat tempat tinggalnya?
Sedangkan kontrakan tempat Lily tinggal, kumuh dan sempit. Apa mereka enggak mau?
Lily tidak malu meski dihina sekalipun. Cuma kasihan juga kalau mereka masuk ke dalamnya.
"Boleh aku main ke rumahmu?" tanya Lavender.
Nah kan, benar juga? Gumam Lily dalam hati.
"Mm...boleh sih. Tapi..." Lily tak sanggup melanjutkan kalimatnya.
"Kenapa, Ly? Takut kita merepotkan?" tanya Doni.
"Eh, enggak. Bukan begitu," jawab Lily serba salah.
"Terus apa?" tanya Lavender penasaran.
Lily menghela nafasnya.
"Begini. Aku sama ibuku tinggal di rumah kontrakan yang kecil, sempit dan kumuh," ujar Lily apa adanya.
"Memangnya kenapa? Kita enggak masalah kok ya, Don?" Lavender meminta dukungan Doni.
Doni mengangguk.
"Iya. Santai aja kali, Ly," sahut Doni.
Doni juga penasaran kepingin tahu tempat tinggal Lily.
Hampir semua tempat tinggal teman-temannya, Doni tahu. Meskipun tak semua pernah dia datangi.
"Ya udah, kalau begitu." Lily terus berjalan.
"Kita lewat jalan itu aja, ya. Lebih dekat dan enggak terlalu berasa panas." Lily menunjuk jalan tembus lewat perkampungan yang biasa dia lewati.
Lavender dan Doni serempak mengangguk.
Belum lama mereka berjalan, Lavender sudah ngos-ngosan.
"Kenapa? Capek?" tanya Lily tak enak hati.
"Iya. Hehehe," jawab Lavender sambil nyengir.
"Huh! Dasar anak mami!" ledek Doni.
"Kayak kamu enggak aja!" sahut Lavender sambil menoyor lengan Doni.
Dan mereka bertiga tertawa bersama.